Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP Harus Pertegas Pemisahan Fungsi Kewenangan Penegak Hukum
GH News February 09, 2025 12:05 PM

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menilai, asas dominus litis (pengendali perkara) tidak dapat dijadikan alasan melegalisasi penyerobotan kewenangan lembaga penegak hukum lainnya oleh Kejaksaan melalui Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP.

Sebagai informasi, asas dominus litis menjadi salah satu poin yang menjadi menjadi sorotan dalam wacana Revisi UndangUndang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan dan Rancangan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).

Asas ini memberikan kejaksaan kewenangan menentukan apakah suatu perkara harus dibawa ke pengadilan atau bisa diselesaikan di luar persidangan. 

Kembali ke Haidar Alwi, ia menjelaskan bahwa dalam praktiknya di banyak negara, jaksa memang kerap terlibat dalam penanganan perkara sejak tahap penyidikan.

Akan tetapi hal itu tidak sertamerta membuat Indonesia juga harus menerapkannya karena sistem pidana di Indonesia berbeda dengan negara lain.

Sebab, sistem hukum di Indonesia bukan mutlak civil law atau common law dan juga bukan campuran keduanya. Melainkan prismatik yang menggabungkan berbagai unsur hukum termasuk nilainilai yang terkandung dalam Pancasila, hukum adat, hukum agama dan hukum sipil.

"Sehingga memperluas kewenangan kejaksaan dengan menyerobot kewenangan lembaga penegak hukum lainnya atas nama asas dominus litis seperti yang berlaku di negara lain adalah tidak sesuai dengan ideologi dan konstitusi bangsa Indonesia," kata R Haidar Alwi, Sabtu (8/2/2025) kemarin.

Oleh karena itu, jika dilakukan Revisi UU Kejaksaan, harusnya untuk menguatkan fungsi penuntutan jaksa. Bukan untuk menjadikannya lebih kuat dengan menyerobot kewenangan kepolisian dan kehakiman.

"Meskipun jaksa memiliki kewenangan sebagai penyidik tindak pidana tertentu, jangan lupa fungsi utama jaksa adalah sebagai penuntut umum," ungkap R Haidar Alwi. 

Sedangkan jika dilakukan Revisi KUHAP, harusnya tidak mengotakatik pemisahan fungsi kewenangan antar penegak hukum. Sebagaimana konstitusi juga mengenal pembagian kekuasaan. Keduanya samasama bertujuan untuk menghindari absolutisme.

"Dalam KUHAP sudah sangat jelas fungsi penyidikan itu dilakukan oleh Polri dan PPNS, fungsi penuntutan oleh jaksa dan fungsi peradilan oleh hakim. Kalau diotakatik, misalnya salah satu menyerobot kewenangan yang lain, maka keseimbangannya akan terganggu," papar R Haidar Alwi.

Ia berharap Presiden Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Partai Gerindra menginisiasi pengembalian kejaksaan ke jalan yang benar. Transformasi hukum sesuai Asta Cita mustahil terwujud bila sistem hukum amburadul karena salah satu lembaga penegak hukumnya menyerobot kewenangan lembaga penegak hukum lainnya.

"Presiden Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Partai Gerindra diharapkan menginisiasi kadernya di DPR supaya jangan sampai penyerobotan kewenangan tersebut dilegalisasi melalui Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP. Jangan tunggu rakyat marah hingga terjadi kekisruhan yang menelan korban seperti tragedi 2019," tutup R Haidar Alwi.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.