SURYA.CO.ID, BONDOWOSO – Aktivitas pendakian Gunung Raung melalui jalur Sumber Wringin, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur (Jatim), resmi ditutup sementara mulai 24 Desember 2025.
Penutupan dilakukan menyusul peringatan puncak musim hujan, dan potensi cuaca ekstrem yang berisiko memicu bencana hidrometeorologi.
Informasi penutupan tersebut tertuang dalam surat edaran yang dikeluarkan Bumdes Raung Asri, Desa/Kecamatan Sumberwringin. Penutupan berlaku hingga waktu yang belum ditentukan.
Salah satu pengurus Pengelola Pendakian Gunung Raung, Kurniawan, menjelaskan keputusan ini diambil setelah adanya rilis dari BMKG yang menyebut wilayah Bondowoso memasuki puncak musim hujan pada periode 21–31 Desember 2025.
“Berdasarkan rilis BMKG, cuaca sudah mengarah ke ekstrem dan berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi. Karena memang sudah tidak memungkinkan, kami tutup,” ujar Kurniawan saat dikonfirmasi, Selasa (23/12/2025).
Kurniawan mengakui kebijakan penutupan ini berdampak pada pembatalan sejumlah rencana pendakian, khususnya pada 27 dan 28 Desember 2025. Sejumlah pendaki yang sudah mendaftar berasal dari berbagai daerah hingga mancanegara.
“Ada pendaftar dari Surabaya, Jakarta, Bali bahkan wisatawan Asia seperti Filipina, Malaysia dan Jepang,” ungkapnya.
Kurniawan menambahkan, selama ini pendaftaran pendakian dilakukan secara offline langsung di Basecamp Raung Teduh.
Sementara itu, Nyong, anggota Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) Bondowoso, menjelaskan bahwa jalur pendakian Gunung Raung via Sumberwringin dikenal sebagai jalur klasik.
Pendakian dimulai dari Basecamp Raung Teduh, dilanjutkan dengan ojek gunung menuju Pondok Motor dengan durasi sekitar satu jam dan tarif sekitar Rp 75 ribu. Sebagian pendaki memilih ojek tambahan hingga Pondok Batu Tulis.
“Kalau menggunakan ojek ekstra bisa langsung turun di Batu Tulis,” jelas Nyong, pemandu gunung sejak 2015.
Dari titik tersebut, pendaki akan melewati beberapa pos, antara lain Pondok Sumur, Pondok Tonyok, Pondok Demit, Pondok Mayit, Pondok Angin hingga batas vegetasi Memoriam Deden Hidayat, sebelum menuju puncak.
“Dari Pondok Motor ke lokasi camp sekitar 7–8 jam. Total jalur klasik Gunung Raung panjangnya kurang lebih 15 kilometer,” terangnya.
Menurut Nyong, keunggulan jalur ini adalah kesempatan menikmati sunset dari puncak, serta panorama dapur magma Gunung Raung dari jarak dekat.
Gunung Raung dikenal bukan hanya karena kegagahannya, tetapi juga karena sejarah aktivitas vulkanik dahsyat yang tercatat sejak abad ke-16. Catatan sejarah menunjukkan, gunung api yang berada di perbatasan Bondowoso, Banyuwangi, dan Jember ini menjadi salah satu gunung paling aktif dan berbahaya di Pulau Jawa.
Aktivitas vulkanik Gunung Raung pertama kali tercatat secara resmi pada tahun 1586. Letusan besar tersebut disebut sangat dahsyat, menyebabkan ribuan korban jiwa serta perubahan lingkungan yang luas di kawasan tapal kuda Jawa Timur.
Letusan besar kembali terjadi pada tahun 1638, disertai banjir lahar di Kali Stail dan Kali Klatak. Peristiwa ini menewaskan banyak penduduk dari Kerajaan Macan Putih, sebuah kerajaan lokal yang diyakini pernah berjaya di kawasan Banyuwangi dan Jember.
Pada abad ke-18, Gunung Raung kembali menunjukkan aktivitas ekstrem. Letusan dahsyatnya diyakini mengubur sisa-sisa Kerajaan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di Jawa Timur. Temuan bata kuno dan artefak bercorak Majapahit di bawah lapisan abu vulkanik memperkuat dugaan tersebut.
Peristiwa ini menandai betapa kuatnya dampak erupsi Gunung Raung terhadap peradaban manusia di sekitarnya.
Memasuki era modern, aktivitas Gunung Raung terus berlanjut. Dalam periode 1902 hingga 1989, tercatat sedikitnya 26 kali letusan, termasuk pembentukan kerucut pusat baru di kawah pada 1902 serta letusan signifikan pada tahun 1956.
Gunung Raung kembali erupsi pada 2015 dan 2020, menyebabkan hujan abu di wilayah sekitar dan berdampak pada sektor pertanian. Namun, letusan tahun 2015 relatif terbatas dan lebih menyerupai semburan abu seperti kembang api di sekitar kawah.
Letusan Gunung Raung juga lekat dengan berbagai legenda lokal, salah satunya kisah Kerajaan Macan Putih yang dipimpin Pangeran Tawangulun. Kisah ini menguatkan hubungan antara mitologi lokal dan fenomena vulkanik yang membentuk lanskap sejarah kawasan Tapal Kuda.
Meski berbahaya, Gunung Raung tetap menjadi destinasi pendakian populer karena keindahan alamnya. Namun, statusnya sebagai gunung api aktif membuat kawasan ini selalu berada dalam pemantauan ketat.
Gunung Raung memiliki empat puncak, dengan Puncak Sejati setinggi 3.344 meter di atas permukaan laut (mdpl) sebagai titik tertinggi, menjadikannya salah satu gunung tertinggi di Jawa Timur. Gunung ini juga memiliki kaldera kering terbesar di Pulau Jawa, ciri khas yang membedakannya dari gunung api lainnya.