TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komisaris PT Inti Alasindo Energy (PT IAE), Iswan Ibrahim memohon agar tuntutan membayar uang pengganti sebesar USD 3,33 juta dibebankan kepada PT IAE.
Hal tersebut diungkapkan Iswan Ibrahim dalam sidang lanjutan dugaan korupsi jual beli gas PT Perusahaan Gas Negara (PGN) beragenda pembelaan atau pleidoi terdakwa Iswan Ibrahim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/12/2025).
Dalam sidang yang berlangsung di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menggelar sidang lanjutan dugaan korupsi jual beli gas di PT Perusahaan Gas Negara (PGN), pada Senin (29/12/2025).
Sidang hari ini agenda pembelaan dari terdakwa Mantan Komisaris PT Inti Alasindo Energy (PT IAE), Iswan Ibrahim dan kuasa hukumnya.
Iswan Ibrahim hadir langsung mengenakan baju batik coklat. Ia tampak membawa sejumlah kertas.
Baca juga: Danny Praditya, Eks Direktur Komersial PGN Dituntut 7,5 Tahun Penjara Terkait Korupsi Jual Beli Gas
Dalam sidang ia mengatakan pembelaannya bukan sebagai bentuk pembenaran, tetapi ungkapan penyesalan, permohonan maaf, dan berharap dapat hukuman yang adil.
Dalam pokok pembelaannya, Iswan menyinggung tuntutan hukuman jaksa penuntut umum terhadap dirinya terkait mengembalikan sisa uang muka dari pembayaran PT Perusahaan Gas Negara (PGN) kepada IAE.
Hal itu berdasarkan kesepakatan bersama pembayaran uang muka sesuai presentasi saham dirinya di PT Isar Gas.
Terdakwa Iswan Ibrahim mengklaim seluruh uang muka yang diterima masuk ke korporasi dan digunakan seluruhnya untuk korporasi sesuai peruntukkan yang telah ditentukan dalam kesepakatan bersama pembayaran uang muka.
Baca juga: Kasus Korupsi Jual Beli Gas, Jaksa KPK Hari Ini Bacakan Tuntutan Eks Direktur PGN & Komisaris PT IAE
"Saya tidak menerima dalam bentuk apapun terkait uang muka tersebut," kata Terdakwa Iswan Ibrahim dalam persidangan.
Ia menegaskan saat ini PT IAE dalam keadaan beroperasi dan mempunyai kemampuan untuk mengembalikan sisa uang muka yang belum dikembalikan, baik dengan cara pembayaran bertahap atau sekaligus dengan melakukan pinjaman atau penjualan perusahaan.
Atas hal itu ia memohon agar tuntutan membayar uang pengganti sebesar USD 3,33 juta dibebankan kepada PT IAE.
"Saya mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar uang pengganti dibebankan kepada korporasi, bukan kepada saya, sebagai pribadi," ujar Iswan Ibrahim.
Iswan menegaskan sejak awal perkaranya bergulir, ia telah bersikap kooperatif dan memberikan keterangan dengan sejujurnya agar perkaranya menjadi terang dan jelas.
Bahkan sejak masa penyidikan, ia telah mengajukan diri sebagai Justice Collaborator guna membuka secara jelas perkara yang sedang diperiksa.
"Tidak ada sedikit pun terbesit kepada saya secara pribadi maupun korporasi untuk melakukan pelanggaran. Apalagi melakukan hal-hal lain yang dapat dikategorikan menimbulkan kerugian negara atau memperkaya diri sendiri atau orang lain," jelas Iswan Ibrahim.
Sebagai bentuk tanggung jawab atas perkaranya, Iswan Ibrahim mengungkapkan dirinya telah menyerahkan aset pribadi.
Di antaranya berupa tujuh bidang tanah seluas 3,1 hektare yang terletak di Mega Mendung Bogor atas nama dirinya.
Aset tersebut kurang lebih seharga Rp 50 miliar.
Sedangkan perusahaan menyerahkan setoran tunai, senilai USD 2,3 juta
Iswan Ibrahim yang rambutnya sudah memutih tersebut, mengatakan dirinya sebagai tulang punggung keluarga.
"Sebagai bahan pertimbangan, saya memiliki keluarga yang mendambakan kebersamaan dan kehadiran saya dan saya juga merupakan tulang punggung keluarga besar saya," kata Iswan Ibrahim.
Atas hal itu, ia meminta hukuman seadil-adilnya dan seringan mungkin.
"Saya mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar dalam memutuskan perkara ini, memberikan keputusan yang seadil-adilnya dan seringan mungkin," ucapya.
Sidang dilanjutkan Selasa besok agenda replik atau jawaban dari Jaksa KPK atas pledoi terdakwa dan kuasa hukumnya.
Sebelumnya pada sidang tuntutan, Jaksa Penuntut Umum KPK, menuntut mantan Komisaris PT Inti Alasindo Energy (PT IAE), Iswan Ibrahim pidana penjara, denda dan uang pengganti.
Pada dugaan korupsi jual beli gas di PT Perusahaan Gas Negara (PGN),
Terdakwa Iswan Ibrahim dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan penjara.
Penuntut umum juga menuntut terdakwa Iswan Ibrahim untuk membayar uang pengganti sebesar USD 3,33 juta dalam perkara tersebut.
Dalam perkara ini, Danny Praditya dan Iswan Ibrahim disebut melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara hingga 15 juta dolar Amerika Serikat (AS), atau setara dengan Rp246 miliar (kurs Rp16.400).
Jaksa mengungkapkan bahwa kerugian negara tersebut bermula dari kesepakatan kerja sama jual beli gas antara PT PGN dan PT IAE dengan skema advance payment (pembayaran di muka) senilai 15 juta dolar AS.
Dana tersebut sejatinya digunakan untuk membayar utang Isargas Group (induk perusahaan PT IAE), bukan untuk kepentingan bisnis yang wajar.
Pinjaman ini diberikan dengan dalih sebagai syarat proses akuisisi Isargas Group oleh PT PGN, namun rencana akuisisi tersebut dilakukan tanpa due diligence (uji tuntas) yang dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, proyek ini melanggar aturan larangan jual beli gas secara berjenjang.
Tindakan para terdakwa tidak hanya merugikan negara, tetapi juga memperkaya sejumlah pihak.
Terdakwa Iswan Ibrahim diduga memperkaya diri sendiri sebesar 3,58 juta dolar AS.
Selain itu, aliran dana korupsi ini juga mengalir ke pihak lain.
Di antaranya ke Arso Sadewo (Komisaris Utama PT IAE) sebesar 11,04 juta dolar AS; Hendi Prio Santoso (eks Dirut PT PGN) 500.000 dolar Singapura; dan Yugi Prayanto (Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan) 20.000 dolar AS.
Atas perbuatannya, Danny Praditya dan Iswan Ibrahim dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.