Haji Darip, Jawara Klender yang Ditakuti Belanda yang Dapat Pangkat Tituler TNI
Moh. Habib Asyhad February 12, 2025 01:34 PM

[Siapa Sosok di Balik ... ]

Tak banyak yang tahu bahwa ada sosok sipil yang mendapat pangkat tituler TNI bernama Haji Darip. Dia adalah jawara Klender yang begitu ditakuti Belanda. Namanya kini jadi nama jalan di Jakarta Timur.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Dari sekian banyak sipil yang mendapat pangkat tituler TNI, sepertinya sosok ini yang paling tidak dikenal publik. Dialah Haji Darip van Klender.

Dalam Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949 karya Robert Cribb, Haji Darip digambarkan sebagai jawara Klender yang ditakuti penjajah. Baik Belanda maupun Jepang.

Riwayat Haji Darip

Nama aslinya Muhammad Arif, pria kelahiran 1886 ini dikenal sebagai pemimpin laskar lokal yang gigih berjuang melawan Belanda dan Jepang. Bagaimanapun juga, Klender, saat Revolusi Fisik (1945-1949), merupakan wilayah yang strategis.

Meski begitu, tak banyak literatur yang membahas peran Haji Darip. Satu dari sedikit literatur itu adalah buku yang disebut di atas, yang ditulis oleh Robert Cribb.

Haji Darip adalah sosok yang unik sekaligus misterius. Perannya bagi perebutan kota Jakarta dari Belanda dan Jepang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Bersama kelompok bawah tanah yang dia pimpin, Haji Darip menjadi kekuatan yang menakutkan bagi tentara kolonial. Baik tentara Belanda maupun tentara Jepang.

Meskipun cuma sekilas Cribb memunculkan sosok kharismatik asal Klender ini, tetap tidak menghilangkan peran besar Sang Haji di antara nama-nama beken kaum revolusioner lainnya.

Haji darip terlahir dengan nama Muhammad Arif. Dia berasal dari keluarga ulama tradisional Betawi di Klender, Jakarta Timur.

Lahir dari pasangan Haji Kurdin dan Hj. Nyai, Haji Darip merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Sebagai anggota dari keluarga ulama tradisional, Haji Darip tidak mengenal pendidikan formal membaca dan menulis.

Kemampuan membaca dan menulis justru dia dapatkan saat berada di penjara, dan sebagian lainnya belajar dari teman-temannya. Sebagai keluarga ulama, Haji Darip kecil tentu tidak lepas dari pelajaran-pelajaran agama.

Meskipun demikian, tidak ada sumber yang jelas mengenai riwayat pendidikan dan kepada siapa dia berguru agama. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Haji Darip pernah menimba ilmu di Mekah.

Seperti kebanyakan orang Indonesia yang memilih belajar di Mekah, Haji Darip selama kurang lebih dua tahun menetap di kota kelahiran Nabi Muhammad itu. Sepulang dari Mekah, Haji Darip memulai aktifitas berdakwahnya.

Tidak berlebihan jika Ahmad Fadli memasukkan nama Haji Darip dalam daftar Jaringan Ulama Betawi yang berkontribusi terhadap penyebaran Islam abad 19-20. Selain berdakwah, Haji Darip juga terlihat mulai getol dalam perjuangan melawan pemerintah Kolonial Belanda.

Cribb dalam buku itu menyebut Haji Darip sebagai berikut: "Darip adalah putra pemimpin "gerombolan" setempat yang sangat terkenal."

Mengamini apa yang dikatan oleh Akhmad Fadli, Cribb memperjelas status Haji Darip sebagai seorang ulama lokal. Soal berapa lama Haji Darip berada di Mekah, Cribb mempunyai versi yang berbeda dengan Fadli.

Dia menyebut Haji Darip berada di Mekah selama tiga tahun sebelum akhirnya kembaki ke Klender. Sembari berdakwah, Haji Darip bekerja sebagai pegawai perusahaan kereta api pemerintah.

Selain itu, Darip juga aktif dalam perdagangan di tingkat lokal. Masyarakat sekitar mengenal Haji Darip sebagai sosok pemuka agama yang mempunyai kekuatan memberikan jimat dan kekebalan kepada para pengikutnya.

Pada 1923 dia memimpin sebuat pemogokan buruh kereta api di Jakarta. Akan tetapi, karena sedikitnya massa dan kurangnya dukungan dari kaum nasionalis, gerakan ini segera dipadamkan, dan Jakarta kembali aman.

