Tanggapi Polemik Bendera GAM, Sekjen Hasto: Bendera di Indonesia Hanya Satu, Merah-Putih
December 29, 2025 01:04 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengibaran Bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh sedang menjadi perdebatan. Bendera dengan simbol bulan bintang itu dikibarkan di tengah upaya recovery di Aceh pasca bencana banjir dan longsor yang terjadi pada akhir November 2025. 

Polemik bendera GAM di Aceh muncul karena pengibaran simbol bulan bintang dianggap melanggar hukum dan mencederai komitmen perdamaian.

Bendera GAM adalah identitas kelompok separatis yang berjuang memisahkan Aceh dari Indonesia pada masa konflik bersenjata. Setelah penandatanganan Perjanjian Helsinki 2005, penggunaan bendera GAM di ruang publik menjadi isu sensitif karena terkait kedaulatan NKRI.

TNI–Polri membubarkan massa yang konvoi sambil membawa bendera GAM di Lhokseumawe, Aceh, pada 25–26 Desember 2025. Dalam insiden itu, aparat menemukan senjata api dan senjata tajam dari salah satu peserta aksi.

Baca juga: Bendera GAM Berkibar di Aceh, IPR: Harusnya Tidak Boleh Dinormalisasi, Ada Intervensi Asing

Tanggapan Sekjen Hasto soal Polemik Bendera GAM 

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto memberikan tanggapan tegas terkait insiden pengibaran bendera GAM di Aceh baru-baru ini.

Hasto pun mengingatkan semua pihak agar tidak menarik peristiwa tersebut ke ranah politik kekuasaan, melainkan melihatnya sebagai sinyal urgensi percepatan bantuan bagi rakyat yang sedang menderita.

Dia menegaskan posisi ideologis partai bahwa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bendera yang diakui secara sah hanya Merah Putih. 

Namun, Hasto meminta masyarakat luas untuk memahami suasana batin warga Aceh yang sedang terdampak bencana alam.

“Terkait dengan pengibaran bendera GAM di Aceh, saya tegaskan bahwa bendera di Republik Indonesia itu hanya satu, yaitu Merah Putih. Namun, dalam situasi saat ini, kita harus melihat adanya harapan-harapan dari masyarakat kepada seluruh bangsa Indonesia, termasuk pemerintah, terkait penanganan bencana yang cepat,” ujar Hasto saat ditanya awak media di Sekolah Partai PDIP Lenteng Agung, Jakarta, Senin (29/12/2025).

Hasto mengimbau agar isu ini tidak dipolitisasi oleh pihak-pihak tertentu. 

Menurutnya, bencana alam seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat persatuan dan semangat gotong royong lintas golongan, bukan menjadi panggung perdebatan politik kekuasaan.

“Bencana ini seharusnya menyatukan kita secara kemanusiaan. Jangan masukkan aspek-aspek politik kekuasaan berkaitan dengan bencana ini. Kita harus berbicara tentang kemanusiaan dan gotong royong untuk membantu mereka,” tegasnya.

Lebih lanjut, PDI Perjuangan mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah nyata di lapangan. 

Dimana, prioritas utama yang dibutuhkan saat ini adalah rehabilitasi fasilitas sosial yang vital serta pembangunan kembali perumahan rakyat yang hancur akibat bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.

“Hal yang diperlukan saat ini adalah kesigapan dari pemerintah untuk secepatnya turun tangan melakukan rehabilitasi fasilitas sosial yang vital, serta membangun kembali perumahan rakyat untuk memberikan harapan baru bagi mereka,” jelas Hasto.

Hasto pun menekankan bahwa PDI Perjuangan melalui Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) tetap berkomitmen penuh dalam upaya pemulihan pasca-bencana. 

Dia mengingatkan bahwa duka yang dirasakan masyarakat di Sumatra adalah duka nasional.

