TRIBUNSUMSEL.COM - Samuel Ardi Kristanto (44) sosok yang disebut-sebut sebagai pihak yang perintahkan bongkar rumah nenek Elina Widjajati (80) di Jalan Kuwukan, Kecamatan Sambikerep, Surabaya, Jawa Timur menemui Ketua Umum Madura Asli (MADAS) Sedarah Moch Taufik bantah ormas Madura Asli (Madas) Sedarah terlibat.
Lewat Youtube Bung Taufik yang dikutip Tribun Sumsel, Sabtu (27/12/2025), Samuel membantah adanya oknum yang membantunya ormas Madas.
Namun diakui Samuel bahwa dirinya memanggil temannya bernama Yasin untuk saat pembongkaran dan pengusiran nenek Elina.
"Tidak ada madas atau organisasi lain di situ, karena murni saya hanya memanggil pak Yasin selaku teman untuk membantu saya supaya kalau terjadi keributan saya bisa diselamatkan," kata Samuel.
Baca juga: Sosok Bung Taufik Ketum Madas, Disorot Pasca Anggota Disebut Terlibat Pembongkaran Rumah Nenek Elina
Bung Taufik pun menanyakan soal sosok yang sebenarnya terlibat pembongkaran rumah nenek Elina.
"Orang yang melakukan pembongkaran itu siapa sebenarnya apakah pak Yasin atau Madas ?," tanya bung Taufik.
Samuel mengaku oknum yang terlibat sebenarnya orang suruhannya, bukan Yasin atau pun ormas Madas.
"Waktu melakukan pembongkaran itu murni orang saya pak, tidak ada orangnya pak Yasin, tidak ada ormas," kata Samuel.
Baca juga: Warga Demo Desak Penetapan Tersangka Usai Rumah Nenek Elina Dibongkar, Polda Jatim Periksa 6 Saksi
Ia pun mengaku bingung muncul nama ormas yang disebut-sebut terlibat dalam pembongkaran rumah nenek Elina.
"Munculnya nama ormas ini saya tidak tahu kenapa," terangnya.
Tak hanya itu, Bung Taufik juga mempertanyakan soal pernyataan pihak Elina yang menyebut keterlibatan ormas yang mengenakan baju Madas.
"Katanya ada tulisan baju Madas Malika," tanya Taufik.
Samuel pun menjelaskan bahwa baju yang dipakai pihaknya saat pembongkaran rumah nenek Elina ternyata baju imlek.
"Setelah saya kroscek saya lihat videonya saya ambil baju pak Yasin ternyata itu baju imlek tahun 2025," jelas Samuel.
Dengan tindakan pembongkaran hingga membuat ormas MAdas terkena imbas, Taufik sebagai ketum ormas Madas turut prihatin.
"Kami sangat prihatin, kami terdampak orang Madura seolah-olah jahat bahkan bubarkan madas, sementara kami ini punya kegiatan sosial, punya 14 ambulans untuk masyarakat dan ingin selalu berbuat baik," kata Bung Taufik.
Taufik pun mengecam segala bentuk tindak premanisme, terkhususnya terhadap kejadian pembongkaran paksa rumah nenek 80 tahun, Elina Wijayanti.
"Saya yang pertama tentu sebagai ketua umum, turut prihatin yang mendalam kejadian ini, kita juga sama-sama mengecam soal itu,” kata Ketua Umum DPP MADAS, Moch Taufik saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (27/12/2025), dikutip Kompas.com
"Kalau tindakan-tindakan arogansi, premanisme, dan seterusnya itu, kami tidak mau terjadi kepada siapapun itu, sebagai warga negara,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, pihaknya tidak pernah mendengar sama sekali rumor maupun informasi terkait pembongkaran paksa rumah tersebut saat terjadi pada Agustus 2025.
“Dan itu kejadiannya sudah lampau dari bulan Agustus, kenapa baru diangkatnya sekarang? Saya rasa itu tidak fair. Saya baru tahu infonya saja dari media,” ungkapnya.
Ia berharap proses penegakkan hukum secara adil dapat dilakukan antara kedua belah pihak.
“Silakan lakukan upaya-upaya hukum, tetapi dengan sesuai dengan hukum dan berkeadilan,” tuturnya.
“Jangan sampai framing ini, Polda Jawa Timur dalam hal ini melakukan proses penyelidikan maupun penyidikan itu merasa tertekan, tidak boleh begitu,” lanjutnya.
