Pegiat Lingkungan Hadapi Tantangan dalam Advokasi Kelestarian Teluk Sepang Bengkulu
Eko Sutriyanto January 31, 2025 10:36 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pegiat lingkungan hidup yang tinggal di sekitar daerah industri ekstraktif di Teluk Sepang di Bengkulu menghadapi beragam tantangan saat melakukan upaya advokasi menjaga kelestarian lingkungan mereka dari ancaman risiko kerusakan lingkungan.

Tantangan tersebut antara lain datang pemerintah hingga aktor berpengaruh di daerah tersebut, serta perusahaan yang memiliki kepentingan atas lahan dan kawasan di wilayah tersebut untuk kepentingan industrinya.

Hasil riset yang dilakukan pegiat lingkungan Nukila Evanty bersama Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) di Teluk Sepang, Bengkulu, awal tahun 2025, menemukan adanya dugaan  tindakan pembalasan (reprisal) terhadap para pegiat lingkungan seperti intimidasi, tindakan kekerasan, hingga dilakukan kriminalisasi atas nama baiknya. 

”Dugaan yang saya temukan para pegiat lingkungan ini dibungkam aktivitasnya,” kata Nukila yang juga menjadi Ketua Inisiasi Masyarakat Adat.

Menurut Nukila, sebagai aktivis, ia mengakui bahwa tindakan reprisal, adalah cara lama yang selalu dipakai aktor berpengaruh untuk menakut-nakuti para pegiat lingkungan. 

Dalam banyak kejadian dibeberapa tempat yang dia kunjungi, reprisal bisa berupa serangan fisik dan psikis, ancaman, penangkapan sewenang-wenang, pencemaran nama baik, dan pengucilan sosial. 

"Yang menjadi sasarannya adalah masyarakat adat, dan aktivis yang menyelidiki isu-isu lingkungan hidup, serta mereka yang berkampanye menentang industri-industri yang merusak seperti pertambangan, penebangan kayu, dan agribisnis," ungkapnya dikutip Jumat, 31 Januari 2025.

Menurut Nukila, situasi ini harus diintervensi dengan program-program yang bersifat kolaboratif.  

”Setiap tahun, para pegiat lingkungan hidup harus berjuang demi melindungi rumah, mata pencaharian, dan kesehatan bumi kita. Bahkan para pegiat  perempuan yang paling rentan diserang karena gender," ungkapnya.

Karena itu, para pegiat lingkungan perempuan menghadapi serangan dari dua sisi, selain menjadi sasaran aktivisme mereka, mereka juga menghadapi pelanggaran hak-hak khusus gender,” kisah Nukila.

Dia menyebutkan, sejak tahun 2016, masyarakat Kelurahan Teluk Sepang, Bengkulu, telah menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Mereka mengalami kendala berkomunikasi dengan perusahaan. Namun, mendapatkan bantuan advokasi dari pegiat lingkungan.

Salah satu aktivis menyebutkan dia menghadapi berbagai tindakan reprisal. ”Misalnya dia  mengalami pengucilan dari aktivitas sosial dan pemerintahan di kelurahan. Selama satu tahun, ia tidak lagi dilibatkan dalam kegiatan masyarakat.

Dia juga mengaku sering diikuti oleh orang-orang tak dikenal setelah aksi demonstrasi yang dilakukan. 

Anggota pegiat lainnya juga merasakan hal serupa, di mana ia dan anggota seperjuangan lainnya sering diabaikan dalam berbagai kegiatan komunitas. 

"Dia juga mengaku mendapatkan tawaran uang dari perusahaan untuk menghentikan perjuangannya,” kta Nukila.

Salah satu aktivitis perempuan yang ditemui Nukila mengaku mengalami pengucilan sosial. ”Dia dijauhi oleh tetangganya, dan bahkan beasiswa pendidikan untuk anaknya dicabut oleh pihak kelurahan,” ungkap Nukila.

Tak hanya reprisal yang dialami para pegiat lingkungan, dampak lingkungan pun dialami masyakat. ”Polusi debu dan air buangan yang mencemari laut. Masyarakat lokal yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan, sangat terdampak.

Kerusakan terumbu karang dan kematian penyu menyebabkan nelayan kesulitan mendapatkan ikan. Sebagian nelayan, terpaksa beralih menjadi buruh serabutan, ” kata Nukila.

Banyak pekerja, terutama perempuan, mengeluhkan masalah kesehatan, seperti batuk dan sesak napas, namun tidak ada pemeriksaan rutin dari puskesmas atau pun pihak perusahaan.

Dengan melihat tindakan reprisal di lapangan, Nukila menekankan perlunya perusahaan, pemerintah daerah, dan stakeholder lainnya  untuk peduli terhadap isu lingkungan ini.  

"Perlu juga advokasi perubahan kebijakan serta membantu penegak hukum dalam pencegahan reprisal. Karena tindakan pembalasan (reprisal) telah diatur dalam  salah satu pasal 336 KUHP," kata dia.

Pasal 336 KUHP mengatur tentang pengancaman pembunuhan. Pasal 449 UU 1/2023 mengatur tentang pengancaman dengan kekerasan. Sedangkan Pasal 29 UU 1/2024 mengatur tentang pengancaman melalui media.  

Reprisal adalah tantangan bagi pegiat lingkungan, karena itu perlu strategi komunikasi baru sehingga semua pihak mendapat jalan keluar yang terbaik.(tribunnews/fin)

 

 
 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.