Setara Syirik, Hati-hati Terhadap Perbuatan Riya, Serta Simak Cara Agar Terhindari Darinya
December 23, 2025 12:44 PM

TRIBUNWOW.COM - Sesungguhnya Allah SWT Maha Melihat dalam setiap perbuatan manusia, pun perbuatan yang dilakukan secara tidak langsung seperti riya.

Riya sendiri merupakan tindakan memamerkan amal, ibadah, atau prestasi kita kepada orang lain dengan tujuan untuk mendapat pujian.

Hal ini merupakan perbuatan hati yang tercela dan bahkan dianggap sebagai syirik kecil.

Dilansir oleh Muhammadiyah, riya disebut sebagai syirik kecil karena ada tujuan yang dilakukan selain mengahrapkan keridhaan Allah, yakni sanjungan dari manusia.

Dalam hadis berikut juga disebutkan bahwa Allah SWT membeci tindakan menyekutukan-Nya dan akan meninggalkan siapapun yang melakukan hal tersebut.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: “أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ”. (رواه مسلم)

an 'abi hurayrat qala: qal rasulallah salallah alaihih wasalama: qalallah tabarak watalaa: "'ana 'aghnaa alshuraka' an alshirki, man amil amalaan 'ashrak fih mai ghayri taraktuh washirkahu". 

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “Aku Dzat yang paling tidak butuh kepada sekutu. Barangsiapa melakukan suatu amalan yang di dalamnya itu ia menyekutukan Aku dengan selain-Ku, niscaya Aku tinggalkan ia bersama sekutunya itu”. (HR. Muslim)

Baca juga: Muslim Wajib Ketahui Bahaya Istidraj, Nikmat Melimpah dari Allah yang Sebenarnya Ujian

Cara Menghindari Sifat Riya

Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk menghindari sifat yang dibenci Allah ini sebagaimana dikutip dari situs Majelis Ulama Indonesia (MUI):

Pertama, seorang Muslim hendaknya menyadari kekurangan dirinya masing-masing.

Hal ini sudah dijelaskan secara tidak langsung dalam surat At-Thalaq ayat 12.

 

اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ وَّمِنَ الْاَرْضِ مِثْلَهُنَّۗ يَتَنَزَّلُ الْاَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ەۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ قَدْ اَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًاࣖ ۝١٢

allâhulladzî khalaqa sab‘a samâwâtiw wa minal-ardli mitslahunn, yatanazzalul-amru bainahunna lita‘lamû annallâha ‘alâ kulli syai'ing qadîruw wa annallâha qad aḫâtha bikulli syai'in ‘ilmâ

Artinya: Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan (menciptakan pula) bumi seperti itu. Perintah-Nya berlaku padanya agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.

Ayat ini menegeaskan bahwa Allah satu-satunya zat yang memberikan segala kelebihan diri untuk manusia dan sesungguhnya maha membolak-balikkan keadaan setiap manusia.

Kedua, mengingat kerugian amal.

Sejatinya, ibadah yang dilakukan karena mengharap pujian manusia tidak dibenarkan, maka dari itu kesempurnaan ibadahnya juga berpotensi berkurang.

Imam Al-Ghazali pernah menjelaskan mengenai hal ini, bahwa mereka yang meniatkan segala sesuatu hanya karena Allah, maka balasannya tidak hanya di dunia melainkan juga di akhirat.


فاذا أنت أخلصت النية وجردت الهمة للآخرة حصلت لك الآخرة والدنيا جميعا

fadha 'ant 'akhlast alniyat wajaradat alhimat lilakhirat hasalat lak alakhirat waldunya jamian

Artinya: “Apabila engkau mengikhlaskan niat dan mengarahkan tekadmu untuk akhirat, maka engkau akan memperoleh akhirat sekaligus dunia.” (Imam Al-Ghazali, Minhajul Abidin [Indonesia, Pustaka Islamiyah: t.t], h. 76)

Ketiga, mengingat bahwa ridha Allah lebih utama daripada ridha manusia.

Pada dasarnya, ridha manusia seperti orang tua atau orang panutan juga sangat penting,

Namun, ridha yang utam tentu ridha dari sang pencipta.

Maka dari itu, hendaknya seorang Muslim mengingat setiap tindakan yang akan dilakukan dengan hanya mengharap ridha Allah.

(TribunWow.com/Peserta Magang dari Universitas Airlangga/Afifah Alfina)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.