TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU — Penanganan kasus dugaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di lingkungan Sekretariat DPRD Riau hingga kini belum menunjukkan kejelasan.
Meski proses penyidikan telah berlangsung cukup lama dan melibatkan pemeriksaan banyak saksi, belum ada kepastian hukum terkait kelanjutan perkara tersebut, termasuk penetapan tersangka.
Pengamat hukum Riau, Dr. Parlindungan, SH. MH, menilai kondisi ini menunjukkan adanya keragu-raguan dalam penanganan kasus. Ia menyoroti langkah penyidik yang sempat menyita sejumlah aset dari salah seorang saksi.
Namun, penyitaan tersebut kemudian dibatalkan melalui putusan praperadilan, sehingga aset yang disita harus dikembalikan.
Situasi ini dinilai mempertegas kesan bahwa penanganan perkara belum dilakukan secara tegas dan konsisten.
Menurutnya, sebuah perkara pidana seharusnya berjalan dengan prinsip kepastian hukum.
Jika penyidik menilai alat bukti tidak cukup untuk melanjutkan proses, maka penghentian penyidikan melalui penerbitan SP3 seharusnya menjadi pilihan yang jelas dan terbuka.
Sebaliknya, apabila alat bukti telah memenuhi unsur, maka perkara harus segera dilanjutkan ke tahap berikutnya hingga ke pengadilan.
Baca juga: Tak Ingin Terjebak Utang Tunda Bayar di 2026, Bupati Kuansing Minta OPD Cermat Gunakan Anggaran
Baca juga: Muswil PKB Riau Diundur Tahun Depan, Siapa Ketua Pengganti Abdul Wahid?
Kasus yang dibiarkan menggantung terlalu lama dinilai berpotensi menimbulkan berbagai spekulasi di tengah masyarakat.
Ketidakjelasan ini bukan hanya merugikan pihak-pihak yang terlibat, tetapi juga dapat menggerus kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum itu sendiri.
Kewibawaan aparat penegak hukum, menurutnya, sangat ditentukan oleh keberanian dalam mengambil keputusan. Ketika sebuah kasus diungkap ke ruang publik, maka harus ada kejelasan pembuktian.
Namun jika pembuktian tidak memungkinkan karena keterbatasan alat bukti, penghentian perkara secara resmi justru menjadi bentuk tanggung jawab hukum agar tidak merugikan individu tertentu.
Ia juga menilai bahwa penetapan status hukum seseorang tanpa kejelasan tindak lanjut berpotensi menimbulkan ketidakadilan. Terlebih, dalam praktik hukum, tidak ada batas waktu yang tegas terkait status tersangka yang belum dilakukan penahanan. Kondisi ini semakin menegaskan pentingnya kepastian arah penyelesaian perkara.
Oleh karena itu, penyidik dinilai perlu memberikan kejelasan terhadap penanganan kasus SPPD fiktif di lingkungan Setwan DPRD Riau. Dengan banyaknya saksi yang telah dimintai keterangan, publik menilai sudah saatnya ada kepastian apakah perkara tersebut dilanjutkan ke tahap berikutnya atau dihentikan secara resmi.
Kejelasan penyelesaian perkara dinilai penting untuk menjaga rasa keadilan dan mencegah berkembangnya spekulasi liar di tengah masyarakat yang terus menunggu kepastian hukum atas kasus tersebut.