Sementara itu, Koordinator Madas, Muhammad Yasin, berpesan kepada semua anggota Madas agar tidak merampas hak orang lain.
"Jadi, saya berpesan semua kepada anggota Madas seluruh Indonesia, marilah kita melakukan kebaikan. Jangan sampai menyakiti orang lain apalagi mau rampas haknya orang lain," kata Yasin.
Yasin pun mempersilakan pihak kepolisian memproses hukum anggota ormas yang terlibat, tak terkecuali dari ormas Madas yang diduga merampas hak orang lain.
"Jadi, yang kemarin viral di Surabaya, itu harus diproses hukum, meskipun anggota Madas pun harus diproses hukum," ucap Yasin.
Ia menegaskan ormas Madas dibentuk bukan untuk menyakiti. Tapi, sebaliknya untuk membantu orang lain.
Setelah kejadian tersebut, Ormas Madas menemui nenek Elina di kediamannya.
Kunjungan tersebut dikonfirmasi oleh Bhabinkamtibmas Polsek Tandes, Aiptu Rosuli Amri Naim.
"Jadi, di sini dari pihak Madas iktikad baik menemui Ibu Elina, dan juga untuk menyampaikan klarifikasi bahwasanya yang kemarin kejadian itu bukan dari Madas, tapi dari kelompok lain, dari ormas lain," katanya di Surabaya, Jumat, dipantau dari video YouTube KompasTV.
Wakil Wali Kota Surabaya Armuji menjelaskan kronologi dugaan pengusiran paksa lansia bernama Elina (80) dari rumahnya di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Sambikerep, Surabaya, Jawa Timur.
Dia mengatakan kejadian bermula pada 4 Agustus 2025 saat rumah Elina didatangi seseorang bernama Samuel.
"Pada tanggal 4 Agustus 2025, ini rumah nenek didatangi yang namanya Samuel dan segerombolan orang yang tentunya itu juga ada suruhan Samuel, terus mungkin memperingatkan Nenek Elina yang ada di sana," kata Armuji, Kamis (25/12/2025), dalam program Kompas Petang KompasTV.
Setelah itu, Armuji mengungkapkan Samuel dan gerombolannya kembali mendatangi Nenek Elina pada 6 Agustus 2025.
"Mereka langsung mengusir Nenek Elina, dipaksa untuk keluar rumah. Katanya Samuel bilang, rumah tersebut sudah dibeli dari yang namanya Elisa. Elisa ini adalah kakak atau saudaranya nenek Elina yang sudah meninggal," jelasnya.
Armuji mengatakan, setelah Nenek Elina keluar dari rumah tersebut, selang beberapa hari kemudian Samuel Cs mengosongkan rumah Nenek Elina menggunakan alat berat.
"Tentunya pengosongan itu segala barang-barang yang ada di dalam rumah nenek, baik itu barang rumah tangga maupun dokumen-dokumen resmi," ujarnya.
Menurut penuturannya, Nenek Elina mengaku tidak pernah menjual lahan atau rumah tersebut.
"Pengakuan nenek Elina, mereka tidak menjual lahan maupun rumah tersebut. Tetapi pengakuan Samuel, mereka membeli ke Elisa," terangnya.
Namun, Armuji mengatakan Samuel Cs belum menunjukkan bukti pembelian rumah.
"Begitu mereka disuruh nunjukkan sertifikat maupun alasannya pada saat si pengacaranya nenek Elina, mereka juga belum bisa menunjukkan. Waktu ketemu saya, mereka juga belum membawa surat maupun bukti-bukti kepemilikan atau jual beli," ujarnya.
Setelah adanya insiden pengusiran paksa, Armuji mengaku sempat mempertanyakannya kepada RT dan RW setempat.
"RT/RW mengatakan, mereka katanya sudah melakukan komunikasi, tapi kan enggak mungkin. Saya sangat heran. Jadi tidak ada empatinya RT/RW yang di sana maupun masyarakatnya terhadap nenek tersebut. Ini sempat saya marah," ucapnya.
Terlepas dari adanya sengketa atau masalah lahan di rumah Nenek Elina, Armuji menyebut dirinya mengecam dugaan tindakan brutal dan kekerasan yang dilakukan Samuel Cs kepada Nenek Elina.
Ia dengan tegas menyatakan akan memantau dan mengawal kasus ini sampai Polda Jawa Timur bisa memberikan penjelasan secara gamblang dan jelas atas kasus ini.
