Dalam visi Prof Mochtar Kusumaatmadja diplomasi bersifat jangka panjang dan berkesinambungan. Hubungan antarbangsa akan lebih kokoh jika ditopang oleh pemahaman budaya yang mendalam, bukan semata kepentingan politik sesaat. Karena itulah selama satu dekade menjabat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (1978-1988), ia tidak semata tampil sebagai diplomat yang berdebat di forum-forum internasional atau merumuskan perjanjian antarnegara. Pakar Hukum Internasional itu justru memperkaya wajah diplomasi Indonesia dengan pendekatan soft power melalui seni dan budaya.
"Diplomasi kebudayaan bertujuan membangun citra Indonesia yang utuh di mata dunia agar tercipta saling pengertian, yang pada akhirnya membuka jalan bagi kerja sama pembangunan, pariwisata, investasi asing, dan ekspor nonmigas," papar Mochtar dalam Biografi Rektor-rektor Universitas Padjadjaran (2019).
Citra bangsa dalam pemahaman Mochtar tak hanya dibangun melalui teks perjanjian dan pidato resmi, melainkan juga melalui seni dan budaya. Pada 1984 ia menggagas Yayasan Nusantara Jaya, sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada promosi kebudayaan Indonesia di mancanegara. Upaya ini dilanjutkan dengan pembentukan Orkes Kamar Nusantara pada 1988, yang kemudian berkembang menjadi Simfoni Nusantara, sebagai medium diplomasi musikal yang memperkenalkan kekayaan tradisi dan modernitas Indonesia kepada publik internasional.
Ketertarikannya pada dunia masak-memasak yang tumbuh sejak masa studi di Yale University, melahirkan diplomasi kuliner sebagai dimensi lain dari soft power. Mochtar dikenal piawai membuat martabak telur. Dalam buku Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusumaatmadja, putrinya, Armida Salsiah Alisyahbana, menuturkan bahwa sang ayah bermimpi masakan Indonesia suatu hari dapat mendunia seperti kuliner Jepang atau Italia.
"Makanan Indonesia perlu dikemas dengan sentuhan estetika dan penyesuaian rasa agar dapat diterima lidah internasional," tulis Armida mengutip pesan sang Ayah.
Tentu saja yang banyak dikenang khalayak dari Mochtar adalah keberhasilannya selama 25 tahun memperjuangkan Wawasan Nusantara hingga diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS).
"Dengan pengakuan itu luas wilayah laut Indonesia bertambah lebih dari dua kali lipat dari semula sekitar dua juta kilometer menjadi lima juta kilometer persegi," kata diplomat senior Makarim Wibisono seperti ditulis detik.com, 6 Juni 2021.
Ketika jalur resmi untuk menyelesaikan Perang Vietnam - Kamboja (1978-1979) buntu, Mochtar menginisiasi Cocktail Party dan Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk mempertemukan Vietnam dan faksi-faksi Kamboja yang bertikai dalam suasana informal.
Untuk memulihkan hubungan diplomatik dengan China yang membeku sejak Gerakan 30 September 1965, dengan segala kharisma dan wibawanya sebagai pakar hukum Internasional Mochtar mengajukan syarat; tak boleh ada campur tangan urusan dalam negeri masing-masing dan tiada lagi dwi-kewarganegaraan bagi warga keturunan China.
Lahir pada 17 Februari 1929, Mochtar berasal dari keluarga yang menanamkan nilai kerja keras dan kemandirian. Ayahnya, R Mohammad Taslim Kusumaatmadja, berasal dari Mangunreja, Tasikmalaya, sementara ibunya, Sulmini Soerawisastra, berasal dari Cilimus, Kuningan. Hingga usia 14 tahun, Mochtar merupakan anak tunggal sebelum kelahiran Sarwono Kusumaatmadja dan dua tahun kemudian Ade Sudaryati. Sarwono kelak juga menjadi figur penting dalam pemerintahan. Ia menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Lingkungan Hidup, serta Menteri Kelautan dan Perikanan.
Sebelum dipercaya menjadi Menteri Luar Negeri menggantikan Adam Malik yang terpilih sebagai Wakil Presiden, Mochtar sempat menjabat Menteri Kehakiman. Presiden Soeharto sebenarnya berniat mempertahankannya dalam kabinet dan bahkan menawarkan posisi Ketua Mahkamah Agung. "Namun abang saya menolak," kata Sarwono seperti dilaporkan Majalahdetik edisi 2 Juni 2015.







