Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita kembali mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain Mbak Ita, suaminya yang juga Ketua Komisi D DPRD Jateng, Alwin Basri, turut ikutikutan mangkir.
Sedianya Mbak Ita dan Alwin Basri diperiksa sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, Jumat (17/1/2025) kemarin.
"Saudari HG alias Ita itu menyampaikan konfirmasi ketidakhadiran dikarenakan ada kegiatan yang sudah terjadwal dan tak bisa ditinggalkan. Selanjutnya, Saudara AB ya, selaku suami yang bersangkutan juga menyampaikan konfirmasi ketidakhadiran dikarenakan mempersiapkan dalam rangka sidang praperadilan," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dikutip Sabtu (18/1/2025).
"Keduanya minta pemeriksaan ditunda," imbuh jubir berlatar belakang pensiunan Polri ini.
Kata Tessa, penyidik saat ini tengah mempertimbangkan alasan ketidakhadiran Mbak Ita dan Alwin Basri.
Apakah dalih mereka tidak hadir itu patut dan wajar.
"Penyidik dalam hal ini masih menilai apakah alasan tersebut patut dan wajar dan bisa diterima," katanya.
Jika dari hasil penilaian penyidik menganggap alasan ketidakhadiran Mbak Ita dan Alwin Basri tidak patut dan wajar, maka KPK akan menerbitkan surat perintah penangkapan (sprinkap).
"Bila statusnya tersangka maka dapat dikeluarkan surat perintah penangkapan. Namun, hal tersebut kita kembalikan diskresinya kepada penyidik dan kita tunggu update selanjutnya," ujar Tessa.
Adapun ketidakhadiran ini bukan yang pertama.
Sebelumnya, Mbak Ita juga mangkir dari panggilan KPK pada 10 Desember 2024.
Untuk diketahui, hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jan Oktavianus, menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Mbak Ita pada Selasa (14/1/2025).
Dengan keputusan ini, status tersangka politikus PDI Perjuangan tersebut tetap sah.
"Menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya," ucap Hakim Jan Oktavianus di ruang sidang.
Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, diduga menerima gratifikasi sejumlah Rp 5 miliar.
"Menimbang bahwa berdasarkan uraian di atas, kemudian dihubungkan dengan bukti P56, maka didapat fakta hukum bahwa penyidik termohon (KPK) telah menyusun laporan tindak pidana korupsi yang pada pokoknya telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terjadi tindak pidana korupsi berupa penerimaan uang sebesar kurang lebih Rp 5 miliar oleh Hevearita Gunaryanti dan Alwin Basri sebagai pihak penerima," kata hakim.
Hakim juga menyatakan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan KPK telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Keputusan ini memberikan landasan kuat bagi KPK untuk melanjutkan penyidikan atas dugaan korupsi yang melibatkan Mbak Ita.
Dalam perkara ini, ia diduga terlibat dalam gratifikasi, suap pengadaan barang dan jasa, serta pemotongan insentif pegawai terkait capaian pemungutan retribusi daerah.
Sementara itu, absennya Mbak Ita dari kegiatan pemerintahan di Balai Kota Semarang juga menjadi perhatian.
Mbak Ita disebut telah menghilang dari Balai Kota Semarang sejak Rabu (15/1/2025), seusai permohonan praperadilan yang diajukannya ditolak.
Tempat parkir khusus wali kota di Balai Kota Semarang terlihat kosong, dan tidak ada aktivitas resmi dari Mbak Ita yang terdaftar dalam agenda Pemerintah Kota Semarang.
Salah satu pegawai Balai Kota Semarang menyebutkan, "Izin hari ini kosong".
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kepemimpinan di tengah proses hukum yang sedang berlangsung.
Sebelumnya, KPK telah melakukan penahanan terhadap dua tersangka lain dalam kasus yang sama, yakni Ketua Gapensi Kota Semarang, Martono, dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, P. Rachmat Utama Djangkar.
"Pada hari ini Jumat, tanggal 17 Januari 2025, KPK melakukan penahanan dua orang tersangka atas nama M (Ketua Gapensi Kota Semarang) dan RUD (Direktur PT Deka Sari Perkasa)," kata Tessa.