Cerita Kriminal, tentang Longo yang menjadi buronan FBI seelah menghabisi istri dan anak-anaknya.
Intisari-Online.com -Impian Mary Jane membangun keluarga yang bahagia dan dapat melihat anak-anaknya sukses harus terkubur. Dia bersama ketiga anaknya justru meregang nyawa di tangan suaminya sendiri, Christian Longo. Kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi pasangan suami-istri untuk selalu menjaga keterbukaan agar terhindar dari masalah.
Tak ada yang tahu secara pasti pukul berapa peristiwa itu terjadi. Namun, pagi hari 19 Desember 2001 penduduk di sekitar perairan Yaquina Bay, Oregon, AS dikejutkan dengan penemuan mayat seorang anak kecil, yang kemudian diidentifikasi bernama Zachery Longo (4) tepat di bawah jembatan Waldport. Zachery tewas dalam keadaan tubuh yang sudah membeku kaku akibat terendam air cukup lama. Kakinya terikat sarung bantal yang telah diisi dengan batu-batuan.
Tiga hari kemudian ditemukan lagi mayat anak kecil. Setelah diidentifikasi ternyata masih ada kekerabatan dengan Zachery, tepatnya adiknya. Sadie Longo (3) ditemukan dengan kondisi yang lebih mengenaskan. Tubuh mungilnya sudah membeku, kulitnya mulai ngelotok, dan memunculkan bau busuk akibat terendam air dalam waktu lama. Sama dengan Zachery, kaki Sadie juga diikat dengan sarung bantal yang telah diisi bebatuan. Tak ada tanda-tanda kekerasan di kedua tubuh anak kecil itu.
Delapan hari kemudian, ditemukan lagi mayat yang akhirnya melengkapi keping-keping puzzle penemuan dua mayat tadi. Kali ini yang ditemukan adalah Mary Jane (34) dan Madison (2). Jasad keduanya ditemukan di dalam dua buah koper besar berwarna hijau bersama dengan boneka dan sejumlah barbel. Lokasi penemuan di belakang sebuah apartemen mewah. Polisi menduga keduanya dibunuh dengan cara dicekik. Hal itu terlihat dari adanya bekas cekikan di leher keduanya. Bahkan, Mary Jane mengalami trauma di kepalanya.
Polisi pun langsung mencari Christian Longo yang merupakan suami Mary Jane dan bapak dari tiga bocah tadi. Akan tetapi, ternyata tak ada jejak Longo. Hal ini menimbulkan kecurigaan dan dugaan bahwa Longo-lah tersangka pembunuhan istri dan ketiga anaknya.
Pada 28 Desember 2001, berdasarkan bukti-bukti yang terkumpul, kepolisian menetapkan Longo sebagai tersangka utama pembunuh keluarganya. Dia pun masuk dalam 10 daftar orang yang paling dicari oleh Federal Bureau of Investigation (FBI) bersama dengan teroris dan pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden.
Cermin keluarga bahagia
Tak banyak yang mengira bahwa kehidupan Mary Jane dan Christian Longo akan berakhir dengan tragis. Mereka menikah pada 1993. Ketika itu, Jane berusia 26 tahun dan Longo 19 tahun. Keduanya merupakan jemaat di Saksi Yehova. Awalnya, mereka bertemu di halaman parkir gereja. Longo merupakan seseorang yang aktif terlibat pelayanan di Saksi Yehova.
Longo dibesarkan dalam keluarga penganut ajaran Saksi Yehova yang sangat kuat di Ypsilanti Township, Michigan, AS. Bahkan, sebagian besar masa mudanya dihabiskan untuk melayani dan menyebarkan ajaran Injil dari pintu ke pintu rumah warga.
Usia Jane yang lebih tua tak membuat hubungan rumah tangga keduanya mengalami perselisihan. Di awal pernikahan, mereka hampir tidak pernah menemukan masalah apa pun. Longo disebut sebagai sosok suami yang ideal. Banyak orang mengatakan bahwa pasangan ini merupakan pasangan yang bahagia dan harmonis.
Penny Dupuie, adik Jane mengatakan, Longo adalah sosok pria yang menarik. Longo mampu membuat istri lain cemburu karena sebagai suami dia rela melakukan semua hal untuk istrinya. Sayangnya, kebahagiaan pasangan ini tak berlangsung lama. Pada 1997, pasangan muda itu dikaruniai anak pertama dari buah pernikahan mereka, yakni seorang bayi laki-laki bernama Zachery. Setahun kemudian lahir anak kedua, Sadie dan disusul anak ketiga, Madison. Kelahiran ketiganya hanya berjarak setahun.
Kehadiran tiga anak menghadirkan masalah bagi Longo, terutama soal keuangan. Terlebih, ketika Jane memutuskan berhenti bekerja dan fokus merawat ketiga anaknya. Longo pun harus bekerja lebih keras demi memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka.
