TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 konsisten jaga stabilitas ekonomi nasional di tengah berbagai tantangan.
Kontribusi nyata ditunjukkan Bea Cukai, melalui surplus penerimaan di berbagai sektor, baik impor, ekspor, maupun cukai.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo, menjelaskan bahwa Bea Cukai mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun 2024 dengan ertumbuhan penerimaan sebesar 4,9 persen (yoy).
"Apresiasi juga patut diberikan kepada seluruh pihak terkait termasuk masyarakat dan pengguna jasa yang secara masif telah berkontribusi," kata Budi melalui keterangan tertulis, Rabu (15/1/2025).
Total penerimaan Bea Cukai mencapai Rp300,2 triliun yang terdiri dari Bea Masuk Rp53,0 triliun (92,3ri target), tumbuh 4,1% (yoy) didorong peningkatan nilai impor dan penguatan kurs USD.
Lalu Bea Keluar Rp20,9 triliun (119,2ri target), tumbuh 53,6% (yoy) akibat kebijakan relaksasi ekspor mineral mentah dan kenaikan harga CPO.
Serta Cukai Rp226,4 triliun (92ri target), tumbuh 2% (yoy) berkat kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA).
Selain penerimaan, Bea Cukai juga mencatatkan peningkatan kinerja di sektor pengawasan dan fasilitasi.
Di sektor pengawasan, Bea Cukai telah melakukan 45.725 penindakan (naik 10%) berkat penindakan terhadap pelanggaran impor, ekspor, MMEA, fasilitas, dan NPP.
Sementara kinerja fasilitasi juga tercatat positif dengan nilai insentif kepabeanan yang diberikan mencapai Rp36,8 triliun atau tumbuh 19,6% (yoy).
Sejalan, kinerja ekspor kawasan berikat (KB) dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) juga capai hasil positif.
Nilai ekspor KB KITE tercatat mencapai USD94,4 miliar, tumbuh 3,8% (yoy), sementara nilai impor ke KB KITE mencapai USD31,9 miliar atau meningkat 24,3% (yoy) seiring dengan peningkatan aktivitas sektor nikel.
Budi menegaskan bahwa pihaknya akan terus berkomitmen dalam mendukung kinerja APBN salah satunya melalui optimalisasi fasilitas.
Langkah ini dinilai tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga memperkuat daya saing industri nasional.
Pada 2024 penyerapan tenaga kerja di kawasan industri meningkat 8,6% (yoy). Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi keberhasilan insentif kepabeanan dalam mendukung industri.
"Ke depan, kami akan terus mengoptimalkan kinerja agar capaian Bea Cukai konsisten positif, sehingga dapat mendorong APBN dalam perannya menjadi motor penggerak stabilitas ekonomi nasional," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pendapatan negara pada tahun 2024 mencapai Rp2.842,5 triliun, tumbuh sebesar 2,1% (yoy).
Sementara itu, belanja negara tercatat sebesar Rp3.350,3 triliun, atau meningkat 7,3% (yoy).
Meskipun terdapat defisit APBN sebesar Rp507,8 triliun, atau setara dengan 2,29ri PDB, tetapi kondisi APBN 2024 dinilai tetap terkendali di tengah ketidakpastian global.
Secara rinci, pada semester I 2024 perekonomian Indonesia menghadapi tekanan berat seperti situasi geopolitik, fenomena El Nino, dan fluktuasi harga komoditas.
Beberapa kondisi krusial pun terjadi seperti inflasi 3,1% (yoy) pada Maret, nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga Rp16.421 per USD pada Juni, IHSG melemah, dan Yield Surat Berharga Negara (SBN) juga naik ke level 7,2%. Akibatnya penerimaan negara terkontraksi sebesar 6,2% (yoy).
Memasuki semester II, perekonomian mulai pulih seiring meredanya harga minyak global dan kenaikan harga komoditas utama seperti batu bara, nikel, dan CPO.
Yield SBN turun menjadi 7% pada Desember, inflasi berhasil ditekan ke 1,57%, dan nilai tukar rupiah menguat ke Rp16.162 per USD.
Selain itu pendapatan negara pun tumbuh 2,1% (yoy), didorong peningkatan penerimaan, termasuk kepabeanan dan cukai.