SURYA.co.id - Wacana menggeser dari pilkada langsung menjadi kepala daerah dipilih oleh DPRD perlu di kaji mendalam.
Jangan sampai kita membuat kebijakan berdasarkan selera politik sesaat. kajian mendalam digunakan agar sebuah kebijakan menjawab akar masalah dan didasarkan pada kepentingan publik lebih luas.
Said Abdullah Ketua DPP PDI Perjuangan, mengatakan pelaksanaan pilkada langsung saat ini memang disertai sejumlah masalah, seperti ongkos pilkada yang dikeluarkan oleh kandidat sangat tinggi.
Untuk mengurai masalah ongkos biaya tinggi pilkada tidak serta merta bisa diselesaikan dengan pilkada lewat DPRD,
“Iitu jumping conlucsion,” kata Said, Senin (22/12/2025).
Baca juga: Said Abdullah Kembali Pimpin PDIP Jatim 2025-2030, Ini Susunan Lengkap Pengurusnya
Menurutnya esensi pilkada langsung adalah keterlibatan langsung dalam memilih pemimpin di daerah, jika di ganti DPRD, maka pemilihannya di wakilkan oleh DPRD.
“Langkah ini bisa membengkokkan aspirasi rakyat di daerah, karena bisa jadi antara kepentingan DPRD dengan rakyat atas figur kepala daerah bisa berbeda,” beber Said.
Untuk mengatasi ongkos pilkada langsung yang mahal, bisa dengan merevisi UU Pilkada dengan memperkuat penegakkan hukum atas politik uang.
“Kita berbusa busa menyampaikan biaya pilkada langsung mahal, tetapi kita tidak membenahi sistem penegakkan hukumnya,” tukasnya.
Said menawarkan pembenahan hukum, perlu criminal justice system dalam kontek pelanggaran hukum pemilu, yang didominasi oleh politik uang.
Baca juga: Said Abdullah Minta Pengurus Baru PDI Perjuangan Jatim untuk All Out Besarkan PDIP di Jawa Timur
“Kita perlu perkuat bawaslu, mereka harus memiliki aparat penyidik independen, atau bisa melibatkan KPK khusus dalam penanganan politik uang. Yang menerima dan yang memberi bisa di sanksi pidana lebih berat, dan kandidatnya di batalkan pencalonannya,” lanjutnya.
Pada saat yang sama perlu ada peradilan ad hoc khusus untuk penanganan politik uang disetiap daerah.
KPK dan Bawaslu bisa melibatkan para akademisi dan praktisi hukum sebagai penyidik ad hoc dalam penanganan politik uang.
Karena pilkada dan pemilu serentak, maka politik uang bisa berlangsung massif, sistematis dan serentak, olah sebab itu perlu aparatus yang juga kredibel, dan berjumlah banyak
Langkah ini bisa menimbulkan efek jera, baik pemberi maupun penerima politik uang, sehingga peluang kandidat memenangkan pilkada dengan biaya murah peluangnya lebih besar.
Kedua, dari sisi masyarakat perlu di edukasi, bahwa menerima politik uang aadalah pidana, dan merusak demokrasi, menghambat peluang daerah mendapatkan pemimpin yang baik, berintegritas dan jujur.
Oleh sebab itu, semua pihak, penyelanggara pemilu, perguruan tinggi, organisasi dan tokoh tokoh sosial perlu menggeolarakan voter education, mendidik pemilih cerdas.
“Saya yakin kalau kedua langkah ini dijalankan serius dan berkelanjutan, persoalan kepalada daerah mengeluarkan ongkos mahal bisa di antisipasi, tentu ini bukan bim salabim sekali jadi, butuh proses,” umnkapnya.
Ia optimis hal itu bisa berjalan dengan baik. Kuncinya tentu semua, para pemimpin politik, tokoh masyarakat, akademisi, budayawan, aktivis LSM semuanya memiliki komitmen yang sama membangun demokrasi di daerah.