Awalnya, pria kelahiran 23 Januari 1974 itu bekerja di sebuah toko kamera, tapi tak lama. Tahun 2000, dia membuka bisnis konstruksi bersama seorang temannya di Saksi Yehova. Sempat berkembang pesat, bisnis itu bangkrut karena ekspansi yang terlalu cepat dilakukan. Longo pun terlilit utang. Selain itu, kreditnya juga membengkak dan terpaksa mobilnya disita oleh bank.
Bisa dibilang peristiwa itu menjadi awal dari kesulitan hidup dan ekonomi yang terus mengikutinya. Meski demikian, Longo tak pernah menceritakan kesulitan ekonomi dan utang yang melilitnya itu kepada sang istri. Dia tak mau istri dan keluarganya menjadi khawatir.
Melakukan penipuan
Demi terus menghidupi keluarga dan melunasi utang yang melilitnya, tanpa sepengetahuan sang istri, Longo beralih menjalani kejahatan. Dia mulai mencetak cek palsu lebih dari AS$30.000 (sekitar Rp390 juta) bersama dengan sejumlah SIM palsu. Berbekal SIM palsu Longo melakukan aksi pencurian mobil di dealer mobil. Selain itu, dia juga menggunakan kartu kredit ayahnya sebesar AS$100.000 (sekitar Rp1,3 miliar). Bahkan, cincin pernikahannya pun dilego.
Lambat laun istrinya mulai menemukan adanya kejanggalan. Jane mulai curiga dengan tingkah laku suaminya. Dia pun menanyakan tentang tagihan mobil yang setiap bulan datang melalui surel. Longo berkelit bahwa mobilnya baik-baik saja dan tak mengetahui tentang tagihan itu. Kemudian, diam-diam Longo membuat tagihan palsu lalu mengirimkannya ke alamat rumah mereka untuk menyembunyikan kebohongannya.
Pada Mei 2000 rumah tangga Jane dan Longo mulai diterpa badai. Jane menemukan surel dari suaminya untuk wanita lain. Dalam surel itu Longo bercerita tentang pernikahannya yang tidak bahagia. Dia tak lagi mencintai istrinya setelah memiliki anak. Istrinya tak lagi menarik seperti pertama kali bertemu. Jane lalu curiga bahwa Longo telah berselingkuh.
Jane sempat terbersit untuk meninggalkan Longo, namun niat itu dia urungkan karena tidak ingin anak-anaknya tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah. Jane lalu bercerita kepada adiknya, Sally Clark, yang menyarankan agar Jane mengadukan dugaan perselingkuhan tersebut kepada para tetua atau petinggi Saksi Yehova. Sayangnya, pihak gereja tidak menemukan indikasi itu. Longo pun diberi kesempatan sekali lagi untuk melayani.
Lepas dari satu masalah ternyata tak lantas Longo bebas. Tidak ada kejahatan yang abadi. Akhirnya, Jane pun mengetahui bahwa selama ini rumah tangganya dililit utang. Ditambah dengan suaminya telah melakukan penipuan. September 2000 Longo mulai menjalani sidang. Dia didakwa dua tuntutan, yakni penipuan dan pemalsuan dokumen. Majelis hakim memutuskan Longo bersalah. Dia dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun dan membayar ganti rugi.
Namun, karena tak mampu membayar ganti rugi jauh lebih besar dari yang ditetapkan pengadilan, hukumannya pun diganti menjadi hukuman percobaan. Peristiwa tersebut akhirnya membuat Longo dikeluarkan dari Saksi Yehova. Akibat peristiwa itu kehidupan Longo berubah 180 derajat. Dia sangat marah karena hidupnya telah hancur parah, terlebih kondisi keuangannya.
Rupanya, kesulitan ekonomi yang dialami Longo bukanlah yang pertama. Jauh sebelum menikah dengan Jane, Longo memang telah mengalami kesulitan ekonomi. Penyebabnya, gaya hidup yang mewah dan boros.
Menyamar sebagai wartawan
Ketika masih menjalani masa percobaan, pada Desember 2001 Longo melarikan diri membawa istri dan ketiga anaknya ke Oregon. Di sana, Longo bersama keluarga kecilnya tinggal di sebuah apartemen kelas atas di Yaquina Bay. Longo juga berhasil menemukan pekerjaan paruh waktu di Starbucks.
Kepada atasan dan teman-temannya, Longo mengaku, dia bersedia mengambil pekerjaan tersebut bukan karena uang, melainkan karena kecintaannya terhadap kopi. Longo mengatakan, dia memiliki banyak uang dengan memanfaatkan perkembangan internet. Rekan kerjanya percaya karena melihat keluarga Longo yang tinggal di apartemen kelas atas. Teman-temannya juga tak ada yang tahu bahwa Longo merupakan seorang buronan.
