Pencak Silat dalam Adat Pernikahan Komering OKU Timur, Simbol Kehormatan, Kepemimpinan dan Martabat
December 29, 2025 02:32 PM

 

TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA - Di tengah kemeriahan pesta pernikahan masyarakat Komering, ada satu prosesi adat yang senantiasa menarik perhatian. Itu adalah arak-arakan antar jemput pengantin. 

Dimana ini bukan hanya sekadar iring-iringan penuh musik dan keramaian, tahapan ini menyimpan lapisan makna yang jauh lebih dalam bagi masyarakat Komering sebuah pesan moral, penghormatan adat, sekaligus peneguhan martabat keluarga.

Ketua Lembaga Pembina Adat Kabupaten OKU Timur, H. Leo Budi Rachmadi, SE, dalam forum Mufakat Adat IV beberapa waktu lalu menguraikan bahwa bagian paling sakral dalam prosesi tersebut adalah hadirnya pencak silat Komering. 

Bagi sebagian orang, adegan ini mungkin tampak seperti pertunjukan seni bela diri biasa.

Namun bagi masyarakat adat, pencak silat dalam prosesi antar jemput pengantin adalah simbol luhur yang diwariskan turun temurun.

“Pencak silat yang ditampilkan merupakan warisan asli Komering yang mengandung pesan adat dan nilai moral yang luhur,” ujar Leo, Senin (29/12/2025).

Lanjut kata dia, dalam prosesi ini, selalu tampil dua orang pendekar masing-masing mewakili pihak pengantin laki-laki dan pengantin perempuan.

"Pertarungan yang mereka peragakan bukanlah laga fisik semata, melainkan pertarungan simbolik yang menggambarkan kesiapan seorang laki-laki memikul peran sebagai pemimpin rumah tangga," ujarnya. 

Pendekar pihak laki-laki harus dinyatakan menang. Kemenangan itu menjadi metafora atas tanggung jawab, keberanian, serta kemampuan melindungi keluarga. 

"Hanya setelah kemenangan simbolis tersebut diraih, barulah pengantin perempuan boleh dibawa menuju pelaminan yang dimaknai sebagai singgasana kerajaan bagi kedua mempelai," paparnya.

Baca juga: Sesuaikan Modernisasi, Prosesi Niktiko Adok Adat Komering Sumsel Kini Bisa Dilakukan Lewat Video

Baca juga: Pakaian Adat 33 Provinsi Ditampilkan dalam Momen Upacara Hari Sumpah Pemuda di Musi Rawas

Prosesi ini juga memiliki makna sosial. Kehadiran arak-arakan menjadi penanda bahwa pasangan tersebut tidak lagi berstatus bujang dan gadis, melainkan telah sah sebagai suami istri menurut adat dan agama.

"Dengan begitu, masyarakat mengetahui adanya perubahan status dan tanggung jawab yang kini diemban kedua mempelai," terangnya.

Namun lebih dari sekadar ritual, filosofi terpenting yang ingin dijaga adat Komering adalah kehormatan perempuan.

Bagi masyarakat Komering, seorang perempuan hanya dapat memasuki jenjang pernikahan melalui jalur adat yang bermartabat dihormati, disaksikan, dan diakui oleh keluarga serta masyarakat.

Leo menegaskan, adat Komering tidak membenarkan praktik yang merendahkan nilai perempuan, apalagi jika seorang gadis dibawa pergi hanya karena hubungan tanpa tata krama adat.

“Adat Komering menjunjung tinggi etika, kehormatan keluarga, serta proses adat yang berlapis dan bermakna,” tegasnya.

Karena itu, pencak silat dalam prosesi antar jemput pengantin bukan sekadar peninggalan masa lalu. Ia adalah simbol peradaban pengingat bahwa pernikahan bukan perkara ringan, melainkan ikatan suci yang dijaga oleh nilai leluhur, rasa hormat, dan keluhuran budi pekerti.

Leo mengajak masyarakat agar terus melestarikan filosofi ini di tengah arus modernisasi.

"Sehingga generasi mendatang tetap memahami jati diri adat Komering dan martabat yang dikandungnya," pungkasnya. 

 

 

 

 

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.