Profil Ormas Madas, Bantah Terlibat Pembongkaran Rumah dan Usir Nenek Elina, Ini Sosok Ketumnya
December 27, 2025 12:32 PM

TRIBUNSUMSEL.COM - Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Madura Asli (Madas) membantah disebut terlibat dalam pembongkaran dan pengusiran Nenek Elina Widjajati (80) di Dukuh Kuwukan, Surabaya.

MADAS adalah singkatan dari Madura Asli, sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas) yang berbasis pada ikatan kesukuan warga keturunan Madura.

Meskipun berpusat di Jawa Timur, namun anggota Madas tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Surabaya.

Adapun saat ini yang menjadi Ketua Umum Madura Asli (MADAS) Sedarah bernama Moch Taufik.

Sebelumnya, Ketua dewan pimpinan pusat Madas diketuai oleh H. Berlian Ismail Marzuki, S.H. 

Sementara Koordinator Madas diketahui bernama Muhammad Yasin.

Ormas Madas kini tengah jadi sorotan publik setelah ramai disebut terlibat pembongkaran paksa dan usir Nenek Elina.

Ketua Umum Madura Asli (MADAS) Sedarah, Moch Taufik mengatakan, peristiwa tersebut bukan terjadi pada pekan ini, melainkan pada Bulan Agustus 2025, tatkala dirinya belum menjadi ketua umum.

Baca juga: Ormas Madas Temui Nenek Elina Bantah Ikut Robohkan dan Usir dari Rumah, Klaim Ulah Kelompok Lain

Aksi yang dilakukan oleh pihak yang mengaku sebagai anggota ormas MADAS itu dilakukan sebelum orang tersebut tergabung secara resmi ke dalam ormasnya. 

"Ini yang harus dikonkretkan bahwa kejadian itu sebelum saya menjadi ketua umum," ujarnya saat dihubungi TribunJatim.com, pada Jumat (26/12/2025). 

MADAS - Koordinator Madas, Muhammad Yasin memberikan keterangan pada awak media di Surabaya, Jumat (26/12/2025). Ia membantah anggotanya terlibat pembongkaran rumah nenek Elina.
MADAS - Koordinator Madas, Muhammad Yasin memberikan keterangan pada awak media di Surabaya, Jumat (26/12/2025). Ia membantah anggotanya terlibat pembongkaran rumah nenek Elina. (Kompas.com/Tangkapan Layar YouTube KompasTV))

Kemudian, kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang mengaku sebagai anggota Ormas MADAS bukan bertindak atas dasar perintah organisasi, melainkan murni kehendak pribadi pada pihak yang bersangkutan.

Pihak tersebut melakukan kegiatan atas dasar ajakan dari pihak anggota tim kuasa hukum kubu yang mengklaim memiliki surat sah atas bangunan rumah tersebut. 

"Selanjutnya, berangkatnya mereka itu dari kantor hukum dari kantor pengacara itu yang mendampingi atau bahkan diberikan kuasa oleh yang mengklaim seseorang yang memiliki tanah tersebut yang lawannya nenek itu," katanya. 

Baca juga: Alasan Samuel Ardi Bongkar Paksa Rumah Nenek Elina Tanpa Lewat Pengadilan, Bantah Lakukan Kekerasan

Moch Taufik juga menambahkan, upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut sudah dibarengi dengan langkah humanis dan persuasif beberapa waktu sebelum adanya kejadian tersebut.

Kendati demikian, ia tidak akan memcampuri urusan persengketaan kepemilikan bangunan tersebut antara pihak Nenek Elina dan kubu lain yang mengklaim memiliki bukti autentik kepemilikan bangunan

"Upaya-upaya itu secara kekeluargaan itu jauh sebelumnya hasil klarifikasi kami, itu sudah dilakukan dengan cara baik-baik, dengan cara menunjukkan dokumen, dan seterusnya dan seterusnya. Kami tidak akan masuk di rasana biarlah proses hukum yang berjalan," terangnya.

Ormas Madas Bantah Terlibat

Sementara itu, Koordinator Madas, Muhammad Yasin, berpesan kepada semua anggota Madas agar tidak merampas hak orang lain. 

"Jadi, saya berpesan semua kepada anggota Madas seluruh Indonesia, marilah kita melakukan kebaikan. Jangan sampai menyakiti orang lain apalagi mau rampas haknya orang lain," kata Yasin. 

