TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laila, gajah Sumatera berusia 1 tahun 6 bulan, ditemukan mati di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Sebanga, Bengkalis, Riau.
Sebab kematiannya diketahui akibat infeksi Elephant Endotheliotropic Herpes Virus (EEHV).
Mencegah hal serupa terjadi, tim dari Vantara, pusat penyelamatan, rehabilitasi, dan konservasi satwa liar raksasa di Jamnagar, Gujarat, India, datang melakukan analisis medis dan melakukan tindakan preventif terhadap virus tersebut.
Mereka didampingi tim dari Fauna Land Indonesia.
“Kita hari ini mengunjungi Taman Wisata Alam (TWA) Buluh Cina di Balai Besar KSDAE Riau, bersama tim dari Vantara dari India untuk bersama-sama mengevaluasi dan melihat kondisi Gajah yang di-captivity," kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Prof Satyawan Pudyatmoko, Senin (22/12/2025).
Evaluasi dilakukan sebagai antisipasi atau mencegah kejadian yang sama seperti dialami anak gajah yang mati karena virus EEHV.
"Itu akan kita cegah," tegasnya.
Menurutnya, pencegahan kematian gajah akibat infeksi EEHV memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang memadai, terutama dalam mendeteksi gejala sejak dini.
Dia mengharapkan kerjasama ini dapat menyelamatkan populasi gajah Sumatera yang bukan hanya terancam akibat kehilangan rumah ekosistem mereka, tapi juga ancaman EEHV.
“Mencegah itu, kita perlu ada pengetahuan cukup, perlu ada keterampilan cukup. Kita bekerjasama dengan mitra kita dari luar negeri untuk datang bersama-sama. Membuat peaceline data untuk Gajah yang ada di sini, lalu juga tentu capacity building untuk mahut (pawang gajah) ya,” jelasnya.
Meski kerjasama ini dimulai di Buluh Cina, upaya preventif nantinya juga akan menjangkau seluruh kantong gajah di Taman Nasional Tesso Nilo, Sebanga, Waykambas dan lokasi lainnya.
CEO Fauna Land Indonesia, Danny Gunalen menyampaikan, pihaknya sebagai perwakilan Vantara di Indonesia, siap mendukung pemerintah dalam survei dan penanganan kesehatan gajah di TWA Buluh Cina.
Vantara dari India dikenal sebagai salah satu pusat penyelamatan dan rumah sakit gajah terbesar di dunia.
“Kami bermitra dengan Vantara dari India. Mereka adalah salah satu rescue center Gajah terbesar di dunia, dan memiliki rumah sakit Gajah terbesar di dunia,” kata Danny.
Tim dokter spesialis gajah dari India telah melakukan diagnosis awal, mempelajari kondisi kesehatan serta kesejahteraan gajah di lokasi tersebut, terutama pasca merebaknya penyakit herpes.
“Mereka ada dokter-dokter ahli yang sekarang ini ikut mensurvei lokasi ini yang di mana beberapa waktu lalu terjadi outbreak penyakit Herpes, kami sudah melihat mendiagnosa, mempelajari kondisi dan wellfare Gajah ini, dan kami akan melakukan langkah-langkah berikutnya, preventif measurement dari medis dan akan berkala ini. Kami terapkan supaya menghindari terjadi kematian lagi,” ujarnya.
Kolaborasi lintas negara ini diharapkan dapat memperkuat sistem perlindungan gajah di Indonesia. Sekaligus menjadi model penanganan kesehatan satwa liar yang lebih terukur, berbasis data, dan berorientasi pada pencegahan dini.
Langkah ini merupakan upaya dari Kementerian Kehutanan untuk mencegah kematian gajah Sumatera karena infeksi EEHV.
Menteri Kehutanan Raja Antoni sebelumnya memberi arahan untuk mengontak pihak dari India yang bisa menemukan antivirus tersebut.
Baca juga: Laila Menyusul Tari dan Yuni: Mengapa Anak Gajah Sumatera Terus Mati di Riau?
“Tinggal studinya apakah cocok atau tidak dengan gajah kita. Cuma saat ini sudah ada progres. Mereka bahkan mau kasih gratis jika cocok dengan gajah kita. Tinggal satu step riset lagi,” kata Raja Antoni di Sebanga pada 29 November lalu.