Tolak SK UMSK 2026, SPN Jawa Barat Layangkan Keberatan ke PTUN: 89 Persen Rekomendasi Dicoret
December 30, 2025 12:11 AM

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional (DPD SPN) Jawa Barat resmi mengajukan keberatan administratif atas pengesahan UMSK 2026.

Langkah ini diambil sebagai syarat awal untuk melayangkan gugatan ke PTUN setelah Pemprov Jabar dinilai mencoret mayoritas rekomendasi upah dari daerah.

Surat keberatan tersebut menjadi salah satu syarat administratif untuk pengajuan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Syarat Administratif Menuju Gugatan PTUN 

Ketua DPD SPN Jawa Barat, Dadan Sudiana, menegaskan bahwa surat keberatan tersebut sudah diterima secara resmi oleh Biro Umum Setda Jabar pada Senin (29/12/2025).

“Iya betul, SPN Jabar sudah mengirim surat keberatan sebagai salah satu syarat gugatan di PTUN,” kata Dadan kepada Tribunjabar.id.

Baca juga: Apa itu UMSK yang Diprotes Serikat Buruh Jabar Gara-gara Tak Ditetapkan Dedi Mulyadi?

Data Pencoretan UMSK di Kabupaten/Kota

Pihak buruh menyoroti ketimpangan antara rekomendasi yang diajukan daerah dengan yang disahkan oleh Gubernur.

Dari total 486 rekomendasi UMSK, hanya 49 (10,08 persen) yang disahkan, sementara 437 (89,92 % ) lainnya ditolak.

Berikut adalah rincian daerah dengan jumlah rekomendasi UMSK yang dicoret:

  • Kabupaten Karawang: 107 rekomendasi
  • Kota & Kabupaten Bekasi: 109 rekomendasi
  • Kabupaten Bogor: 27 rekomendasi
  • Kabupaten Subang: 14 rekomendasi
  • Kabupaten Purwakarta: 5 rekomendasi

Dampak Penurunan Daya Beli Buruh

Dadan menilai keputusan ini mencederai prinsip keadilan bagi kaum buruh yang sudah menyelesaikan pembahasan di tingkat daerah tanpa sengketa.

Penolakan UMSK ini diprediksi akan menimbulkan efek domino pada ekonomi pekerja.

“Penurunan upah sektoral ini akan meningkatkan beban hidup para pekerja dan berpotensi menurunkan daya beli,” tegas Dadan.

Apa Itu UMSK

UMSK adalah singkatkan dari Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota.

Secara sederhana, UMSK adalah upah minimum yang berlaku khusus untuk sektor industri tertentu di suatu wilayah kabupaten atau kota. 

Nilai UMSK biasanya lebih tinggi daripada Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) standar karena dianggap memiliki nilai tambah tinggi atau risiko kerja yang lebih besar dibandingkan sektor lainnya. 

Contoh sektor yang biasanya memiliki UMSK di antaranya:

  • Sektor otomotif.
  • Sektor pertambangan dan energi.
  • Sektor perbankan.
  • Sektor kimia atau logam berat.

Contoh sektoral di kabupaten/kota:

  • Sektor garmen di Kota Bandung

  • Sektor logam di Karawang

  • Sektor padat karya di Bogor, dll.

Mekanisme Penetapan UMSK

Untuk penetapan UMKS ini harus ada kesepakatan sektor antara serikat pekerja dan pengusaha di daerah tersebut.

Adapun besaran UMSK ini nilainya lebih tinggi dari UMK karena mempertimbangkan standar industri yang spesifik.

Penetapan UMSK melalui Bupati/Walikota kemudian ditetapkan oleh Gubernur.

Status Hukum

Dulu, UMSK diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Setelah terbitnya UU Cipta Kerja (Omnibus Law) dan PP No. 36 Tahun 2021 (yang kemudian diperbarui dengan PP No. 51 Tahun 2023), konsep Upah Minimum Sektoral telah dihapuskan.

Mengacu pada PP No. 51 Tahun 2023 tersebut pemerintah hanya menetapkan dua jenis upah minimum, yaitu UMP (Provinsi) dan UMK (Kabupaten/Kota). Tidak ada lagi penetapan UMSK baru oleh Gubernur.

Kini, pengaturan upah diatur Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/2025 di dalamnya wajib mengatur kembali mekanisme penetapan Upah Minimum Sektoral. 

Menurut PP tersebut, Gubernur kini kembali memiliki kewenangan untuk menetapkan upah sektoral berdasarkan kesepakatan asosiasi pengusaha dan serikat pekerja di sektor yang bersangkutan.

Bagi perusahaan yang sudah menerapkan UMSK sebelum aturan penghapusan berlaku, mereka biasanya tetap wajib membayar upah tersebut selama nilainya masih di atas UMK yang baru.(*)

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.