“Luka di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat akibat bencana adalah luka bagi seluruh anak bangsa. PDI Perjuangan menyatukan diri dalam upaya pemulihan bencana beserta seluruh dampaknya,” tandasnya.

Baca juga: Ricuh Konvoi Bendera GAM di Tengah Banjir Aceh, DPR Minta Semua Pihak Tahan Diri

Ricuh Soal Bendera GAM di Aceh 

Sebelumnya beredar video di media sosial Whatsapp yang menampilkan kericuhan antara sejumlah prajurit TNI dengan pria berpakaian sipil dengan narasi "TNI Pukul Masyarakat Membawa Bantuan Ke Aceh Tamiang" pada Jumat (26/12/2025). 

Sedangkan di Instagram, beredar pula video yang tampak merekam kejadian yang sana namun dari sudut berbeda.

Di Instagram, video tersebut dinarasikan "Aksi brutal TNI terhadap penyintas bantuan banjir ke Aceh Tamiang di Krueng Mane Aceh Utara" pada Jumat (26/12/2025) dini hari.

Kejadian itu tampak direkam malam hari.

Tampak di antara kericuhan tersebut sejumlah orang berpakaian sipil yang berdiri di atas truk-truk yang berbaris.

Terlihat juga sejumlah prajurit TNI berseragam membawa senjata laras panjang dalam video tersebut.

Penerangan dalam video tersebut juga tampak minim.

Menanggapi video tersebut, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen (Mar) Freddy Ardianzah menyatakan TNI menyayangkan beredarnya video atau konten yang memuat narasi tidak benar dan mendiskreditkan institusi TNI tersebut.

"Informasi tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan dan berpotensi menyesatkan publik," kata Freddy saat dikonfirmasi pada Jumat (26/12/2025).

Namun, Freddy menjelaskan peristiwa kericuhan tersebut benar terjadi.

Ia menjelaskan kejadian itu bermula pada Kamis (25/12/2025) pagi dan berlanjut sampai tanggal Jumat (26/12/2025) dini hari di Kota Lhokseumawe.

Saat itu, kata Freddy, sekelompok masyarakat berkumpul, konvoi, serta berunjuk rasa.

Selain itu, kata dia, sebagian lainnya juga mengibarkan bendera bulan bintang yang identik dengan simbol GAM disertai teriakan yang berpotensi memancing reaksi publik serta mengganggu ketertiban umum, khususnya di tengah upaya pemulihan Aceh pascabencana.

Freddy melanjutkan setelah menerima laporan, Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran segera berkoordinasi dengan Polres Lhokseumawe.

Kemudian, Kolonel Ali bersama personel Korem 011/LW serta Kodim 0103/Aceh Utara mendatangi lokasi. 

"Aparat TNI–Polri mengutamakan langkah persuasif dengan menghimbau agar aksi dihentikan dan benderadiserahkan," ujarnya.

"Namun karena imbauan tersebut tidak diindahkan, aparat melakukan pembubaran secara terukur dengan mengamankan bendera guna mencegah eskalasi situasi," kata dia.

Ia melanjutkan dalam proses tersebut terjadi adu mulut.

"Saat pemeriksaan terhadap salah satu orang dalam kelompok ditemukan 1 pucuk senjata api jenis Colt M1911 beserta munisi, magazen, dan senjata tajam," kata dia.

"Yang bersangkutan kemudian diamankan dan diserahkan kepada pihak Kepolisian untuk diproses sesuai hukum yang berlaku," imbuhnya.

 Ia menegaskan pelarangan pengibaran bendera bulan bintang didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku karena simbol tersebut diidentikkan dengan gerakan separatis yang bertentangan dengan kedaulatan NKRI.

Hal itu, lanjut dia, sebagaimana diatur dalam Pasal 106 dan 107 KUHP, Pasal 24 huruf a, UU Nomor 24 Tahun 2009, serta PP Nomor 77 Tahun 2007.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.