TRIBUNNEWS.COM - Dosen program studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII), Farhan Abdul Majiid, menilai peran Menteri Luar Negeri RI Sugiono masih belum terlihat jelas, terutama dalam isu-isu regional maupun internasional yang dekat dengan Indonesia.
Sugiono dilantik menjadi Menteri Luar Negeri RI (Menlu) dalam jajaran Kabinet Merah Putih yang dipimpin oleh Presiden RI Prabowo Subianto - Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka pada 21 Oktober 2024.
Satu tahun lebih dua bulan menjabat sebagai Menlu RI, Sugiono sudah mendapat kritikan.
Ia dikritik secara terbuka oleh Mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat (AS), Dino Patti Djalal, melalui sebuah video yang diunggah di akun Instagram @dinopattidjalal, Minggu (21/12/2025).
Dalam unggahan itu, inti dari kritikan Dino adalah Sugiono diminta untuk lebih banyak meluangkan waktu mengurus Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu), bersikap komunikatif kepada publik soal langkah strategis diplomasi Indonesia, melibatkan stakeholders lain dalam urusan luar negeri, hingga lebih terbuka dan aktif bekerja sama.
Dino juga menegaskan, kritiknya semata-mata ditujukan untuk membuat Sugiono sukses memimpin kementerian yang membidangi urusan luar negeri tersebut.
Dino melontarkan kritikan ini lantaran dirinya juga pernah bertugas di Kementerian Luar Negeri RI.
"Kalau semua usulan kami tadi dilakukan agar Menlu lebih banyak waktu memimpin Kemenlu, menjelaskan politik luar negeri kepada publik, merangkul ormas-ormas hubungan internasional, dan terbuka pada uluran kerja sama dari masyarakat, maka saya yakin Menlu Sugiono akan menjadi Menlu yang cemerlang," tutur Dino.
"Kalau semua ini tidak dilakukan, maka Kementerian Luar Negeri akan redup, diplomasi Indonesia akan merosot, dan Menlu Sugiono akan dicatat sejarah dengan nilai merah," tandasnya.
1. Jarang Keluarkan Public Statement Soal Penjajahan Israel terhadap Palestina
Baca juga: Akademisi HI UII Anggap Wajar Menlu Sugiono Dikritik Dino Patti Djalal: Menlu Harus Aktif & Terbuka
Sejalan dengan kritikan Dino Patti Djalal agar Menlu RI lebih banyak menjelaskan politik luar negeri kepada publik, Farhan menilai, memang peran Sugiono dalam kapasitasnya tersebut masih belum terlihat jelas.
Apalagi dengan isu-isu yang tidak bisa dijauhkan dari Indonesia, seperti penjajahan Israel terhadap Palestina.
"Dalam pandangan kami perannya justru kita masih belum melihat secara jelas, khususnya dengan isu-isu yang sebetulnya dekat dengan kita," kata Farhan saat menjadi narasumber dalam program On Focus yang tayang di kanal YouTube Tribunnews, Rabu (23/12/2025).
Farhan menilai, Sugiono masih jarang menyampaikan pernyataan publik mengenai sikap Indonesia pada konflik yang skalanya besar, yakni Israel vs Palestina.
Lebih lanjut, Farhan membandingkan Sugiono dengan Menlu RI sebelumnya, yakni Retno Lestari Priansari Marsudi alias Retno Marsudi.
Menurut Farhan, Retno Marsudi lebih vokal menyatakan kecaman terhadap agresi Israel.
"Dengan isu besar seperti Israel Palestina, kita jarang mendengarkan pendapat publik dari Menteri Luar Negeri kita," tutur Farhan.
"Cukup berbeda dengan Menteri Luar Negeri sebelumnya, yang ketika ada serangan besar dari Israel biasanya memberikan statement publik untuk mengutuk dan mengecam serangan Israel terhadap Palestina tersebut."
Sebagai informasi, konflik Israel vs Palestina memanas sejak perlawanan Hamas (kelompok pejuang untuk kemerdekaan Palestina) terhadap penjajahan Israel pada 7 Oktober 2023 yang dibalas Israel dengan lebih membabi buta.
Hingga akhir 2025 ini, konflik masih terus berlangsung, meski diwarnai beberapa kali gencatan senjata yang kerap dilanggar oleh Israel.
Indonesia sendiri selama ini dikenal sebagai salah satu negara yang mendukung kemerdekaan Palestina.
2. Menteri Luar Negeri RI Tak Boleh Diam Saja terhadap Konflik Thailand Kamboja
Selain itu, Farhan juga menyoroti sikap Sugiono sebagai Menteri Luar Negeri RI terhadap konflik Thailand dan Kamboja.
Konflik bersenjata Thailand vs Kamboja terjadi di perbatasan kedua negara itu dan berakar pada sengketa wilayah lama sejak era kolonial Prancis.
Konflik tersebut terus menunjukkan tanda-tanda eskalasi sejak Juli 2025 lalu.
Menurut Farhan, meski sebagai sesama negara anggota ASEAN tidak boleh intervensi (turut campur), tapi seharusnya Menteri Luar Negeri RI Sugiono tidak diam saja melihat konflik antara dua negara tetangga itu.
"Beberapa waktu terakhir sedang terjadi konflik antara Thailand dengan Kamboja," jelas Farhan.
"Kita belum melihat sebetulnya sikap Indonesia itu seperti apa."
"Memang kita sebagai sesama anggota ASEAN punya prinsip non-intervensi, tetapi kan bukan berarti kita diam saja dengan konflik yang terjadi di kawasan."
"Karena ASEAN pun ditujukan untuk menjaga harmonisasi dan stabilitas di dalam kawasan ASEAN itu sendiri."
Diketahui, Indonesia memiliki prinsip politik luar negeri bebas aktif, yang tetap netral (tidak memihak) sekaligus aktif mendesak perdamaian antara kedua negara yang sedang berkonflik.
Sikap seorang Menteri Luar Negeri RI di kancah regional maupun internasional diharapkan dapat mencerminkan prinsip tersebut.
Apalagi, Indonesia juga menjadi negara anggota ASEAN, yang notabene didirikan untuk menjaga keamanan dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara.
Farhan lantas menyebut, sikap, peran, dan pernyataan dari seorang Menteri Luar Negeri RI terhadap isu-isu global sangatlah krusial.
Sebab, urgensi atau sifat mendesak mengenai sikap Indonesia tentang isu global tertentu akan lebih besar, jika disampaikan oleh seorang Menteri Luar Negeri RI, meski sudah ada pejabat negara lain yang bersuara.
"Mengapa statement dari Menteri Luar Negeri itu sebetulnya penting?" kata Farhan.
"Karena, meski ada banyak pejabat dan decision makers yang sudah bersuara terhadap isu-isu tersebut, derajat urgensinya menjadi berbeda ketika dikatakan langsung dari seorang Menteri Luar Negeri."
"Ketika Menteri Luar Negeri sudah berkata, maka itu menjadi statement resmi dari sebuah negara dalam hubungan diplomatiknya baik secara bilateral maupun menjelaskan hubungan internasional Indonesia kepada audiens di dalam negeri."
"Lalu, dampaknya benar-benar bisa dirasakan dalam urusan diplomatik dan ketegasan Indonesia."
(Tribunnews.com/Rizki A.)