TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Viral di media sosil empat kritik yang disampaikan mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal untuk Menteri Luar Negeri Sugiono.
Dino menyebut kritik tersebut untuk memperbaiki arah diplomasi Indonesia ke depannya.
Ia menyampaikan kritik dan saran tersebut berdasarkan rasa kekhawatirannya soal peran Kementerian Luar Negeri RI akan meredup dan diplomasi Indonesia merosot.
Dino sendiri bukan orang baru di kancah diplomasi internasional. Selain mantan wakil menteri luar negeri, ia juga pernah menjadi duta besar.
Baca juga: Daftar 10 Jenis Surat Tanah yang Tak Berlaku Mulai Februari 2026, Tanah Diambil Negara?
Baca juga: Hasil Tes Narkoba Sopir Bus Cahaya Trans yang Alami Kecelakaan Maut di Tol Krapyak Tewaskan 16 Orang
Pesan kepada Sugionou disampaikan oleh Dino melalui unggahan video di akun instagram pribadinya, @dinopattidjalal.
"Saya membuat pesan ini sebagai sesepuh Kementerian Luar Negeri, sebagai pendukung politik luar negeri, sebagai ketua ormas hubungan internasional terbesar di Indonesia dan di Asia, dan juga sebagai rakyat," kata Dino dikutip pada Selasa (23/12/2025).
Dia pun mengungkapkan bahwa dirinya sudah berkecimpung dalam dunia diplomasi selama hampir 40 tahun, baik di dalam maupun di luar pemerintahan.
Sehingga, ia berharap Menlu Sugiono tidak bersikap defensif dan menjadikan masukan darinya sebagai bahan refleksi.
Berikut empat kritik dan pesan dari disampaikan Dino untuk Menlu Sugiono:
Pertama, Dino meminta Sugiono untuk meluangkan waktu lebih banyak untuk memimpin Kementerian Luar Negeri.
Dino menyebut idealnya Sugiono bisa mengurus Kementerian Luar Negeri secara penuh.
"Tapi minimal 50 persen, dan kalau bisa 80 persen, alhamdulillah,” kata Dino.
Dia pun menganalogikan Kementerian Luar Negeri seperti mobil Ferrari.
Menurut Dino, Kementerian Luar Negeri merupakan salah satu lembaga terbaik di Indonesia yang dipenuhi oleh diplomat bertalenta.
Namun, mobil Ferrari itu hanya bisa berkinerja optimal apabila dikendarai oleh pengemudi yang piawai dan fokus.
Dino pun menyinggung soal banyaknya Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang tidak mendapatkan arahan strategis dari pusat.
Bahkan, kata dia, rapat koordinasi para duta besar harus tertunda hampir setahun. Bahkan, banyak diplomat yang kinerjanya menurun karena pemotongan anggaran.
"Banyak diplomat yang mengalami demoralisasi dan merasa tidak terdorong untuk berinisiatif karena merasa tidak akan direspons dari atas," ungkap dia.
Dino juga mendengar banyak duta besar yang sulit menemui Menlu Sugiono ketika pulang ke Tanah Air.
Dia menilai hal ini berisiko pada hilangnya kesempatan diplomasi Indonesia. Bahkan, hubungan bilateral Indonesia dengan negara sahabat juga berisiko menjadi tidak seimbang dan berpeluang disetir negara mitra.
Dino mengkhawatirkan Kementerian Luar Negeri yang selama ini dinilai sebagai pusat keunggulan lambat laun berubah menjadi institusi medioker.
"Masalah ini bisa dianggap sepi sekarang, tapi bisa meledak di kemudian hari. Atau masalah-masalah ini dibenahi dari sekarang sehingga 4 tahun ke depan Kemenlu bisa berjalan lebih baik dan mutlak membutuhkan leadership dari Menlu Sugiono," kata Dino.
Kedua, Dino berharap Sugiono bisa berkomunikasi dengan publik mengenai langkah-langkah politik luar negeri Indonesia.
Dino menyinggung ilmu dari Ali Alatas, Menteri Luar Negeri era Soeharto. Menurut Dino, Ali mengajarkan bahwa politik luar negeri dimulai dari rumah.
Artinya, segala langkah diplomasi luar negeri akan percuma jika tidak dijelaskan, dipahami, dan didukung oleh publik di dalam negeri.
