Syair Cinta untuk Rasulullah Mengantarkan Putra Indonesia Raih Juara di Ajang Internasional di Turki
December 23, 2025 12:11 AM

TRIBUNJAKARTA.COM - KONYA, TURKIYE - Kejujuran rasa, ketekunan, dan kecintaan yang mendalam kepada Rasulullah SAW mengantarkan seorang putra Indonesia menorehkan prestasi gemilang di kancah internasional.

Dalam International Naat Al-Sharif Poetry Competition 2025, sebuah lomba penulisan syair pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang digelar dalam rangka memperingati 1500 tahun kelahiran Rasulullah, Bagja Putra berhasil meraih Juara 3 kategori Bahasa Inggris.

Bagja menjadi satu-satunya Penyair Bahasa Inggris yang terpilih dengan dua pemenang lainnya Juara 1 kategori Bahasa Arab dari Mauritania dan Juara 2 kategori Bahasa Prancis dari Maroko dan Bahasa Persia dari Iran.

Kompetisi bergengsi ini diselenggarakan secara internasional dan berada di bawah koordinasi OKI IRCICA (Research Centre for Islamic History, Art and Culture) bekerja sama dengan Kepresidenan Republik Turkiye.

Peserta datang dari berbagai negara dan menulis syair pujian kepada Rasulullah SAW atau dikenal dalam bahasa Arab sebagai Na’at, dalam berbagai bahasa dunia, seperti Arab, Turki, Inggris, Prancis, dan Persia.

Mengusung tema utama pujian dan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, karya yang ditulis menjadi medium ekspresi spiritual yang mempertemukan sastra dan rasa cinta kepada Baginda Rasulullah SAW.

"Bagi saya, tema ini bukan sekadar lomba, tetapi bentuk ibadah dan ungkapan cinta terdalam kepada Baginda Rasulullah," ungkapnya.

Gurindam Berbahasa Inggris, Ditulis dengan Ketekunan Dua Bulan

Menariknya, syair yang ditulis tidak menggunakan bentuk puisi modern, melainkan syair gurindam, dalam bahasa Inggris, yang dikenal sebagai couplets.

Karya tersebut terdiri dari 36 bait dengan total 72 baris, masing-masing baris dijaga ketukannya antara 8 hingga 12 suku kata.

“Menuangkan keagungan sosok Nabi ke dalam kata-kata yang indah namun tetap akurat secara makna khususnya dalam bahasa Inggirs adalah tantangan terbesar,” tuturnya.

Proses kreatif ini memakan waktu lebih dari dua bulan, dengan revisi berulang demi memastikan pesan, makna, dan jiwa dari syair tersebut tersampaikan dengan baik kepada juri internasional dan pembaca.

Terinspirasi Said Nursi dan Risale-i Nur

Dalam proses kreatif menulis syair ini, gaya penulisannya sangat dipengaruhi oleh Imam Badiüzzaman Said Nursi Radhiyallahu Anh, ulama besar Turki yang dikenal melalui karya monumentalnya Risale-i Nur.

Ia merujuk khusus pada Risalah Mukjizat Nabi Muhammad SAW dan Risalah tentang Mikraj, yang ia baca dalam bahasa Inggris dan Turki Utsmani.

“Beliau bukan sekadar tokoh ulama. Beliau adalah arsitek kata-kata yang mampu menjelaskan keagungan Tuhan dan kemuliaan Rasulullah SAW melalui pendekatan yang sangat logis namun tetap puitis,” ujarnya.

Menang dalam Diam, Didukung oleh Kata Hati

Selama mengikuti kompetisi, ia mengaku tidak memberi tahu siapa pun tentang keikutsertaannya karena rasa kurang percaya diri.

Satu-satunya yang menjadi sandaran adalah keyakinan batin dan doa.

Kabar kemenangan justru diterimanya secara tak terduga saat berada di Provinsi Erzurum, ketika mengikuti daurah pengajian tafsir Risale-i Nur bersama para mahasiswa Fakultas Studi Al-Qur’an dari Universiti Kebangsaan Malaysia.

