Menjelang akhir tahun, aktivitas digital masyarakat Indonesia meningkat tajam. Mulai dari belanja online, pembayaran non-tunai, pemesanan tiket perjalanan, hingga pengiriman hadiah, semuanya dilakukan melalui aplikasi mobile.
Di balik kemudahan tersebut, musim liburan justru menjadi periode paling rawan bagi meningkatnya penipuan digital, terutama yang memanfaatkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan ekosistem digital paling mobile-first di dunia. Aplikasi mobile kini menjadi pintu utama, bahkan satu-satunya bagi masyarakat untuk mengakses layanan perbankan, e-wallet, e-commerce, transportasi, hingga hiburan.
Ketergantungan ini semakin terlihat saat musim belanja akhir tahun, ketika volume transaksi melonjak dan pengguna semakin aktif berinteraksi dengan berbagai aplikasi.
Data dari Indonesian Consumer Expectations of Mobile App Security Survey yang dilakukan Appdome menunjukkan bahwa 86% konsumen Indonesia mengandalkan aplikasi mobile sebagai sarana utama untuk berinteraksi dengan merek dan layanan digital.
Angka ini menegaskan bahwa keamanan aplikasi mobile bukan lagi isu tambahan, melainkan fondasi utama kepercayaan di era ekonomi digital, khususnya saat periode belanja dan liburan.
Namun, tingginya intensitas transaksi juga dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber.
Dengan dukungan AI, penipuan kini dapat dilakukan secara massal, lebih cepat, dan jauh lebih meyakinkan.
Mulai dari pesan promosi palsu, notifikasi transaksi fiktif, hingga peniruan suara dan video (deepfake), semuanya dirancang untuk memancing korban lengah di tengah euforia belanja akhir tahun.
Menariknya, survei Appdome mengungkap bahwa 90% konsumen Indonesia berharap aplikasi mobile mampu melindungi mereka dari ancaman penipuan berbasis AI, seperti impersonasi dan pengambilalihan akun (account takeover).
Bahkan, banyak pengguna percaya bahwa aplikasi yang mereka gunakan saat ini sudah memiliki perlindungan tersebut. Inilah yang menjadi tantangan besar bagi penyedia layanan digital.
Menurut Jan Sysmans, Mobile App Security Evangelist dari Appdome, kesenjangan antara ekspektasi pengguna dan kesiapan aktual aplikasi mobile dapat menjadi bom waktu.
"Jika terjadi serangan besar di musim liburan dan di saat transaksi berada di puncaknya, dampaknya tidak hanya kerugian finansial, tetapi juga krisis kepercayaan yang sulit dipulihkan," katanya.
Risiko ini bukan tanpa bukti. Survei yang sama mencatat bahwa 75% konsumen Indonesia pernah meninggalkan aplikasi karena kekhawatiran terhadap keamanan dan privasi.
Artinya, satu insiden keamanan saja sudah cukup untuk membuat pengguna berpindah atau berhenti menggunakan layanan, meskipun pilihan alternatif di Indonesia relatif terbatas karena dominasi platform mobile tertentu.
Dalam konteks musim belanja akhir tahun, penipuan mobile tidak lagi sekadar persoalan keamanan TI. Ia telah berkembang menjadi isu pengalaman pengguna dan retensi pelanggan. Ketika pengguna merasa tidak aman saat bertransaksi, kepercayaan terhadap brand akan langsung menurun, dan potensi pertumbuhan bisnis pun terancam.
Sayangnya, banyak perusahaan masih mengandalkan pendekatan keamanan yang bersifat reaktif. Insiden ditangani setelah terjadi, baru kemudian dilakukan investigasi dan penggantian kerugian.
Padahal, konsumen Indonesia memiliki ekspektasi berbeda. Sebanyak 85% responden menyatakan ingin penipuan dicegah sebelum terjadi, bukan sekadar ditangani setelah uang atau data mereka hilang.
Jan Sysmans menilai bahwa momen liburan dan lonjakan transaksi akhir tahun seharusnya menjadi alarm bagi bisnis digital untuk memperkuat strategi keamanan.
"Perlindungan dasar seperti deteksi jailbreak atau rooting saja tidak lagi cukup. Ancaman berbasis AI membutuhkan pendekatan yang lebih canggih dan berlapis," ujarnya.
Appdome mengusung model keamanan menyeluruh yang mencakup tiga elemen utama: perlindungan aplikasi mobile, keamanan API yang menghubungkan aplikasi dengan sistem backend, serta perlindungan identitas pengguna.
Ketiga elemen ini menjadi krusial saat musim belanja, ketika aplikasi harus memproses ribuan hingga jutaan transaksi dalam waktu singkat.
Salah satu tantangan terbesar saat ini adalah manipulasi sinyal keamanan oleh AI. Banyak sistem pencegahan penipuan masih bergantung pada sinyal seperti biometrik, perilaku login, atau pola transaksi.
Namun, AI mampu memalsukan atau memanipulasi sinyal tersebut sehingga terlihat sah. Data Appdome menunjukkan bahwa sekitar 70–80% serangan mobile saat ini sudah melibatkan AI, sementara sebagian besar aplikasi masih fokus pada ancaman konvensional yang lebih mudah diuji.
Untuk menghadapi tantangan ini, Appdome menghadirkan solusi seperti IDAnchor, yang menjaga chain of trust sejak aplikasi dibangun hingga digunakan di perangkat pengguna.
Dengan memastikan integritas sinyal tetap terjaga, aplikasi dapat mendeteksi manipulasi lebih dini dan mengambil tindakan sebelum penipuan terjadi, sebuah pendekatan yang sangat relevan di tengah lonjakan transaksi akhir tahun.
Selain teknologi, edukasi pengguna juga menjadi faktor penting. Di Indonesia, penipuan social engineering semakin marak, terutama melalui pesan instan, panggilan suara, dan video palsu yang mengatasnamakan bank atau layanan populer.
Meski tidak ada solusi yang sepenuhnya dapat mencegah pengguna mengunduh aplikasi berbahaya, mitigasi setelahnya menjadi kunci.
Melalui mekanisme perlindungan di dalam aplikasi, pengguna dapat menerima peringatan kontekstual ketika terdeteksi aktivitas mencurigakan, misalnya pengingat bahwa bank atau e-wallet tidak pernah meminta instalasi aplikasi tambahan melalui telepon.
Langkah sederhana ini terbukti mampu memutus rantai serangan sebelum berujung pada pengambilalihan akun.
Ke depan, tahun 2026 diprediksi akan menjadi fase penting bagi keamanan aplikasi mobile di Indonesia.
Dalam ekosistem digital yang sangat bergantung pada mobile, terutama saat momen liburan dan belanja besar, keamanan tidak lagi menjadi nilai tambah, melainkan kebutuhan dasar.
“Di Indonesia, kepercayaan pengguna adalah aset paling berharga dalam ekonomi digital,” ujar Jan Sysmans.
“Dan di musim belanja seperti sekarang, keamanan aplikasi mobile menjadi penentu utama apakah kepercayaan itu bisa dipertahankan atau justru hilang," ujarnya.