Dari Lilin Malam Kudus hingga Tradisi Pesiar, Indahnya Natal di Kota Manado Sulut
December 26, 2025 11:12 AM

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID -  Perayaan Natal di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut)  berlangsung aman dan damai, Kamis (25/12/2025). 

Umat Kristen membanjiri gereja-gereja untuk menghadiri ibadah Natal. 

Tradisi pasiar Natal pun berlanjut tahun ini. 

Di Gereja Sentrum Manado, umat Kristen menghadiri ibadah Natal yang digelar tiga kali yakni subuh, pagi dan malam. 

Pada ibadah pagi, umat berkesempatan bertemu Menteri Agama RI Nasaruddin Umar yang mendatangi Gereja tersebut. 

Pada kesempatan itu, Menteri Agama menyampaikan rasa bahagianya dapat merayakan sukacita Natal bersama masyarakat Sulut. 

"Selamat hari Natal," kata dia. 

Ia mengajak umat Kristen untuk memaknai Natal dengan penuh kesederhanaan dan kepedulian. 

Sebut dia, bencana yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia harusnya menggugah empati setiap anak bangsa. 

"Di tengah sukacita Natal, kita harus mengingat saudara saudara kita yang alami musibah di beberapa daerah," kata dia. 

Di Gereja Mimbar Reformed Injili Indonesia (MRII) Manado, perayaan Natal berlangsung khusyuk. 

Ratusan umat yang hadir larut dalam perenungan mendalam Yesus tentang makna kandang tempat kelahiran Yesus sebagai tempat perlawanan terhadap dunia yang arogan. 

Khotbah dibawakan Pendeta Calvin Bangun. 

Di penghujung ibadah, digelar Candle service, dimana tiap orang menyalakan lilin dan mengumandangkan 
lagu Malam Kudus. 

PESIAR NATAL

Tradisi pesiar Natal berlangsung semarak namun penuh makna Kristiani. 

Amatan Tribunmanado.com, Kamis (25/12/2025), pasiar Natal berlangsung setelah Gereja pagi usai.

Warga saling berkunjung ke rumah. 

Disana salam-salaman terjadi, yang dilanjutkan dengan makan hidangan Natal serta kue.

Kadang acara berlanjut dengan nyanyi nyanyi. 

Tradisi pasiar ini bukan hanya terjadi antara warga Kristen. 

Tapi juga umat non Kristen. Mereka berkunjung ke rumah teman dan handai taulan yang beragama Kristen dan mengucapkan selamat Natal. 

Pasiar Natal juga jadi momen meluapkan rindu kepada keluarga.

Olivia seorang warga mengaku pulang kampung dan Natalan bersama keluarga di Minut.

"Saya kerja di luar dan nanti pulang saat Natal," kata dia. 

Hanya sekali setahun Olivia bisa ketemu keluarga besarnya yakni di hari Natal. 

Kesempatan itu ia menfaatkan sebaik baiknya.

"Saya pesiar ke seluruh keluarga di Minut, Manado dan Tomohon, bahagia 
rasanya," katanya. 

Natal kali ini pun terasa penuh berkah bagi semua sejumlah warga. 

Anis petani Kopra mengaku hasil sejumlah komoditi pangan yang meningkat membuat mereka bisa 
merayakan Natal dengan penuh ucapan syukur. 

"Puji Tuhan kami bisa menjamu keluarga, saudara dan teman teman," katanya.

Sejarah Gereja Sentrum Manado

Sejarah gereja yang terletak di Jalan Sarapung Nomor 1, Pinesaan, Wenang, Manado, itu berawal pada tahun 1975.

Saat itu, pendeta asal Belanda berkunjung ke Manado.

Dalam kunjungan tersebut, pendeta itu menemukan sekelompok orang yang telah beribadah di lokasi yang kini menjadi GMIM Sentrum.

“Peristiwa itu kemudian ditetapkan sebagai titik awal perkembangan Kekristenan di Manado," jelas Pendeta Esther.

Awalnya GMIM Sentrum bernama Oude Kerk yang berada di bawah binaan Indische Kerk atau gereja negara pada awal tahun 1677.

Pada masa penjajahan VOC, GMIM Sentrum menjadi pusat kegiatan Kekristenan dengan pendeta pertama di Manado yang berasal dari Belanda. 

Di tengah perjalanan, muncul ketidakpuasan dengan rohani yang diurus negara.
Akhirnya terbentuklah Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) pada 1993.

Hal itu membuat gereja-gereja di Tanah Minahasa yang mencakup Kota Manado, Bitung, dan Kabupaten Minahasa berdiri sendiri dengan nama GMIM.

Saat itu, GMIM Sentrum tidak lagi menjadi pusat kekristenan, melainkan menjadi salah satu jemaat dalam lingkup GMIM.

Pada masa kependudukan Jepang, GMIM Sentrum menjadi markas Manado Syuu Kiri Sutokyop Kookai (MSKK).

Sayangnya, GMIM Sentrum hancur dibom pada masa Perang Dunia II.

Hal itu yang membuat dibangunnya Tugu Perang Dunia II di samping GMIM Sentrum.

Nama Sentrum sendiri baru dikenal luas setelah kemerdekaan Indonesia. 

Penamaan tersebut terinspirasi dari letak gereja yang strategis di pusat Kota Manado, sehingga kerap dijadikan patokan atau titik nol kawasan kota.

Saat ini, GMIM Sentrum Manado terus berkembang sebagai pusat persekutuan jemaat. 

Jumlah jemaat GMIM Sentrum kini mencapai 340 kepala keluarga dengan total anggota sebanyak 1.035 orang.

“Gereja ini terus berperan sebagai tempat pembinaan iman sekaligus ruang kebersamaan jemaat dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat,” tutupnya.(Art/Isv) 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.