Email pengumuman datang tanpa menyebutkan peringkat, karena panitia sengaja merahasiakan hasil akhir demi kejutan saat malam penganugerahan.

Penghargaan Sakral di Konya

Upacara penghargaan dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2025 di Konya, Turkiye.

Momen tersebut terasa sangat sakral dan mengharukan karena dihadiri oleh perwakilan berbagai negara anggota OKI, pejabat Pemerintah Turkiye, bahkan mantan Duta Besar Turkiye untuk Indonesia serta Menteri Britania Raya (UK).

Di hadapan tamu kehormatan internasional, ia menerima langsung penghargaan Juara 3 kategori Bahasa Inggris.

Momen tersebut terasa sakral dan mengharukan. 

“Perasaan saya campur aduk, antara haru, syukur dan bangga. Dapat mengharumkan nama Indonesia di panggung Internasional di Turkiye adalah sebuah kehormatan yang tidak ternilai harganya,” ungkapnya. 

Ditambah dengan kehadiran perwakilan dari KBRI Ankara, Pak Bhakti dan Mas Salman menambah rasa percaya diri dan semangat dalam dirinya.

“Saya merasa bahwa kemenangan ini adalah sebuah hal yang Alhamdulillah patut untuk diakui sebagai aset prestasi budaya bangsa,” tambahnya.

Doa Seorang Ibu, Inspirasi Sebuah Karya

Di balik kemenangan ini, tersimpan kisah personal yang mendalam.

Ia meyakini bahwa keberhasilan tersebut juga merupakan buah dari doa dan wasiat ibu kandungnya, Hj. Siti Maryati, sekaligus ibu angkatnya, Almarhumah Mamah Jojoh Johariyah, yang semasa hidup sangat berharap ia mempelajari Al-Qur’an dan hakikat-hakikat yang ada di dalamnya.

Awalnya, syair tersebut pendek dan hanya ditulis untuk mengenang sang almarhumah yang telah banyak berjasa dalam kehidupannya melalui puisi berjudul “Sang Ratu Lebah/The Bee Queen”.

Namun, ketulusan emosi dalam menulis syair itu sangat membekas, hingga akhirnya ia menyadari bahwa karya tersebut sebenarnya layak digubah dan dipersembahkan kepada sosok yang jauh lebih agung—Baginda Nabi Muhammad SAW.

Membawa Nama Indonesia Lewat Pena

Kemenangan ini menjadi motivasi besar untuk terus berkarya di jalur sastra dan religius.

Ia bercita-cita melanjutkan jejak para ulama dan sastrawan besar seperti Imam Bediuzzaman Said Nursi dan Buya HAMKA, yang membuktikan bahwa dakwah tidak hanya disampaikan dari mimbar, tetapi juga melalui pena, syair, dan karya sastra yang hidup sepanjang zaman.

“Melalui lomba syair tingkat internasional ini, saya ingin meneladani perjuangan intelektual dan spiritual mereka: menyampaikan nilai-nilai Islam dengan keindahan bahasa, mempertemukan iman dengan akal, serta menjadikan sastra sebagai jembatan antara budaya, bangsa, dan generasi. Turki, sebagai tanah yang sarat sejarah keilmuan dan peradaban Islam, memiliki makna khusus bagi saya untuk menumbuhkan dan mempersembahkan karya yang lahir dari tradisi tersebut kepada dunia,” ungkapnya.

Ia berharap prestasi ini menjadi bukti bahwa sastra Indonesia mampu bersaing di level Internasional, serta menjadi jembatan antara iman, budaya, dan peradaban.

هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي
 Ini semua adalah karunia dari Tuhanku.

Penulis: Lolandra

Berita terkait

  • Baca juga: Hadir di Universitas Monastir, Dubes Zuhairi Ajak Kaum Muda Perkokoh Persahabaan Indonesia-Tunisia
  • Baca juga: Dubes Zuhairi Misrawi Perkuat Jalinan Indonesia–Tunisia Lewat Diskusi Buku di Universitas Kairouan
  • Baca juga: Tutup Kegiatan Hari Santri Nasional, PCINU Tunisia Ziarah Makam Syaikh Muhammad Thahir bin Asyur
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.