Armuji juga menyayangkan sikap RT dan RW setempat yang tidak membela Nenek Elina yang sudah 11 tahun tinggal di lingkungan tersebut.
"Kalau RT/RW sampai tidak ada respons atau penghalangan dalam pengusiran maupun penghancuran rumah nenek tersebut, ini saya bilang ya sangat kebacut, sangat ironis sekalilah hal semacam ini. Saya sebagai kepala daerah sangat menyayangkan," ungkapnya.
Sementara, kuasa hukum korban, Wellem Mintarja menyebut kliennya diusir secara paksa dari rumahnya yang berada di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya.
"Kurang lebih ada 20 sampai 30 orang yang datang dan melakukan pengusiran secara paksa. Ini jelas eksekusi tanpa adanya putusan pengadilan,” kata Wellem, Rabu (24/12/2025), dikutip Kompas.com
Wellem menjelaskan, peristiwa tersebut terjadi siang hari saat Elina menolak keluar rumah. Nenek lansia tersebut justru ditarik dan diangkat secara paksa oleh empat hingga lima orang demi mengosongkan bangunan.
Saat kejadian, di dalam rumah juga terdapat balita berusia 5 tahun, bayi 1,5 bulan, serta ibu dan lansia lainnya.
“Korban ditarik, diangkat, lalu dikeluarkan dari rumah. Ada saksi dan videonya. Nenek ini sampai bibirnya berdarah,” ungkap Wellem.
Wellem mengatakan, sebidang tanah berukuran 4x23 meter dengan total luas 92 meter persegi tersebut ditinggali Elina sejak tahun 2011 bersama Musmirah bersama Sari Murita Purwandari, Dedy Suhendra, dan Iwan Effendy.
Tanah tersebut diklaim sebagai milik atas nama Elisa Irawati kemudian jatuh ke ahli waris Elina bersama lima orang lainnya.
"Bertempat tinggalnya secara tetap mereka semua ini di rumah (obyek tanah dengan bangunan) tersebut diketahui secara umum oleh masyarakat sekitar dan teman-teman maupun handai tolan lainnya,” kata Willem.
Setelah para penghuni dikeluarkan paksa, rumah tersebut dipalang dan tidak diperbolehkan dimasuki kembali. Beberapa hari kemudian, muncul alat berat yang meratakan bangunan tersebut dengan tanah setelah barang-barang di dalamnya diangkut menggunakan pikap tanpa izin penghuni.
Elina mengungkapkan perlakuan kasar yang dialaminya saat pengusiran tersebut. Tubuhnya diseret dan diangkat keluar dari rumah yang telah ia huni sejak 2011.
“Hidung dan bibir saya berdarah, wajah saya juga memar,” tutur Elina.
Selain mengalami luka fisik, Elina mengaku kehilangan seluruh barang miliknya, termasuk sejumlah sertifikat penting yang diduga ikut raib saat pengosongan paksa.
Ia pun menuntut adanya pertanggungjawaban atas hilangnya dokumen dan rusaknya bangunan miliknya.
“Barang saya hilang semua, ada beberapa sertifikat juga. Ya minta ganti rugi,” kata Elina.
Pihak kuasa hukum telah melaporkan kejadian ini ke Polda Jawa Timur dengan nomor laporan LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR terkait dugaan pengeroyokan dan perusakan secara bersama-sama sesuai Pasal 170 KUHP pada 29 Oktober 2025.
Wellem menegaskan akan melaporkan kasus ini secara bertahap, termasuk dugaan pencurian dokumen dan masuk pekarangan orang tanpa izin.
Wellem mengatakan, perobohan bangunan dilakukan tanpa melalui suatu perintah pengadilan atau dengan kata lain tidak dilakukan eksekusi melalui pengadilan melainkan oleh kelompok perorangan.
Setelahnya, muncul keterangan akta jual beli Nomor: 38/2025 Notaris/PPAT Surabaya Dedy Wijaya oleh S pada 24 September 2025.
"Di mana tercantum bahwa jual beli objek tanah antara S selaku penjual dan S juga selaku pembeli,” terang Wellem.
Kemudian pada 23 September 2025 Elina melakukan pengecekan ke Kelurahan Lontar dan mendapati tanah tersebut masih atas nama Elisa Irawati.
Tetapi, oleh S kemudian dipasang banner bertuliskan ”DIJUAL TANAH uk. +350 M2 (Lbr : 17,5 M) EKO : 0851 7812 7547”.
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com