TRIBUN-MEDAN.com - Seorang wanita mengungkapkan pengalaman pahit yang dialaminya kurang dari satu bulan setelah melahirkan anak pertamanya.
Dalam kondisi fisik dan mental yang belum pulih sepenuhnya, ia justru dihadapkan pada kenyataan pahit tentang suaminya, yang diketahui menjalin komunikasi dengan wanita lain.
Peristiwa tersebut terjadi saat sang bayi baru berusia tiga minggu.
Dikutip dari Eva.vn, Sabtu (27/12/2025), saat itu, perempuan tersebut masih menjalani masa nifas.
Tubuhnya masih merasakan nyeri pascaoperasi caesar, dengan luka yang belum sepenuhnya sembuh.
Hari-harinya diisi dengan rutinitas menyusui, memompa ASI, mengganti popok, serta merawat bayinya tanpa banyak waktu untuk beristirahat.
Sementara itu, sang suami kerap pulang lebih larut dari biasanya dengan alasan pekerjaan yang sedang banyak.
Dalam kondisi kelelahan, perempuan tersebut memilih untuk percaya dan tidak menaruh kecurigaan.
Hingga suatu saat, ponsel suaminya bergetar ketika pria itu sedang mandi.
Ia mengambil ponsel tersebut dengan maksud memastikan apakah ada pesan dari ibu mertuanya, yang sebelumnya berpesan akan menghubungi jika ada keperluan mendesak.
Namun, di layar ponsel justru muncul sebuah nama yang tidak dikenalnya, disertai pesan singkat bernada personal.
Wanita itu mengaku terkejut dan hatinya seakan terhenti.
Meski sadar seharusnya tidak membuka pesan tersebut, tangannya yang gemetar telah membuka kunci ponsel.
Ia kemudian menemukan rangkaian pesan yang bersifat samar, tanpa ungkapan cinta secara terang-terangan, tetapi berisi percakapan penuh perhatian, penghiburan, dan keluhan kelelahan dari suaminya.
Mengetahui hal tersebut, ia terduduk lemas di ranjang.
Ingatannya kembali pada masa kehamilan yang dijalaninya dengan penuh kesulitan, mulai dari mual berat, pembengkakan kaki, hingga malam-malam tanpa tidur karena gerakan janin.
Proses persalinan pun tidak mudah, dengan operasi caesar setelah lebih dari 12 jam menahan sakit kontraksi dan menandatangani persetujuan tindakan medis dalam kondisi panik.
Saat anaknya lahir dan menangis untuk pertama kali, ia merasakan campuran bahagia dan takut, dengan keyakinan bahwa kebersamaan suami istri akan mampu melewati semua tantangan.
Ketika suaminya keluar dari kamar mandi dan melihat ponsel berada di pangkuannya, wajah pria itu langsung berubah pucat.
Tidak ada pertengkaran dalam momen tersebut.
Wanita itu hanya mengajukan satu pertanyaan singkat mengenai identitas perempuan lain tersebut.
Suaminya terdiam cukup lama sebelum akhirnya menjelaskan bahwa perempuan tersebut hanyalah teman dari urusan pekerjaan, serta menegaskan tidak melakukan kesalahan apa pun.
Namun, penjelasan tersebut tidak sepenuhnya meredakan perasaan sang istri.
Ia mempertanyakan posisinya dalam kehidupan suaminya, terutama saat suaminya merasa lelah.
Dari percakapan itu terungkap bahwa suaminya merasa tidak diperhatikan dan menganggap dirinya seakan tidak terlihat dalam keluarga, karena perhatian istrinya lebih banyak tercurah pada anak yang baru lahir.
Fakta tersebut membuat perempuan itu terpukul.
Ia merasa disalahkan di saat dirinya baru saja melahirkan, dengan kondisi tubuh yang belum pulih dan kondisi psikologis yang rapuh.
Malam itu, bayinya menangis lebih sering.
Ia menggendong anaknya berulang kali sambil menahan air mata, bukan karena cemburu, melainkan karena perasaan gagal menjaga keutuhan rumah tangga.
Hari-hari berikutnya dilaluinya dengan perasaan berat.
Ia tetap menjalankan perannya sebagai ibu, menyusui, makan bubur, dan mengonsumsi obat, namun merasakan kekosongan batin.
Sang suami kemudian meminta maaf dan menyatakan akan memutus komunikasi dengan perempuan tersebut.
Meski demikian, ia menyadari bahwa masalah utama bukan terletak pada ponsel, melainkan pada jarak emosional yang perlahan terbentuk sejak masa kehamilan.
Wanita tersebut akhirnya memilih untuk berbicara terbuka kepada suaminya.
Ia mengungkapkan ketakutannya sebagai ibu baru dan menjelaskan bahwa dirinya tidak bermaksud mengabaikan suami, melainkan sedang berusaha menjalani peran baru dalam hidupnya.
Percakapan tersebut menjadi awal bagi keduanya untuk saling mendengarkan tanpa saling menyalahkan.
(cr31/tribun-medan.com)