Pembangunan Jembatan Bailey di Desa Perigi-Puncak Jeringo Terkendala Administrasi
December 29, 2025 07:04 PM

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Perbaikan jembatan penghubung antara Desa Perigi dan Desa Puncak Jeringo di Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur tak kunjung terealisasi. 

Jembatan ini rusak pada, Rabu (19/11/2025), akibat hujan deras yang mengguyur semua wilayah Kabupaten Lombok Timur mengakibatkan debit air naik dan memutus akses penghubung dua desa.

Akibatnya warga di Desa Puncak Jeringo terisolasi dan harus lebih jauh dengan jarak 3 kilometer kondisi jalan yang rusak untuk menuju ke Pringgabaya atau ke Labuan Lombok. 

Warga kemudian membangun jembatan darurat yang terbuat dari bambu.

Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal mengatakan bahwa persoalan yang dihadapi saat ini terkait dengan pergerakan dari bahan jembatan tersebut yang terkendala administrasi. 

Baca juga: Warga Desa Perigi Urunan Bangun Jembatan Darurat dari Bambu, Mulai Rp5 Ribu Sampai Rp50 Ribu

"Jembatan bailey sudah siap, tinggal kita gerakkan ke sana. Masalahnya hanya di administrasi saja," kata Iqbal, Senin (29/12/2025). 

Mantan Dubes Indonesia untuk Turki ini menyampaikan, anggaran untuk pembangunan jembatan darurat sudah diteken sejak lama. 

"Anggaran sudah saya teken sebulan yang lalu," kata Iqbal. 

Bangun Jembatan Darurat Secara Mandiri

Seorang warga Jupli mengaku jembatan darurat dibangun karena masyarakat membutuhkan akses dengan segera. Sementara pemerintah tidak kunjung bergerak.

"Janjinya tiga hari atau empat hari akan dibangun oleh Bupati, tapi sampai hari ini tidak ada kabarnya, jadi kami membuat jembatan yang terbuat dari bambu," kata Jupli saat ditemui pada Rabu (24/12/2025).

Jupli mengaku jembatan yang dibangun saat ini sangat membantu bagi masyarakat, meskipun tidak terlalu kuat dan tidak bertahan lama.

"Tapi bermanfaat lah untuk kami sebagai petani, kami bisa lewatkan pupuk kami dan lain sebagainya," jelas Jupli.

Jembatan sementara yang dibangun swadaya warga Dusun Aik Beta, Desa Pergi merupakan bentuk kekesalan warga yang sudah lama menunggu.

Warga miris melihat anak-anak dan warga yang harus menyebrangi sungai setiap hari yang hendak beraktivitas.

"Kami berinisiatif membuat jembatan ini, karena kami kasihan juga kepada petani yang harus memikul pupuknya dan anak-anak setiap pergi ngaji dan sekolah harus menyeberangi sungai, jadi takut kita kalau tiba-tiba air besar di sungai," tuturnya.

(*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.