Sosok Elisa Irawati, yang Diam-diam Jual Rumah Nenek Elina ke Samuel Picu Diusir dan Dibongkar Paksa
December 28, 2025 09:32 AM

TRIBUNSUMSEL.COM- Samuel Ardi Kristanto (44) mengaku memiliki surat-surat lengkap kepemilikan rumah Elina Widjajati (80) di Jalan Kuwukan, Kecamatan Sambikerep, Surabaya, Jawa Timur.

Belakangan sengketa kepemilikan tanah menjadi pangkal pengusiran dan pembongkaran secara paksa terhadap Elina Widjajanti dari rumah yang telah ditempatinya selama puluhan tahun.

Lewat unggahan Instagram @sholeh_lawyer yang dikutip Tribun Sumsel, Minggu (28/12/2025),  Samuel mengeklaim surat hak atas tanah yang ditempati Elina, dibelinya dari seseorang bernama Elisa Irawati.

Elisa sendiri merupakan kakak Elina, yang sudah meninggal tiga tahun setelah jual beli rumah pada 2017.

Baca juga: Samuel Terdiam Usai Disemprot Wawako Armuji Tak Ngaku Suruh Ormas Bongkar Paksa Rumah Nenek Elina

NENEK DIUSIR -  Samuel pria yang mengaku pembeli tanah nenek Elina Widjajati (80) akhirnya ditemui Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji.
NENEK DIUSIR - Samuel pria yang mengaku pembeli tanah nenek Elina Widjajati (80) akhirnya ditemui Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji. (Youtube/Tangkapan layar Youtube Kompas TV)

Diakui Samuel, ia memiliki akta jual beli (AJB) dari Elisa pada 2014 dengan notaris Dedi Wijaya.

Dalam akta notaris tersebut tertulis nama Elisa Irawati lahir di Sumenep, 2 Juli 1944.

Elisa berprofesi sebagai pengajar/dosen.

Elisa Irawati sempat meminta izin untuk tetap tinggal di rumah tersebut. 

"Karena waktu itu Tante Elisa — saya memanggilnya Tante Elisa meminta untuk tinggal sampai beliau mendapatkan tempat baru. Dan saya izinkan," ungkap Samuel kepada Sholeh.

Hingga pada Agustus 2025, Samuel baru berniat hendak balik nama kepemilikan hak tanah.

Samuel mengaku nenek Elina tidak menempati rumah tersebut saat kakaknya masih hidup.

Meski belum diketahui secara pasti kapan Elina mulai menghuni rumah tersebut,  Samuel mengaku jika Elina menolak pindah karena merasa memiliki hak waris atas rumah kakaknya, dengan dasar kepemilikan letter C.

"Waktu itu yang tinggal di sana ada namanya Sari, Mira," kata Samuel.

"Nenek Elina? Tidak ada?" Tanya Sholeh.

"Tidak ada," tegas Samuel.

Sebelum melakukan pengusiran, Samuel sudah lebih dulu mendatangi RT setempat hingga melakukan pertemuan bersama keluarga nenek Elina.

Namun, pihak Elina disebut tidak bisa membuktikan surat hak waris rumah tersebut.

"Saya sampaikan bahwa, ini saya selaku pemilik aset ini. Tolong tempat ini saya mau dikosongkan, karena saya mau memakai tempat ini,"

Kemudian, Samuel justru dilaporkan ke polisi karena dianggap melakukan kegaduhan.

Namun, ia menegaskan kedatangan tersebut bertujuan untuk mengklarifikasi status kepemilikan tanah, bukan untuk melakukan pengusiran.

Baca juga: Sosok Samuel Diduga Suruh Ormas Usir dan Bongkar Paksa Rumah Nenek Elina, Disemprot Wawako Armuji

Sementara itu, Polda Jawa Timur telah menaikkan status kasus dugaan perusakan dan pembongkaran rumah tersebut dari penyelidikan ke penyidikan. Langkah itu diambil setelah penyidik menemukan adanya unsur pidana Pasal 170 KUHP terkait perusakan secara bersama-sama.

