SRIPOKU.COM - Jika Anda menyusuri jalanan Kota Palembang, Anda akan melihat bentuk segitiga yang khas menghiasi puncak gedung perkantoran, gerbang masuk, hingga tugu-tugu di sudut kota.
Itulah Tanjak, simbol kewibawaan yang kini menjadi identitas visual paling ikonik di Bumi Sriwijaya.
Namun, tahukah Anda bahwa Tanjak bukan sekadar aksesori fesyen atau hiasan bangunan?
Baca juga: Dulu Viral Disebut Venesia, Bagaimana Kondisi Sekanak Lambidaro Palembang Sekarang?
Ada filosofi mendalam dan sejarah panjang yang tersemat di balik lipatan kainnya.
Dikutip dari laman resmi kesultanan Palembang, Tanjak Palembang merupakan sebuah ikat kepala yang biasa dipergunakan masyarakat melayu sebagai tanda dan ciri khas dari masyarakat yang berdiam disana.
Di Palembang, Tanjak biasanya kerap dikenakan di dalam acara-acara penting, seperti pernikahan, acara pemerintah ataupun adat.
bahan dasar tanjak dari songket dan berbentuk segitiga, namun ternyata tanjak sendiri memiliki banyak jenis dan motif bahkan tanjak juga ada yang berbahan dasar batik.
Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin dalam penjelasannya menerangakan bahwa tanjak sudah mulai dipakai sejak abad ke 8 dijaman Kerajaan Sriwijaya.
“Menurut sebuah prespektif, konon katanya orang-orang Melayu Sriwijayalah yang pertama kali menggunakan tanjak dalam keseharian mereka," katanya.
Lebih lanjut Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin menjelaskan bahwa bila adanya lipatan kain di tanjak memiliki filosofi tersendiri, dan biasanya lipatan di tanjak berjumlah ganjil.
Serta banyak jenis dan motif tanjak yang biasa digunakan, salah satu contohnya, tanjak yang dikenakan saat berperang tak ada lipatan khusus, jadi tanjak yang digunakan bermodel simpel hanya berbentuk segitiga saja.
Untuk itu, simak penjelasan mengenai filosofi bentuk segitia pada Tanjak Palembang
Kemdikbud RI hanya meresmikan 3 jenis tanjak Palembang yakni :
- Tanjak Meler yang terbuat dari kain tenunan tradisional Palembang sekitar tahun 1870.
- Tanjak Kepodang yang terbuat dari kain tenunan Palembang sekitar tahun 1900.
- Tanjak Belah Mumbang yaitu Tanjak khusus untuk penutup kepala Pangeran Nato Dirajo dan keturunannya.
Menurut Sejarahwan dan Dosen UIN Raden Fatah Palembang, Kemas Ari Panji tanjak itu berasal dari bahasa Palembang yang artinya nanjak, atau meninggi.
Hal tersebut membuat tanjak berbentuk segitiga dan memiliki ujung yang lancip.
Tidak hanya itu, tanjak ditaruh di atas kepala karena posisi kepala adalah bagian tubuh yang paling atas atau paling dimuliakan.
Tanjak yang terbuat dari kain songket dan batik Palembang juga memiliki motif yang berbeda dari daerah lain, seperti ornamen yang ada di beberapa tempat di Palembang memiliki ciri khas sendiri sebagai identitas wilayah.
Sebagai salah satu yang bergerak untuk melestarikan tanjak Palembang, Kemas meminta agar adanya kerjasama antara penggiat sejarah, pengrajin tanjak dan pemerintah dalam hal ini Dinas Kebudayaan Kota Palembang untuk membuat Tanjak Palembang lebih dekat dengan warga Palembang.
1. Akar Sejarah: Warisan Kesultanan Palembang Darussalam
Tanjak awalnya merupakan penutup kepala bangsawan dan pria di lingkungan Kesultanan Palembang Darussalam.
Menggunakan Tanjak berarti menunjukkan status sosial dan asal-usul seseorang.
Dahulu, jenis lipatan dan bahan kain (seperti Songket atau Angkinan) menunjukkan jabatan atau kasta pemakainya.
2. Filosofi Bentuk Segitiga: Menuju Sang Pencipta
Secara visual, Tanjak berbentuk runcing ke atas yang membentuk segitiga.
Bentuk ini melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan (Hablum Minallah).
Puncaknya yang menjulang ke langit menjadi pengingat bagi pemakainya untuk selalu menjaga akhlak dan ketakwaan.
Selain itu, bentuk segitiga juga melambangkan keberanian dan ketegasan lelaki Palembang.
3. Makna di Balik Nama
Nama "Tanjak" berasal dari kata "nanjak" yang berarti naik atau menjulang ke tempat yang tinggi.
Hal ini menyiratkan doa dan harapan agar si pemakai memiliki derajat yang tinggi, karier yang menanjak, dan kehormatan yang terjaga.
4. Akulturasi dan Identitas Modern
Saat ini, Tanjak telah mengalami rebrand menjadi identitas kota.
Penggunaan ornamen Tanjak pada arsitektur bangunan di Palembang (seperti yang terlihat di area Sekanak Lambidaro dan perkantoran pemerintah) adalah upaya untuk menghidupkan kembali ruh budaya Melayu-Palembang di tengah modernisasi.
5. Jenis-Jenis Tanjak yang Populer
Ada beberapa jenis lipatan Tanjak yang dikenal di Palembang, di antaranya:
Tanjak Kepodang: Jenis yang paling sering dilihat dalam acara adat.
Tanjak Meler: Biasanya digunakan oleh kaum bangsawan dengan ciri khas kain yang menjuntai.
Tanjak Belah Mumbang: Simbol untuk pemimpin atau pemuda yang gagah berani.
Mengenakan atau memajang simbol Tanjak adalah cara masyarakat Palembang menghargai akar budaya mereka.
Ia adalah pengingat bahwa di balik kemajuan kota yang pesat, ada marwah dan kehormatan sejarah yang harus tetap dijunjung tinggi atau dinanjakkan.***