TRIBUNPEKANBARU.COM - Pemkab Siak berada dalam tekanan fiskal yang kian sempit di penghujung 2025.
Di satu sisi, Bupati Siak Afni Zulkifli menyatakan optimisme bahwa daerah yang dipimpinnya mampu bangkit dari defisit dan warisan utang.
Namun di sisi lain, kebijakan penundaan pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN memicu kritik tajam dari DPRD, yang menilai pemerintah daerah inkonsisten terhadap komitmen anggaran yang telah disepakati.
Afni dan Wakil Bupati Syamsurizal baru dilantik pada 4 Juni 2025.
Sejak awal masa jabatan, keduanya langsung dihadapkan pada kondisi keuangan daerah yang rapuh akibat defisit struktural dan utang tahun anggaran sebelumnya.
Pemerintah daerah mencatat, dari total utang sekitar Rp320 miliar, sebesar Rp200 miliar telah dibayarkan sepanjang 2025, sementara sisanya sekitar Rp120 miliar harus digeser pembayarannya ke 2026.
“Insya Allah, kita cicil pelan-pelan semua tanggungan utang ini. Kita rapikan yang kusut, memperkecil tekanan fiskal dengan menaikkan PAD, serta melakukan efisiensi di semua lini,” kata Afni kepada Tribunpekanbaru.com, Minggu (28/12/2025).
Baca juga: Daftar 10 Kasus Pelecehan Anak di Riau Selama 2025 yang Dilakukan Keluarga Korban, Terbaru di Siak
Namun, situasi fiskal Siak kian tertekan setelah dana transfer dari pemerintah pusat yang dinilai sebagai hak daerah dipangkas hampir 50 persen. Dari alokasi yang semula tercatat sebesar Rp111 miliar dalam sistem, Pemkab Siak hanya menerima sekitar Rp55,6 miliar.
Afni menyebut pemangkasan itu terjadi secara mendadak dan tanpa penjelasan yang transparan.
“Kami sudah bersurat resmi beberapa kali, pimpinan DPRD juga datang ke Kementerian Keuangan, bahkan saya pribadi sudah menghubungi Menteri Keuangan. Sampai hari ini belum ada penjelasan yang terbuka,” ujarnya.
Akibat kondisi tersebut, sejumlah kewajiban pemerintah daerah kepada masyarakat belum dapat dipenuhi.
Total usulan pembayaran yang belum terealisasi mencapai Rp18,1 miliar, sementara dana yang tersedia hanya Rp2,3 miliar.
Kewajiban itu mencakup biaya hidup mahasiswa miskin sebesar Rp3,4 miliar, honor guru ngaji, MDA, dan Posyandu sekitar Rp2 miliar, serta berbagai pembayaran bersifat mendesak lainnya.
Untuk utang proyek yang dikerjakan pada 2025, Afni mengakui hampir dipastikan tidak ada yang bisa dibayarkan tahun ini.
Keterbatasan kas juga berdampak langsung pada ASN.
Pemerintah daerah menunda pembayaran TPP selama dua bulan.
Afni menyatakan, Pemkab Siak akan melakukan evaluasi cepat agar pembayaran dapat dilakukan pada awal 2026.
“Yang akan kami dahulukan pada Januari adalah pembayaran TPP Desember 2024. Itu sudah melalui proses review dan Insya Allah dibayarkan awal Januari 2026,” katanya.
Namun kebijakan tersebut mendapat kritikan dari DPRD Siak.
Anggota DPRD Siak dari Fraksi PDI Perjuangan, Marudut Pakpahan, menyatakan kekecewaannya karena penundaan TPP dinilai bertentangan dengan kesepakatan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebelumnya.
Menurut Marudut, dalam rapat yang dihadiri Sekretaris Daerah Mahadar dan Kepala BKAD Raja Indoor, DPRD telah menerima penjelasan bahwa posisi kas daerah sebesar Rp55,6 miliar masih memungkinkan pembayaran TPP ASN senilai Rp22,3 miliar serta gaji tenaga non-pegawai sebesar Rp16,7 miliar.
Bahkan, DPRD disebut telah menunda kebutuhan internal dewan senilai Rp12,5 miliar di Sekretariat DPRD sebagai bentuk kompromi.
“Kami sepakat menunda kebutuhan kami dengan syarat hak ASN dan tenaga non-pegawai dibayar. Itu komitmen yang disampaikan eksekutif,” kata Marudut.
Meski gaji tenaga non-pegawai telah dibayarkan, pernyataan Bupati melalui video yang mengisyaratkan penundaan TPP ASN dinilai menimbulkan kebingungan dan kesan tidak sinkron di internal pemerintah daerah.
“Ada ketidaksinkronan antara pernyataan Sekda dalam rapat dan pernyataan Bupati. Ini mengecewakan, karena TPP adalah penopang ekonomi ASN,” ujarnya.
Fraksi PDI Perjuangan mendesak Pemkab Siak mencari solusi sebelum tahun anggaran 2025 berakhir.
“Waktunya memang sempit, tapi jangan sampai hak ASN dikorbankan. Di luar sana, rekanan juga sudah menjerit akibat tunda bayar,” kata Marudut.
Ketegangan antara optimisme pemerintah daerah dan kritik DPRD ini menunjukkan pemulihan fiskal Siak tidak hanya menyangkut cara menunggu dana pusat. Namun lebih dari itu, konsistensi kebijakan, komunikasi publik, dan keberanian menentukan prioritas pada saat keterbatasan.
( Tribunpekanbaru.com/mayonal putra)