Wawako Armuji Turun Tangan

Wakil Wali Kota Surabaya Armuji menjelaskan kronologi dugaan pengusiran paksa lansia bernama Elina (80) dari rumahnya di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Sambikerep, Surabaya, Jawa Timur.

Dia mengatakan kejadian bermula pada 4 Agustus 2025 saat rumah Elina didatangi seseorang bernama Samuel.

"Pada tanggal 4 Agustus 2025, ini rumah nenek didatangi yang namanya Samuel dan segerombolan orang yang tentunya itu juga ada suruhan Samuel, terus mungkin memperingatkan Nenek Elina yang ada di sana," kata Armuji, Kamis (25/12/2025), dalam program Kompas Petang KompasTV. 

Setelah itu, Armuji mengungkapkan Samuel dan gerombolannya kembali mendatangi Nenek Elina pada 6 Agustus 2025. 

"Mereka langsung mengusir Nenek Elina, dipaksa untuk keluar rumah. Katanya Samuel bilang, rumah tersebut sudah dibeli dari yang namanya Elisa. Elisa ini adalah kakak atau saudaranya nenek Elina yang sudah meninggal," jelasnya. 

Armuji mengatakan, setelah Nenek Elina keluar dari rumah tersebut, selang beberapa hari kemudian Samuel Cs mengosongkan rumah Nenek Elina menggunakan alat berat.

"Tentunya pengosongan itu segala barang-barang yang ada di dalam rumah nenek, baik itu barang rumah tangga maupun dokumen-dokumen resmi," ujarnya. 

Baca juga: Nasib Nenek Elina Usai Rumahnya Dibongkar Paksa dan Diusir Ormas, Wawako Armuji Bantu Kawal

Menurut penuturannya, Nenek Elina mengaku tidak pernah menjual lahan atau rumah tersebut. 

"Pengakuan nenek Elina, mereka tidak menjual lahan maupun rumah tersebut. Tetapi pengakuan Samuel, mereka membeli ke Elisa," terangnya. 

Namun, Armuji mengatakan Samuel Cs belum menunjukkan bukti pembelian rumah. 

"Begitu mereka disuruh nunjukkan sertifikat maupun alasannya pada saat si pengacaranya nenek Elina, mereka juga belum bisa menunjukkan. Waktu ketemu saya, mereka juga belum membawa surat maupun bukti-bukti kepemilikan atau jual beli," ujarnya. 

Setelah adanya insiden pengusiran paksa, Armuji mengaku sempat mempertanyakannya kepada RT dan RW setempat. 

"RT/RW mengatakan, mereka katanya sudah melakukan komunikasi, tapi kan enggak mungkin. Saya sangat heran. Jadi tidak ada empatinya RT/RW yang di sana maupun masyarakatnya terhadap nenek tersebut. Ini sempat saya marah," ucapnya. 

Terlepas dari adanya sengketa atau masalah lahan di rumah Nenek Elina, Armuji menyebut dirinya mengecam dugaan tindakan brutal dan kekerasan yang dilakukan Samuel Cs kepada Nenek Elina.

Ia dengan tegas menyatakan akan memantau dan mengawal kasus ini sampai Polda Jawa Timur bisa memberikan penjelasan secara gamblang dan jelas atas kasus ini.

Armuji juga menyayangkan sikap RT dan RW setempat yang tidak membela Nenek Elina yang sudah 11 tahun tinggal di lingkungan tersebut.

"Kalau RT/RW sampai tidak ada respons atau penghalangan dalam pengusiran maupun penghancuran rumah nenek tersebut, ini saya bilang ya sangat kebacut, sangat ironis sekalilah hal semacam ini. Saya sebagai kepala daerah sangat menyayangkan," ungkapnya.

Kronologi Versi Nenek Elina

Sementara, kuasa hukum korban, Wellem Mintarja menyebut kliennya diusir secara paksa dari rumahnya yang berada di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya.