Yasin pun mempersilakan pihak kepolisian memproses hukum anggota ormas yang terlibat, tak terkecuali dari ormas Madas yang diduga merampas hak orang lain. 

"Jadi, yang kemarin viral di Surabaya, itu harus diproses hukum, meskipun anggota Madas pun harus diproses hukum," ucap Yasin. 

Ia menegaskan ormas Madas dibentuk bukan untuk menyakiti. Tapi, sebaliknya untuk membantu orang lain. 

Setelah kejadian tersebut, Ormas Madas menemui nenek Elina di kediamannya.

Kunjungan tersebut dikonfirmasi oleh Bhabinkamtibmas Polsek Tandes, Aiptu Rosuli Amri Naim.

"Jadi, di sini dari pihak Madas iktikad baik menemui Ibu Elina, dan juga untuk menyampaikan klarifikasi bahwasanya yang kemarin kejadian itu bukan dari Madas, tapi dari kelompok lain, dari ormas lain," katanya di Surabaya, Jumat, dipantau dari video YouTube KompasTV. 

Kronologi

Sebelumnya, Wakil Wali Kota Surabaya Armuji menjelaskan kronologi dugaan pengusiran paksa lansia bernama Elina (80) dari rumahnya di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Sambikerep, Surabaya, Jawa Timur.

Dia mengatakan kejadian bermula pada 4 Agustus 2025 saat rumah Elina didatangi seseorang bernama Samuel.

"Pada tanggal 4 Agustus 2025, ini rumah nenek didatangi yang namanya Samuel dan segerombolan orang yang tentunya itu juga ada suruhan Samuel, terus mungkin memperingatkan Nenek Elina yang ada di sana," kata Armuji, Kamis (25/12/2025), dalam program Kompas Petang KompasTV. 

Setelah itu, Armuji mengungkapkan Samuel dan gerombolannya kembali mendatangi Nenek Elina pada 6 Agustus 2025. 

"Mereka langsung mengusir Nenek Elina, dipaksa untuk keluar rumah. Katanya Samuel bilang, rumah tersebut sudah dibeli dari yang namanya Elisa. Elisa ini adalah kakak atau saudaranya nenek Elina yang sudah meninggal," jelasnya. 

Armuji mengatakan, setelah Nenek Elina keluar dari rumah tersebut, selang beberapa hari kemudian Samuel Cs mengosongkan rumah Nenek Elina menggunakan alat berat.

"Tentunya pengosongan itu segala barang-barang yang ada di dalam rumah nenek, baik itu barang rumah tangga maupun dokumen-dokumen resmi," ujarnya. 

Menurut penuturannya, Nenek Elina mengaku tidak pernah menjual lahan atau rumah tersebut. 

"Pengakuan nenek Elina, mereka tidak menjual lahan maupun rumah tersebut. Tetapi pengakuan Samuel, mereka membeli ke Elisa," terangnya. 

Namun, Armuji mengatakan Samuel Cs belum menunjukkan bukti pembelian rumah. 

"Begitu mereka disuruh nunjukkan sertifikat maupun alasannya pada saat si pengacaranya nenek Elina, mereka juga belum bisa menunjukkan. Waktu ketemu saya, mereka juga belum membawa surat maupun bukti-bukti kepemilikan atau jual beli," ujarnya. 

Setelah adanya insiden pengusiran paksa, Armuji mengaku sempat mempertanyakannya kepada RT dan RW setempat. 

"RT/RW mengatakan, mereka katanya sudah melakukan komunikasi, tapi kan enggak mungkin. Saya sangat heran. Jadi tidak ada empatinya RT/RW yang di sana maupun masyarakatnya terhadap nenek tersebut. Ini sempat saya marah," ucapnya. 

Terlepas dari adanya sengketa atau masalah lahan di rumah Nenek Elina, Armuji menyebut dirinya mengecam dugaan tindakan brutal dan kekerasan yang dilakukan Samuel Cs kepada Nenek Elina.

Ia dengan tegas menyatakan akan memantau dan mengawal kasus ini sampai Polda Jawa Timur bisa memberikan penjelasan secara gamblang dan jelas atas kasus ini.

Armuji juga menyayangkan sikap RT dan RW setempat yang tidak membela Nenek Elina yang sudah 11 tahun tinggal di lingkungan tersebut.

