TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Praktik pembalakan liar di kawasan hutan lindung Dusun Malenteng, Desa Erelembang, Kecamatan Tombolopao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) masih terus diselidiki polisi.
Hasil penyelidikan sementara, polisi menemukan adanya izin pengelolaan kawasan hutan seluas 3.000 hektar dikeluarkan oleh pihak kehutanan.
Namun, izin tersebut hanya diperuntukkan bagi pengelolaan getah pinus.
Bukan untuk kegiatan penebangan pohon.
Kasat Reskrim Polres Gowa, AKP Bachtiar mengatakan, izin itu kini menjadi fokus penyelidikan dalam pengungkapan kasus illegal logging.
“Memang ada izin pengelolaan hutan seluas tiga ribu hektare, tetapi izin tersebut hanya untuk mengolah getah pinus, bukan melakukan penebangan hutan,” katanya, Kamis (25/12/2025).
Dalam pengembangan kasus, polisi juga menemukan satu unit alat berat ekskavator.
Baca juga: Bupati Gowa Pimpin Penghijauan Besar-besaran, 10.000 Pohon Ditanam di Dataran Tinggi
Alat berat itu diduga digunakan untuk merambah kawasan hutan lindung.
Alat berat tersebut ditemukan disembunyikan di tengah hutan Desa Langi, Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone.
“Kemarin kami menemukan barang bukti alat berat diduga digunakan untuk merambah hutan di wilayah Bontocani, Kabupaten Bone,” ujarnya.
Diketahui, lokasi penebangan pohon di kawasan hutan di Tombolopao ini berbatasan dengan Bone, Maros dan Sinjai
Bahtiar menyebut polisi telah mengantongi sejumlah nama diduga terlibat dalam praktik pembalakan liar tersebut.
“Sejumlah nama yang kami duga terlibat sudah kami panggil secara tertulis," ucap Bahtiar
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala KPH Jeneberang, Khalid, menyebut pemilik izin dalam hal ini Koperasi Serba Usaha (KSU)
“Sebenarnya KSU yang dirugikan kalau dia tidak tahu terkait aktivitas alat berat itu di arealnya. Tapi nanti polisi yang buktikan betul tidaknya KSU pemilik izin tahu,” kata Khalid.
Khalid menjelaskan KSU memiliki izin perhutanan sosial seluas sekitar 3.000 hektar di wilayah Tombolopao.
Luas lokasi dibuka 1,075 hektare sesuai pengukurannya KPH Jenneberang.
Ia menyebut, di dalam kawasan tersebut terdapat klaim lahan oleh sejumlah warga.
“Dalam kawasan ini ada masyarakat yang ongko-ongko dan mengaku lahan itu miliknya, padahal sebenarnya kawasan hutan negara. Ada yang mengaku milik neneknya dulu,” ujarnya.
Ia menyebut, khusus di lokasi dirambah, seorang warga berinisial MY mengklaim lahan tersebut sebagai milik keluarganya sejak lama.
Namun, apakah aktivitas MY tersebut diketahui oleh pemilik izin KSU, hingga kini belum dapat dipastikan.
Khalid menegaskan pembukaan lahan di kawasan hutan lindung berpotensi pidana jika terbukti melanggar hukum.
Sementara terhadap pemilik izin, sanksi administratif juga bisa dikenakan jika terbukti lalai menjalankan kewajiban pengelolaan.
“Kalau pemilik izin dianggap lalai, izinnya bisa dievaluasi dan kalau perlu dicabut,” ujarnya.
Khalid menjelaskan, aktivitas diperbolehkan bagi KSU telah diatur dalam Rencana Kerja Perhutanan Sosial (RKPS).
“Yang boleh dilakukan itu pengelolaan hasil hutan bukan kayu seperti penyadapan getah pinus, agroforestri, dan agrowisata,” jelasnya.
Dusun Malenteng, Desa Erelembang, Kecamatan Tombolopao, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan (Sulsel), Jumat (12/12/2025) pukul 03 00 Wita
Tim gabungan ini dipimpin langsung Wakil Bupati Gowa Darmawangsyah Muin dan Kapolres Gowa AKBP Muhammad Aldy Sulaiman.
Peninjauan dilakukan setelah adanya laporan masyarakat terkait dugaan illegal logging dan pembukaan lahan besar-besaran di kawasan dataran tinggi tersebut.
Lokasi perambahan berada sekira 96 kilometer dari Sungguminasa, ibu kota Kabupaten Gowa.
Perjalanan menuju lokasi memakan waktu 4 hingga 5 jam menggunakan mobil.
Dengan melewati jalur pegunungan yang berliku.
Kecamatan Tombolo Pao sendiri merupakan salah satu wilayah dataran tinggi Gowa.
Dari ruas jalanan menuju TKP, harus berjalan kaki sejauh 500 hingga 700 meter.
Kondisi medannya terjal dan licin.
Usai meninjau lokasi, Wakil Bupati Gowa, Darmawangsyah Muin mengaku sangat prihatin dengan kondisi tersebut.
Kawasan hutan lindung terlihat gundul yang sebelumnya banyak ditumbuhi pohon.
"Ini adalah kejahatan lingkungan. Kita melihat langsung pembukaan lahan puluhan hektar," kata Darmawangsyah yang memakai kaos putih dan jaket hitam ini
"Sebagai pemerintah Kabupaten Gowa, kami sangat menyayangkan dan sedih melihat kondisi hutan kita,” sambungnya
Ia menegaskan meski wilayah hutan lindung berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan pemerintah pusat.
Namun dampaknya akan langsung dirasakan oleh masyarakat Gowa.
“Jika terjadi bencana, masyarakat Gowa terdampak. Karena itu kami datang bersama tim Polres Gowa , KPH dan seluruh jajaran untuk menyaksikan langsung kerusakan yang terjadi,” tegasnya.
Ia meminta Polres Gowa bertindak tegas untuk menghentikan praktik perambahan hutan membahayakan keberlanjutan lingkungan.
Kapolres Gowa, AKBP Muhammad Aldy Sulaiman menjelaskan pihaknya langsung bergerak setelah menerima laporan masyarakat.
“Kami sudah memasang police line dan selanjutnya akan melakukan pemeriksaan saksi-saksi secara intensif," ujarnya.
Dari hasil peninjauan, ditemukan jejak roda alat berat serta sebuah bukit yang terbelah.
Hal ini kata dia, mengindikasikan adanya aktivitas pengerjaan skala besar.
“Kerusakan seperti ini tidak mungkin dilakukan dengan alat tradisional. Besok penyidik bersama KPH akan melakukan pengukuran untuk mengetahui luas kerusakan,” tambahnya.
Ia menegaskan siapa pun pelaku perambahan hutan akan diproses sesuai hukum.
“Siapapun yang melakukan tindak pidana ilegal logging akan mempertanggungjawabkan perbuatannya," ucapnya
Apalagi menurutnya, dampaknya bisa menyebabkan bencana seperti longsor dan banjir yang merugikan masyarakat Gowa.(*)
Laporan TribunGowa.com, Sayyid Zulfadli