"Kurang lebih ada 20 sampai 30 orang yang datang dan melakukan pengusiran secara paksa. Ini jelas eksekusi tanpa adanya putusan pengadilan,” kata Wellem, Rabu (24/12/2025), dikutip Kompas.com

Wellem menjelaskan, peristiwa tersebut terjadi siang hari saat Elina menolak keluar rumah. Nenek lansia tersebut justru ditarik dan diangkat secara paksa oleh empat hingga lima orang demi mengosongkan bangunan. 

Saat kejadian, di dalam rumah juga terdapat balita berusia 5 tahun, bayi 1,5 bulan, serta ibu dan lansia lainnya.

“Korban ditarik, diangkat, lalu dikeluarkan dari rumah. Ada saksi dan videonya. Nenek ini sampai bibirnya berdarah,” ungkap Wellem.

Wellem mengatakan, sebidang tanah berukuran 4x23 meter dengan total luas 92 meter persegi tersebut ditinggali Elina sejak tahun 2011 bersama Musmirah bersama Sari Murita Purwandari, Dedy Suhendra, dan Iwan Effendy.

Tanah tersebut diklaim sebagai milik atas nama Elisa Irawati kemudian jatuh ke ahli waris Elina bersama lima orang lainnya. 

"Bertempat tinggalnya secara tetap mereka semua ini di rumah (obyek tanah dengan bangunan) tersebut diketahui secara umum oleh masyarakat sekitar dan teman-teman maupun handai tolan lainnya,” kata Willem.

Setelah para penghuni dikeluarkan paksa, rumah tersebut dipalang dan tidak diperbolehkan dimasuki kembali. Beberapa hari kemudian, muncul alat berat yang meratakan bangunan tersebut dengan tanah setelah barang-barang di dalamnya diangkut menggunakan pikap tanpa izin penghuni.

Elina mengungkapkan perlakuan kasar yang dialaminya saat pengusiran tersebut. Tubuhnya diseret dan diangkat keluar dari rumah yang telah ia huni sejak 2011. 

“Hidung dan bibir saya berdarah, wajah saya juga memar,” tutur Elina.

Selain mengalami luka fisik, Elina mengaku kehilangan seluruh barang miliknya, termasuk sejumlah sertifikat penting yang diduga ikut raib saat pengosongan paksa.

Ia pun menuntut adanya pertanggungjawaban atas hilangnya dokumen dan rusaknya bangunan miliknya. 

“Barang saya hilang semua, ada beberapa sertifikat juga. Ya minta ganti rugi,” kata Elina.

Pihak kuasa hukum telah melaporkan kejadian ini ke Polda Jawa Timur dengan nomor laporan LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR terkait dugaan pengeroyokan dan perusakan secara bersama-sama sesuai Pasal 170 KUHP pada 29 Oktober 2025.

Wellem menegaskan akan melaporkan kasus ini secara bertahap, termasuk dugaan pencurian dokumen dan masuk pekarangan orang tanpa izin.

Wellem mengatakan, perobohan bangunan dilakukan tanpa melalui suatu perintah pengadilan atau dengan kata lain tidak dilakukan eksekusi melalui pengadilan melainkan oleh kelompok perorangan.

Setelahnya, muncul keterangan akta jual beli Nomor: 38/2025 Notaris/PPAT Surabaya Dedy Wijaya oleh S pada 24 September 2025.

"Di mana tercantum bahwa jual beli objek tanah antara S selaku penjual dan S juga selaku pembeli,” terang Wellem.

Kemudian pada 23 September 2025 Elina melakukan pengecekan ke Kelurahan Lontar dan mendapati tanah tersebut masih atas nama Elisa Irawati. 

Tetapi, oleh S kemudian dipasang banner bertuliskan ”DIJUAL TANAH uk. +350 M2 (Lbr : 17,5 M) EKO : 0851 7812 7547”. 

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.