BANJARMASINPOST.CO.ID - Aktor Anrez Adelio kini terjerat kasus dugaan kekerasan seksual yang berujung hamil. Korbannya berinisial FP.
Meski ada narasi jika hubungan itu berdasarkan suka sama suka, namun hal itu dibantah kuasa hukum FP, Santo Nababan.
Dia membantah keras anggapan bahwa kliennya memiliki hubungan suka sama suka dengan artis peran Anrez Putra Adelio.
Adanya bantahan itu disampaikan setelah Anrez Putra Adelio resmi dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) terhadap FP.
Santo Nababan menegaskan peristiwa yang dialami kliennya tidak terjadi atas dasar kehendak bersama, melainkan melalui bujuk rayu dan janji-janji.
Baca juga: Ngaku Dihamili Anrez Adelio, Friceilda Prillea Ungkap 8 Bulan, Postingan Denny Sumargo Kini Terbukti
“Ini bukan atas dasar suka sama suka. Klien kami tidak menginginkan itu. Ada bujuk rayu, ada janji-janji, dan itu yang kemudian membuat klien kami berada dalam posisi rentan,” kata Santo saat ditemui di Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (30/12/2025).
Menurut kuasa hukum, dugaan kekerasan seksual bermula dari pendekatan yang dilakukan Anrez terhadap FP.
Dalam proses tersebut, Anrez disebut melakukan bujuk rayu hingga akhirnya terjadi peristiwa yang berujung pada kehamilan korban.
Seiring berjalannya waktu, Anrez sempat membuat surat pernyataan yang berisi janji akan bertanggung jawab dan menikahi FP.
Namun, setelah surat pernyataan tersebut dibuat, Anrez justru menghindar dan tidak lagi menunjukkan itikad baik.
“Setelah surat pernyataan itu dibuat, Anrez tidak lagi merespons komunikasi dan seolah lari dari tanggung jawab,” ujar Santo.
Situasi itu membuat kondisi psikologis FP terganggu, terlebih saat mengetahui dirinya hamil.
Hingga kini usia kehamilan FP telah memasuki delapan bulan dan diperkirakan akan melahirkan pada Januari 2026.
Santo menjelaskan langkah hukum pidana diambil lantaran tidak adanya itikad baik dari Anrez untuk bertanggung jawab, baik secara moral maupun hukum.
“Justru karena tidak ada itikad baik, maka kami menempuh jalur pidana terlebih dahulu. Ini demi memperjuangkan keadilan bagi klien kami dan juga anak yang ada dalam kandungannya,” tegasnya.
Tim kuasa hukum mendampingi FP membuat laporan polisi di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya. Laporan tersebut tercatat dengan nomor LP/B/9510/XII/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA Pada 29 Desember 2025.
Anrez dilaporkan atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang TPKS, dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
Dalam laporan tersebut, kuasa hukum turut menyerahkan sejumlah alat bukti kepada penyidik, di antaranya bukti percakapan (chat), surat pernyataan dari Anrez, hasil pemeriksaan USG, serta hasil visum di Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
“Polisi tidak serta-merta menerima laporan jika alat bukti tidak cukup. Semua sudah kami sampaikan,” kata Santo.
Kuasa hukum menegaskan kliennya tidak menuntut kelanjutan hubungan dengan Anrez. Namun, yang diperjuangkan adalah pertanggungjawaban hukum atas hak anak yang dikandung FP.
“Yang diminta adalah tanggung jawab atas hak anak, bukan hubungan. Anak tersebut berhak atas identitas, pengakuan, dan hak keperdataan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Selain jalur pidana, tim kuasa hukum juga membuka kemungkinan menempuh langkah hukum perdata guna memastikan hak-hak anak terpenuhi.
“Kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran agar perempuan memperoleh perlindungan hukum dan setiap laki-laki bertanggung jawab atas perbuatannya,” kata Santo.
(Banjarmasinpost.co.id/Tribunnews.com)