"Kalau RT/RW sampai tidak ada respons atau penghalangan dalam pengusiran maupun penghancuran rumah nenek tersebut, ini saya bilang ya sangat kebacut, sangat ironis sekalilah hal semacam ini. Saya sebagai kepala daerah sangat menyayangkan," ungkapnya.

Kronologi Versi Nenek Elina

Sementara, kuasa hukum korban, Wellem Mintarja menyebut kliennya diusir secara paksa dari rumahnya yang berada di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya.

"Kurang lebih ada 20 sampai 30 orang yang datang dan melakukan pengusiran secara paksa. Ini jelas eksekusi tanpa adanya putusan pengadilan,” kata Wellem, Rabu (24/12/2025), dikutip Kompas.com

Wellem menjelaskan, peristiwa tersebut terjadi siang hari saat Elina menolak keluar rumah. Nenek lansia tersebut justru ditarik dan diangkat secara paksa oleh empat hingga lima orang demi mengosongkan bangunan. 

Saat kejadian, di dalam rumah juga terdapat balita berusia 5 tahun, bayi 1,5 bulan, serta ibu dan lansia lainnya.

“Korban ditarik, diangkat, lalu dikeluarkan dari rumah. Ada saksi dan videonya. Nenek ini sampai bibirnya berdarah,” ungkap Wellem.

Wellem mengatakan, sebidang tanah berukuran 4x23 meter dengan total luas 92 meter persegi tersebut ditinggali Elina sejak tahun 2011 bersama Musmirah bersama Sari Murita Purwandari, Dedy Suhendra, dan Iwan Effendy.

Tanah tersebut diklaim sebagai milik atas nama Elisa Irawati kemudian jatuh ke ahli waris Elina bersama lima orang lainnya. 

"Bertempat tinggalnya secara tetap mereka semua ini di rumah (obyek tanah dengan bangunan) tersebut diketahui secara umum oleh masyarakat sekitar dan teman-teman maupun handai tolan lainnya,” kata Willem.

Setelah para penghuni dikeluarkan paksa, rumah tersebut dipalang dan tidak diperbolehkan dimasuki kembali. Beberapa hari kemudian, muncul alat berat yang meratakan bangunan tersebut dengan tanah setelah barang-barang di dalamnya diangkut menggunakan pikap tanpa izin penghuni.

Elina mengungkapkan perlakuan kasar yang dialaminya saat pengusiran tersebut. Tubuhnya diseret dan diangkat keluar dari rumah yang telah ia huni sejak 2011. 

“Hidung dan bibir saya berdarah, wajah saya juga memar,” tutur Elina.

Selain mengalami luka fisik, Elina mengaku kehilangan seluruh barang miliknya, termasuk sejumlah sertifikat penting yang diduga ikut raib saat pengosongan paksa.

Ia pun menuntut adanya pertanggungjawaban atas hilangnya dokumen dan rusaknya bangunan miliknya. 

“Barang saya hilang semua, ada beberapa sertifikat juga. Ya minta ganti rugi,” kata Elina.

Pihak kuasa hukum telah melaporkan kejadian ini ke Polda Jawa Timur dengan nomor laporan LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR terkait dugaan pengeroyokan dan perusakan secara bersama-sama sesuai Pasal 170 KUHP pada 29 Oktober 2025.

Wellem menegaskan akan melaporkan kasus ini secara bertahap, termasuk dugaan pencurian dokumen dan masuk pekarangan orang tanpa izin.

Wellem mengatakan, perobohan bangunan dilakukan tanpa melalui suatu perintah pengadilan atau dengan kata lain tidak dilakukan eksekusi melalui pengadilan melainkan oleh kelompok perorangan.

Setelahnya, muncul keterangan akta jual beli Nomor: 38/2025 Notaris/PPAT Surabaya Dedy Wijaya oleh S pada 24 September 2025.

"Di mana tercantum bahwa jual beli objek tanah antara S selaku penjual dan S juga selaku pembeli,” terang Wellem.

Kemudian pada 23 September 2025 Elina melakukan pengecekan ke Kelurahan Lontar dan mendapati tanah tersebut masih atas nama Elisa Irawati. 

Tetapi, oleh S kemudian dipasang banner bertuliskan ”DIJUAL TANAH uk. +350 M2 (Lbr : 17,5 M) EKO : 0851 7812 7547”.

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.