TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KETAPANG - Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Ketapang mendeportasi tiga warga negara asing (WNA) asal Tiongkok yang terbukti melakukan aktivitas kerja ilegal di wilayah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Ketiga WNA tersebut masing-masing berinisial JX, CW, dan XB. Mereka diketahui bekerja di pertambangan emas ilegal yang berada di Kecamatan Matan Hilir Selatan.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Ketapang, Benny Septiyadi, mengatakan tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan telah dilaksanakan melalui Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta pada Kamis 25 Desember 2025.
Benny menjelaskan, pengungkapan kasus ini bermula saat ketiga WNA tersebut berupaya meninggalkan wilayah Indonesia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong.
"Mengetahui adanya upaya keberangkatan tersebut, Tim Seksi Intelijen dan Penindakan Imigrasi Ketapang langsung berkoordinasi dengan Kantor Imigrasi Entikong untuk melakukan penundaan," ujar Benny dalam keterangannya, Jumat 26 Desember 2025.
Hasil koordinasi itu membuahkan hasil. Ketiga WNA berhasil diamankan dan kemudian dibawa kembali ke Ketapang untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Baca juga: Gunakan Excavator, Penambang Emas Ilegal di Ketapang Raup 50 Gram Emas per Minggu
Selama proses pemeriksaan, ketiganya ditempatkan di ruang detensi Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Ketapang.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa ketiga WNA tersebut melanggar ketentuan keimigrasian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
"Terhadap yang bersangkutan kami kenakan sanksi deportasi dan penangkalan. Mereka dipulangkan ke negara asal serta dimasukkan ke dalam daftar penangkalan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," tegas Benny.
Ia menambahkan, langkah tersebut merupakan bentuk komitmen Imigrasi Ketapang dalam menegakkan hukum keimigrasian serta menjaga keamanan dan kedaulatan negara.
Benny juga mengimbau masyarakat agar turut berperan aktif melaporkan keberadaan maupun aktivitas orang asing yang mencurigakan di lingkungan sekitar guna mendukung pengawasan keimigrasian. (*)