Selama berada dan bekerja di Oregon, kondisi keuangan keluarga itu tak juga berubah. Mereka justru semakin mengalami kesulitan ekonomi, sehingga membuat Longo dan Jane sering bertengkar. Mereka tak mampu membayar sewa apartemen yang mahal dan membeli makanan. Terpaksa mereka harus angkat kaki dari apartemen mewah itu dalam waktu dekat.
Percekcokan mereka mengganggu penghuni apartemen lain. Mereka kemudian mengadukan hal itu kepada pihak manajemen. Sayang, sebelum aduan itu ditindaklanjuti, penemuan empat mayat secara beruntun mengalihkan perhatian. Terlebih Longo pun tak diketahui rimbanya.
Setelah dilakukan penyelidikan secara intensif, jejak Longo pun tercium. Dia kabur ke Cancun, Meksiko. Rupanya, sehari setelah mendengar laporan berita bahwa tubuh seorang anak kecil telah ditemukan di perairan Yaquina Bay, Longo langsung ke kantornya untuk mengambil gaji terakhirnya dan melaju ke San Francisco untuk melarikan diri. Kemudian, dia membeli tiket pesawat secara daring menggunakan kartu kredit curian.
Selama berada di Meksiko, Longo menyamar sebagai Michael Finkel, mantan wartawan travel majalah The New York Times. Alasannya, dia memang mengidolakan sosok Finkel dan sering membaca tulisannya.
Tak butuh waktu lama bagi pihak berwajib untuk menemukan Longo. Pada 13 Januari 2002, pukul 18.20, kepolisian Meksiko dan agen FBI berhasil menangkap Longo di kota kecil Tulum, Meksiko. Ketika ditangkap, Longo sama sekali tidak melawan. FBI langsung menerbangkan Longo ke Amerika Serikat. Dengan pengawalan FBI, Longo pun mendarat di Bandara Houston, Texas, AS.
Menurut pihak kepolisian, setiba di Meksiko, Longo menyewa sebuah pondok. Di tempat tersebut dia menghabiskan waktu dengan sekelompok wisatawan muda Inggris, mengisap ganja, dan tinggal bersama dengan seorang fotografer wisata, Janina Franke.
Pengakuan yang berbeda
Dia pun mulai menjalani proses penyidikan. Ternyata tidak mudah untuk langsung menuduh Longo sebagai pembunuhan keluarganya karena setiap ditanya dia selalu berkilah. Bahkan, Longo enggan menjelaskan kronologis peristiwa dan motif yang melatarbelakangi mengapa dia tega membunuh keluarganya kepada para penyidik. Salah satu agen FBI, Daniel Clegg mengatakan bahwa Longo telah mengirim keluarganya ke tempat yang “lebih baik”. Namun pernyataan itu dibantas pengacara Longo.
Pada Maret 2003, kasus Longo mulai disidangkan di pengadilan kota Oregon. Persidangan itu mendapat perhatian besar dari media cetak maupun elektronik. Maklum, Longo masuk ke dalam daftar 10 orang paling dicari FBI. Persidangan itu pun dihadiri oleh keluarga Jane dan Michael Finkel.
Untuk pertama kalinya, Longo mengungkapkan peristiwa yang menyebabkan kematian istri dan ketiga anaknya menurut versinya. Dia mengakui bahwa dia telah membunuh istri dan Madison, tetapi tidak membunuh Zachery dan Sadie. Pengakuan itu sontak membuat para hakim dan hadirin yang datang terkejut.
Lantas, siapa yang telah membunuh Zachery dan Sadie? Longo lalu bercerita bahwa sebelum pembunuhan itu terjadi, dia cekcok dengan istrinya. Usai cekcok, dia memilih untuk tidur di sofa. Namun tiba-tiba dia terbangun. Lantas menuju tempat tidur untuk mengecek keadaan Jane dan anak-anaknya.
Dia menemukan Jane sedang muntah di lantai dan melihat Madison sudah tak bernyawa di tempat tidur. Zachery dan Sadie sudah tak ada di tempat tidur. Longo pun sontak terkejut dan bertanya kepada Jane apa yang terjadi. Longo mengatakan bahwa Jane telah membunuh Madison dan membuang Zachery dan Sadie ke laut dari atas jembatan.
Saat itu juga Longo kehilangan kendali dan langsung mencekik leher Jane hingga tewas. Setelah tewas, Longo memasukkan jasad Jane dan Madison ke dalam dua buah koper besar. Ketika hendak memasukkan Madison, ternyata putri kecilnya itu masih bernapas. Longo membekap dan mencekiknya hingga tewas dan memasukkan tubuh mungil putrinya itu ke dalam koper besar. Kedua koper itu dibuang ke laut yang berada di belakang apartemennya.
