TUTUP Tahun 2025, Faktor Ekonomi Akar Utama Tingginya Kasus Cerai di Buleleng, Tembus 946 Perkara!
January 01, 2026 12:03 AM

TRIBUN-BALI.COM - Jumlah duda dan janda di Kabupaten Buleleng pada penghujung tahun 2025 mengalami peningkatan 1,94 persen. Hal ini sejalan dengan tingginya angka perceraian yang terjadi di Gumi Panji Sakti ini. 

Berdasakan data dari Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, tercatat ada 946 perkara perceraian yang teregister sepanjang tahun 2025. Jumlah ini mengalami kenaikan 18 perkara atau 1,94 persen dibandingkan tahun 2024, yakni 928 perkara. 

"Perkara perceraian di Kabupaten Buleleng memang mengalami peningkatan setiap tahun. Untuk di tahun 2025, dari 946 perkara yang teregister 944 diantaranya sudah putusan," ucap Juru bicara PN Singaraja, I Gusti Made Juliartawan ditemui Selasa (30/12). 

Dilihat dari wilayah per kecamatan, pengajuan cerai paling banyak berasal dari Kecamatan Buleleng dengan 154 perkara dan Kecamatan Sukasada 134 perkara.

Baca juga: CEPAT Tangani Jika Tergigit Anjing, 3 Warga Jembrana Meninggal Dunia Suspek Rabies, Vaksinasi Gencar

Baca juga: HINDARI Macet Perayaan Tahun Baru, Rekayasa Lalin 3 Titik Utama, Jalur Pantai Kuta, Bandara dan GWK!

Disusul Kecamatan Sawan dengan 116 perkara, berbeda tipis dengan Kecamatan Seririt sebanyak 114 perkara. Sedangkan yang paling sedikit dari Kecamatan Gerokgak dengan 56 perkara. 

Dari kelompok usia, rata-rata penggugat masih berada di usia produktif, yakni kisaran 27 hingga 35 tahun. Mereka telah menjalani pernikahan selama 5 hingga 10 tahun, sebelum akhirnya bercerai.

"Ada juga yang menikah muda kemudian memutuskan bercerai. Termasuk yang bercerai padahal usia pernikahannya di bawah lima tahun. Namun itu jumlahnya sedikit," katanya. 

Faktor ekonomi menjadi akar utama seseorang mengajukan gugatan cerai. Kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi, kerap kali menimbulkan pertengkaran dalam rumah tangga. Bahkan bisa berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 

Hal ini pula yang menjadi alasan pihak perempuan lebih banyak bertindak sebagai penggugat, dengan total 632 atau 66,81 persen. Sedangkan penggugat dari pihak laki-laki hanya 314 atau 33,19 persen. 

"Dari sisi pekerjaan, kebanyakan merupakan ibu rumah tangga. Karena tidak dinafkahi, akhirnya memutuskan untuk bercerai. Namun adapula yang merupakan wanita karir, bahkan ada yang berstatus pegawai negeri," ucapnya. 

Selain ekonomi, perselingkuhan juga menjadi salah satu faktor. Kebanyakan dialami oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI). "Adapula yang mengajukan cerai karena suami penjudi, pemabuk, bahkan masuk penjara karena kasus penyalahgunaan narkoba," tandasnya. (mer)

© Copyright @2026 LIDEA. All Rights Reserved.