TRIBUNPEKANBARU.COM - Bupati Siak, Afni Zulkifli, menegaskan proyek pembangunan bronjong di Kecamatan Sungai Apit yang kini bermasalah akan dihentikan dan tidak dilanjutkan pada 2026.
Bahkan, Afni tidak menutup kemungkinan pekerjaan yang telah berjalan bisa saja tidak dibayarkan, bergantung pada hasil audit menyeluruh.
Penegasan itu disampaikan Afni menyusul penyelidikan yang tengah dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak terhadap proyek tersebut.
“Dihentikan. Tidak dilanjutkan dulu,” tegas Afni, Senin (29/12/2025).
Menurut Afni, langkah pertama yang akan ditempuh adalah audit menyeluruh terhadap pekerjaan yang telah berjalan.
Tujuannya untuk memastikan bagian mana yang layak dibayarkan dan mana yang tidak.
“Dilakukan audit untuk yang sudah berjalan, untuk mengetahui berapa yang bisa dibayarkan, atau bisa saja tidak dibayarkan sama sekali. Semua tergantung hasil audit,” ujarnya.
Tak hanya itu, Afni juga memastikan akan melakukan evaluasi total terhadap Unit Layanan Pengadaan (ULP). Ia menyebut, Kepala Bagian ULP sudah diganti, dan ke depan masa tugas pejabat ULP dibatasi maksimal dua tahun.
Baca juga: Ketua DPRD Pekanbaru Minta Pemko Gratiskan Parkir Semua Ritel di Pekanbaru
Baca juga: Kritik Samade soal Lahan Sitaan: Kementerian Kehutanan Tidak Berpihak Pada Rakyat Terutama di Riau
“Ke depan, pejabat di ULP tidak boleh lebih dari dua tahun. Ini untuk mencegah praktik yang berulang dan tidak sehat,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Afni memaparkan kondisi fiskal Kabupaten Siak yang saat ini berada dalam tekanan.
Dari APBD sebesar Rp 2,6 triliun, realisasi fisik dilaporkan mencapai 94,51 persen, sementara realisasi keuangan baru 82,25 persen.
Artinya, terdapat sekitar 12,6 persen anggaran yang belum dibayarkan, atau setara Rp 322,192 miliar. Nilai ini dinilai sangat tinggi, terutama dalam kondisi ruang fiskal daerah yang sempit.
Adapun realisasi keuangan yang sudah benar-benar dibayarkan baru mencapai Rp 2,161 triliun dari total Rp 2,628 triliun.
Secara prinsip, realisasi fisik seharusnya mencerminkan kegiatan yang telah dilaksanakan dan dibayarkan.
Namun, pada kasus tunda bayar, terdapat pekerjaan yang telah dilakukan tetapi belum dibayar, sehingga secara pencatatan semestinya tidak bisa langsung diklaim sebagai realisasi fisik.
Berdasarkan data rekapitulasi, tunda bayar yang sudah dibayarkan mencapai Rp 205,419 miliar. Nilai ini otomatis masuk ke dalam realisasi fisik dan keuangan.
Jika dihitung ulang, tambahan realisasi dari pembayaran tunda bayar tersebut setara dengan sekitar 7,8 persen dari total APBD.
Dengan demikian, realisasi fisik yang lebih mendekati kondisi riil seharusnya sekitar 90,05 persen, bukan 94,51 persen sebagaimana yang dilaporkan sebelumnya.
Untuk APBD 2026, tercatat masih terdapat tunda bayar sebesar Rp 121 miliar pada masa kepemimpinan Afni. Kondisi ini memunculkan sejumlah pertanyaan krusial.
Apakah tunda bayar tahun 2024 dan tunda bayar pada masa pemerintahan Afni sudah dimasukkan dalam struktur APBD 2026? Bagaimana mekanisme pembayarannya, apakah dibayarkan di awal tahun atau kembali menunggu hingga akhir tahun anggaran?
Pertanyaan ini menjadi penting mengingat banyak rekanan dan kontraktor mengeluhkan pekerjaan yang telah selesai dikerjakan namun belum dibayarkan, bahkan sebagian belum menerima pembayaran sama sekali.
Afni menegaskan, pemerintah daerah akan menempuh langkah hati-hati, transparan, dan berbasis audit, agar keuangan daerah tidak kembali dibebani persoalan lama yang berulang.
“Kita ingin membenahi tata kelola, bukan menutup masalah dengan laporan yang tampak bagus di atas kertas,” pungkasnya.