“Karena kopernya terlalu besar, saya mengisinya dengan beberapa pakaian dan boneka untuk membuatnya lebih nyaman,” ungkap Longo.
Tentu saja para hakim dan jaksa penuntut umum tak lantas mempercayai kesaksian Longo. Sebab, dari riwayat Jane tak terlihat adanya tindakan kekerasan. Jane pun tidak bertemperamen buruk dan dikenal sebagai seorang ibu yang baik. Bahkan, secara fisik tak mungkin Jane bisa melemparkan anak-anaknya ke laut.
Selain itu, hasil otopsi menunjukkan adanya kekerasan fisik sebelum Jane tewas dicekik. Hal itu terlihat dari trauma benda tumpul pada wajah dan kepalanya. Para hakim dan jaksa penuntut hukum menganggap bahwa Longo memberikan kesaksian palsu. Meskipun mereka mengakui bahwa tidak memiliki bukti langsung yang menghubungkan Longo dengan pembunuhan Zachery dan Sadie, namun ada seorang saksi mata, Dick Hoch, yang melihat aktivitas Longo di Jembatan Waldport saat malam hari. Dick Hoch yang merupakan sopir truk itu bahkan berniat membantu Longo. Namun Longo malah buru-buru kabur.
Kesaksian berbeda diberikan Longo kepada Finkel yang menemuinya di penjara. Kepada sosok idolanya itu, Longo mengaku bahwa dia telah membunuh istri dan ketiga anaknya. “Saya tidak tahu mengapa dia memberikan kesaksian yang berbeda,” ucap Finkel yang menulis buku berjudul True Story: Murder, Memoir, Mea Culpa yang mengangkat kasus kekejian Longo.
Ingin mendonorkan organ tubuh
Selain dikenal sebagai penipu ulung, jaksa penuntut umum berpendapat, Longo merupakan seorang pembunuh berhati dingin. Dia tega membunuh keluarganya karena kondisi ekonomi, bukan lepas kendali karena melihat Jane telah membunuh anak-anaknya. Bahkan, menurut jaksa Steven Briggs dan Paulette Sanders, Longo telah merencanakan pembunuhan itu satu bulan sebelumnya. Bukti itu terlihat pada komputer milik Longo. Terlacak jejak Longo yang mengakses situs Hitman Online, sebuah situs yang memberikan rekomendasi metode pembunuhan. Bahkan tersirat Longo berencana mengubah identitasnya. Longo juga berhasil menjauhkan Jane dari keluarganya.
Menurut Josh Marquis, jaksa dari Oregon yang turut menangani kasus ini, Longo adalah seorang psikopat yang layak dihukum mati. Sebab, dia melakukan tindakan jahat itu secara sadar. “Dia tidak suka terikat kepada istrinya dan tiga anak-anak. Dia merasa terbebani, maka dia memilih untuk menyingkirkan mereka dan menyamar menjadi orang lain.”
Meski Longo terus berdalih bahwa dia hanya membunuh Jane dan Madison, namun berdasarkan bukti-bukti yang ada, pada 7 April 2003 hakim memutuskan Longo bersalah atas empat pembunuhan. Majelis sidang yang dipimpin Hakim Robert Huckleberry menjatuhkan vonis mati kepada Longo. Terhadap keputusan hakim, Longo mengaku tidak terkejut dan pasrah.
“Saya rasa saya harus menghabiskan sisa hidup di penjara,” katanya kepada wartawan sesaat setelah vonis dijatuhkan. Berbeda dengan pengacara Longo yang mengajukan banding karena tak menerima putusan itu. Sayangnya, banding tersebut ditolak. Longo tetap harus menghadapi hukuman mati.
Eksekusi mati dilakukan dengan cara menyuntikkan cairan kimia yang mematikan ke dalam tubuh Longo. Sebelumnya, Longo sempat menolak cara eksekusi itu. Dia minta untuk dihukum mati dengan cara yang lain, yaitu ditembak atau digantung. Sebab, dia bermaksud mendonorkan organ tubuhnya. Jika disuntikkan cairan kimia, maka organ tubuhnya akan rusak. “Saya ingin melakukan hal positif dari keadaan yang saya alami,” kata Longo.
Sayangnya, permintaan tersebut ditolak. Sebab, Longo telah diberi label atau stigma sebagai seseorang dengan moral tercela. Jadi, tidak mungkin ada orang yang mau menerima organ tubuh dari orang dengan label tersebut.
Sebelum dieksekusi mati, selama empat tahun Longo diisolasi seorang diri dan terkunci di selnya selama 21 jam sehari. Kematian akhirnya menjemput si pelayan Saksi Yehova itu pada 2011.