Dia pun menyinggung gaya komunikasi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
"Lihat saja bagaimana Menteri Keuangan Purbaya dalam waktu singkat populer dan dihormati publik, karena ia rajin sekali memberikan penjelasan mengenai kebijakan keuangan negara," kata Dino.
Dino mengatakan dalam satu tahun terakhir Sugiono belum pernah satu kali pun memberikan pidato kebijakan baik di dalam maupun di luar negeri.
Bahkan, Sugiono disebut tidak pernah melakukan wawancara khusus dengan media mengenai substansi politik luar negeri, baik di dalam maupun luar negeri.
Selain itu, Dino menilai jarang ada penjelasan publik dari Sugiono mengenai langkah politik luar negeri Indonesia, selain pidato awal tahun yang telah menjadi tradisi Kementerian Luar Negeri.
“Kami tidak ingin melihat Menlu Sugiono mendapat predikat sebagai silent minister,” kata Dino.
Dia turut prihatin terhadap gaya komunikasi Menlu Sugiono yang lebih banyak dilakukan melalui Instagram dengan foto dan video, tapi tanpa diisi suaranya.
"Kami juga melihat Menlu semakin menjauh dan menutup pintu pada publik untuk urusan hubungan internasional," ujarnya.
Dino pun menyinggung perhelatan Conference on Indonesia Foreign Policy.
Ribuan pemuda dan mahasiswa Indonesia, datang dari berbagai provinsi khusus untuk mendengar pembahasan mengenai politik luar negeri.
Namun, ia mengungkapkan, semua surat, telepon, pesan WhatsApp, permohonan pertemuan dan lainnya sama sekali tidak direspons oleh Sugiono selama berbulan bulan.
"Pengalaman saya, Menlu negara mana pun, kalau mereka tahu ada konferensi luar negeri di negara mereka, apalagi sebesar ini, yang terbesar di dunia, mereka akan langsung membatalkan agenda lain untuk bertemu semua konstituen mereka," kata Dino.
Dino menginginkan Sugiono berubah dari menteri yang absen, menjadi menteri yang hadir dalam urusan hubungan internasional di dalam negeri.
Dia pun berharap Sugiono dalam empat tahun ke depan bisa secara rutin berkomunikasi dengan rakyat melalui pidato publik baik di dalam maupun di luar negeri.
Menurut Dino, itulah tugas utama seorang menteri luar negeri.
“Kalau ini tetap tidak dilakukan maka Menlu dan Kemlu akan kehilangan wibawa dan kredibilitas, dan akan dianggap remeh karena dalam dunia diplomasi ini yang paling unggul adalah mereka yang paling vokal dan persuasif,” ujarnya.
Ketiga, Sugiono diharapkan bisa lebih banyak berhubungan dengan pemangku kepentingan internasional.
Dino menilai hal ini konsisten dengan prinsip pemerintah yang melayani rakyat.
"Sekarang ini kami sebagai konstituen hubungan internasional merasa Menlu Sugiono jauh sekali dengan kami, tidak komunikatif, tidak responsif, tidak terbuka aksesnya,” kata Dino.
“Ini disayangkan karena tahun 2029 nanti, kamu sebagai konstituen politik luar negeri ingin sekali memberikan rapor yang bagus kepada Menlu Sugiono,” sambungnya.
Dino juga menyinggung prinsip yang dianut para menteri luar negeri terdahulu, yakni never burn your bridges atau jangan memutus hubungan dengan siapa pun.
Keempat, Sugiono diharapkan bersikap terbuka untuk bekerja sama dengan akar rumput hubungan internasional
Dia menegaskan membantu Presiden Prabowo Subianto tidak berarti memunggungi rakyat. Dino menilai keduanya justru saling menguatkan.
Dino berpandangan bahwa dalam dunia diplomasi, inisiatif bisa datang dari rakyat maupun dari pejabat tinggi negara.
“Jangan sampai ada kontradiksi di mana Menlu di forum internasional selalu menyerukan pentingnya kerja sama, tapi dalam kenyataannya sangat susah sekali diajak kerja sama,” kata Dino.
Dino Patti Djalal menutup pesannya itu dengan meminta maaf bahwa kritik itu disampaikan harus melalui sosial media.
Pasalnya, kata Dino, seluruh jalur komunikasi langsung dengan Menlu Sugiono telah terblokir selama berbulan-bulan.
"Kami tidak ingin hal ini terus berlangsung. Menlu Sugiono, remember you only have one shot at history," tandasnya. (Tribunnews.com)