Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Feronike Rumere
TRIBUN-PAPUA.COM, MIMIKA - Di balik gemerlap lampu hias di Jalan Budi Utomo, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, sebuah pohon Natal raksasa setinggi empat meter sedang bersiap menempuh perjalanan 'mustahil'.
Bukan sekadar pohon seharga Rp12 juta, pohon natal yang selalu identik dengan cahaya ini, akan menembus lebatnya hutan dan aliran sungai dari Mimika menuju Nduga, sebuah wilayah di jantung Tanah Papua yang hingga kini masih berjuang di bawah bayang-bayang konflik bersenjata.
Pemilik Toko Christmas Budi Utomo, Syamsir Alam mengatakan daya beli pernak-pernik natal tahun ini turun sekitar 10 sampai 15 persen dibanding Tahun 2024.
Baca juga: Deretan Operasi Penegakan Hukum yang Dilakukan Satgas Damai Cartenz Terhadap KKB Papua Selama 2025
Penurunan daya beli terjadi karena masih awetnya perlengkapan natal milik konsumen dari tahun sebelumnya, sehingga banyak yang memilih menggunakan pohon natal lama tersebut dan hanya mengganti aksesoris tambahan.
Nampaknya, konsumen yang datang ke Toko Christmas, bukan saja dari Kabupaten Mimika, sebab ada pembeli dari Kabupaten Puncak, Puncak Jaya bahkan Kabupaten Nduga di Provinsi Papua Pegunungan.
Mereka membeli pohon natal, lampu selang, rumbai, lampu hias jalan protokol, boneka santa claus hingga bunga hias.
Baca juga: Pasar Natal di Kota Dolar Mimika Lesu, Warga Pilih Pakai Pohon Lama dan Hiasan Sendiri
“Warna merah dan gold itu selalu paling laris, termasuk bola-bola hias untuk pohon Natal. Setiap tahun kami bahkan kekurangan stok untuk warna tersebut,” katanya.
Di antara dagangannya itu, ada satu pohon setinggi 4 meter yang menempuh perjalanan jauh ke Nduga. Secara umum, harga pohon natal yang ditawarkan bervariasi mulai dari Rp69 ribu.
Karena Kabupaten Mimika dan Kabupaten Nduga berada di provinsi berbeda, tentu pengiriman pohon natal setinggi 4 meter tersebut nantinya dibawa menyeberangi sungai, hutan dan gunung.
Baca juga: Aparat Ungkap Pemicu Yahukimo Jadi Wilayah dengan Gangguan Keamanan Tertinggi di Papua Selama 2025
Nduga merupakan salah satu dari sejumlah kabupaten yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi agak lambat dibanding Kabupaten Mimika atau Kabupaten Jayawijaya, sebab akses pendistribusian barang ke sana cukup sulit.
Dari Mimika ke Nduga, pendistribusian kebutuhan bisa dilakukan melalui jalur sungai di Distrik Mimika Timur Jauh – Kabupaten Asmat dan lanjut ke Nduga. Pendistribusian lewat jalur udara bisa dilakukan namun dengan pesawat perintis yang berukuran kecil dan muatan terbatas serta harga yang sudah pasti mahal jika dibanding menggunakan kapal perintis seperti di pesisir Papua lainnya.
Sedangkan dari Wamena di Jayawijaya ke Nduga, pendistribusian bisa dilakukan melalui jalur darat dan udara. Hanya sebagian jalan penghubung yang sudah teraspal. Sisanya merupakan hamparan bebatuan besar yang hanya bisa ditaklukkan kendaraan jenis truk, Strada, atau Fortuner dengan waktu tempuh lebih dari lima jam.
Baca juga: Dari Telkomsel POIN: Pelanggan Bantu Rp30 Juta untuk Masjid di Jayapura
Selain akses transportasi yang mahal dan sulit, ancaman tertembak senjata api menjadi kekhawatiran tersendiri bagi mobil atau maskapai yang menuju ke Nduga.
Nduga termasuk salah satu kabupaten zona merah gangguan Kamtibmas selain Puncak, Puncak Jaya, Intan Jaya, Yahukimo, sebab kelompok sipil bersenjata atau yang oleh pemerintah disebut Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) masih terus memperjuangkan hak mereka, dan hal itu tentunya tidak diterima oleh aparat keamanan atau TNI/Polri. Alhasil, aksi baku tembak antara kelompok yang dikenal oleh masyarakat sipil dengan sebutan Organisasi Papua Merdeka (OPM) ini, sering pecah tanpa diduga kapan terjadi.(*)