Kenaikan PPN 12% Nyaris Tak Pengaruhi Biaya Bahan Baku, Ini Penjelasannya
GH News December 29, 2024 02:06 PM
JAKARTA - Pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus menjaga prinsip keadilan dan semangat gotong royong.

Berbarengan dengan itu, pemerintah telah menggelontorkan sejumlah paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

Paket stimulus tersebut diharapkan menjadi solusi terhadap dampak yang ditimbulkan dari penyesuaian 1 persen tarif PPN, salah satunya terhadap kenaikan biaya produksi. Jika biaya produksi meningkat, harga barang akan naik, sehingga daya beli masyarakat dapat tertekan. Selain itu, kenaikan PPN dapat berdampak terhadap utilisasi tenaga kerja dan merembet pada penurunan pendapatan masyarakat. Namun demikian, pemerintah memastikan bahwa kenaikan besaran angka PPN secara umum untuk bahan baku tidak memiliki pengaruh signifikan.

Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede menyatakan bahwa Pemerintah telah melakukan antisipasi dengan memastikan bahan pokok utama yang menjadi input produksi, seperti beras, jagung, kedelai, dan hasil perikanan, tetap bebas PPN. Hal ini mencegah kenaikan biaya produksi bagi industri yang bergantung pada bahan baku tersebut.

Lebih lanjut barang seperti tepung terigu, gula industri, dan minyak goreng, yang menjadi bahan baku penting dalam industri makanan dan minuman, dikenakan PPN namun bebannya ditanggung oleh pemerintah.

“Dengan demikian, harga bahan baku ini tetap stabil di pasar. Selain itu, UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun dibebaskan dari kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN. Hal ini membantu UMKM yang menjadi pemasok bahan baku atau bahan pembantu lokal untuk tetap kompetitif,” tuturnya.

Apalagi, kata Pardede, mayoritas bahan baku yang digunakan dalam produksi di Indonesia adalah lokal. Kenaikan PPN pada bahan baku impor lebih mungkin berdampak pada sektor tertentu, seperti manufaktur berteknologi tinggi atau yang bergantung pada bahan impor. Lebih lanjut, banyak bahan baku dan alat produksi mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Misalnya, mesin-mesin pabrik dan peralatan tertentu tidak dikenakan PPN, sehingga mengurangi dampak pada biaya produksi.

Pemerintah Berikan Paket Stimulus kepada Dunia Industri dan UMKM
Selain menjaga agar bahan baku tetap stabil, pemerintah juga telah melakukan antisipasi lainnya berupa paket stimulus bagi dunia usaha, terutama untuk perlindungan kepada UMKM dan Industri Padat Karya yang merupakan backbone perekonomian nasional.

Insentif tersebut berupa perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% sampai dengan tahun 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan selama 7 tahun dan berakhir di 2024. Untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta/tahun sepenuhnya dibebaskan dari pengenaan PPh tersebut.

Hal tersebut seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Pemerintah juga menyiapkan Pembiayaan Industri Padat Karya untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5%.

“Sekali lagi kami sampaikan bahwa Paket Kebijakan Ekonomi ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha terutama UMKM dan industri padat karya, dan menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, serta sekaligus dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Menko Airlangga.

Di sektor manufaktur, beberapa insentif telah disiapkan pemerintah untuk mendukung para pelaku sektor manufaktur dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas dan daya saingnya, serta untuk menjaga daya beli masyarakat. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, insentif diberikan baik untuk supply side maupun demand side.

“Pemerintah memberikan perhatian besar terhadap sektor manufaktur, termasuk stimulus otomotif yang diketahui sedang mengalami tekanan dari sisi penjualan,” ujar Agus dalam siaran pers dikutip (21/12/2024).

Peneliti Ekonomi di Indonesia Development of Economics and Finance (INDEF), Ariyo Irhamna menilai paket stimulus dapat membantu meredam dampak kenaikan PPN, kebijakan ini harus berkelanjutan agar dampaknya terasa signifikan.

Ariyo mengungkapkan kenaikan PPN dapat mempengaruhi biaya produksi, terutama pada sektor yang bergantung pada bahan baku impor. Dia merekomendasikan insentif PPN untuk sektor strategis seperti manufaktur.

“Pemberian insentif PPN bisa diberikan untuk sektor strategis, seperti manufaktur yang menggunakan bahan baku lokal dan memfasilitasi substitusi impor dengan mendukung industri dalam negeri,” tuturnya.

Sehingga, keyakinan pemerintah atas kenaikan besaran angka PPN secara umum untuk bahan baku dan bahan pembantu lokal tidak memiliki pengaruh yang signifikan, dapat benar-benar terealisasi.

PPN DTP 1 Persen bagi Produk Manufaktur Bahan Pokok
Tidak hanya di hulu, pemerintah juga memberikan insentif PPN 1 persen DTP bagi produk manufaktur yang merupakan bahan pokok penting (bapokting) atau yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk minyak goreng, tepung terigu, dan gula industri.

Insentif PPN DTP 1 persen juga diberikan bagi gula industri. Sebagai pertimbangan, gula industri merupakan input penting bagi industri makanan minuman. Kontribusi sektor ini mencapai 36,3 persen terhadap total industri pengolahan.

Pemberian insentif tersebut berdasarkan perhitungan yang menunjukkan bahwa kenaikan PPN 1 persen (dari 11 persen menjadi 12 persen) akan menyebabkan kenaikan harga di tingkat konsumen.

Kemenperin juga mencatat terdapat beberapa insentif lain yang akan berpengaruh positif bagi peningkatan produktivitas dan daya saing sektor manufaktur. Seperti, Optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Jaminan Kecelakaan Kerja bagi Industri Padat Karya Tertentu, dan diskon 50 persen iuran selama 6 (enam) bulan bagi sektor industri padat karya.

Dengan sederet insentif yang telah disiapkan Pemerintah untuk sektor industri, diyakini kenaikan tarif PPN 12 persen ini tak berpengaruh signifikan terhadap biaya produksi dan tetap mendukung daya beli masyarakat.

Pemerintah Siapkan Insentif Rp265,6 triliun
Pemerintah memberikan paket insentif untuk meringankan beban masyarakat terhadap harga barang atau jasa yang akan naik karena PPN 12 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2025 dengan nilai diperkirakan mencapai Rp265,6 triliun. Langkah ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pemulihan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

“Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi,” kata Sri Mulyani.

Adapun insentif yang diberikan untuk mendukung langsung UMKM pada 2025 mencapai Rp61,2 triliun. Penyesuaian tarif PPN 12 persen, Pemerintah tak hanya menyiapkan paket stimulus dan insentif untuk masyarakat umum tetapi juga menawarkan sederet paket insentif untuk UMKM.
© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.