Meskipun demikian, Haji Darip tidak lantas terbuang dari Jakarta dan komunitasnya. Sepertinya, kegagalan ini menjadi pelajaran berharga bagi pergerakan bawah tanah yang banyak berafiliasi dengan tokoh nasionalis garis keras.

Untuk memperkuat jaringannya, Haji Darip membentuk Barisan Rakyat Indonesia, yang lebih sering disingkat dengan BARA. Dengan organisasi ini, Haji Darip melakukan pengawasan ketat di wilayah jalanan Jakarta bagian barat.

Sekali lagi, ia berhasil memadukan kriminalitas dan patriotisme hanya dengan melakukan penjarahan terhadap pada pedagan dari Cina, Eurasia, dan tentunya Eropa. Bagi Darip dan kelompoknya, barang siapa yang berkulit agak terang dari kulit kebanyakan maka "halal" baginya untuk dirampok dan dijarah habis-habisan.

Selain itu, orang-orang Indonesia Timur macam Ambon dan Maluku juga boleh dirampok. Alasannya cukup klise, karena kebanyakan dari mereka menjadi antek (baca Marsose) bikinan pemerintah Kolonial Belanda.

Namun, nasib Darip dan orang-orang sekitarnya berakhir dengan sangat ironis. Dunia perbanditan yang "patriotik" tidak tidak selalu berumur panjang.

Nampaknya, konotasi jelek kadung melekat erat di tiap-tiap sendi kehidupannya. Pergantian pemerintahan justru tidak mendatangkan kebahagiaan bagi mereka.

Haji Darip dan kelompoknya disingkirkan dan perlahan dienyahkan. Parahnya lagi, jasa-jasa mereka yang sebenarnya tidak sedikit coba dikaburkan.

Meski demikian, sejarah Indonesia jelas tidak bisa begitu saja lari dari dunia “perbanditan”. Mau tidak mau, dunia bandit telah menjadi salah satu aktor utama segala bentuk perlawanan masyarakat Pribumi kepada pemerintah Hindia-Belanda.

Jadi nama jalan

Menurut situs Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Haji Darip mengawali perjuangan dengan berdakwah di sebuah mushala kecil yang kini berubah menjadi Masjid Al-Makmur yang cukup megah di Klender.

Di siana Haji Darip bergabung dengan sejumlah ulama dari Klender yang juga pejuang seperti Kiai Haji Mursyidi dan KH Hasbiallah. Keterlibatan Darip dalam perjuangan merebut kemerdekaan dimulai pada masa pendudukan Jepang, sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Pada 1 Maret 1942, bala tentara Jepang mendarat di Banten. Beberapa hari kemudian mereka memasuki Kota Jakarta. Setelah beberapa bulan Tentara Pendudukan Jepang berada di Jakarta, keadaan kota bukanlah lebih baik.

"Di mana-mana mulai kesulitan memperoleh bahan pokok seperti beras, jagung, dan barang kelontong lainnya," dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id. Kesulitan untuk memperoleh bahan pokok dirasakan oleh hampir seluruh rakyat di Jakarta.

Dengan keadaan yang semakin menyengsarakan rakyat, Haji Darip kemudian memimpin masyarakat di Klender dan menghimpun para jawara untuk melakukan perlawanan terhadap tentara pendudukan Jepang.

Haji Darip memerintahkan anak buahnya untuk menyerbu dan mengusir tentara Jepang di Pangkalan Jati, Pondok Gede, Cipinang Cempedak, sepanjang Kali Cipinang dan lain-lain. Pada suatu penyerangan, Klender berhasil diduduki Belanda dan sekutu.

Haji Darip dan pasukan BARA pun hijrah ke beberapa tempat, dari Tambun hingga ke Purwakarta dan membentuk Barisan Pejuang Rakyat Indonesia (BPRI) Jakarta Raya. Di tempat persembunyiannya di Purwakarta, dia menyusun strategi melawan Belanda.

Haji Darip dianggap oleh Belanda sebagai orang yang berbahaya. Dia pun dipenjara.

Setelah penyerahan kedaulatan RI pada akhir Desember 1949, Haji Darip dibebaskan dari penjara. Dia menghabiskan waktu untuk berdakwah di Klender dan sekitarnya. Panglima perang asal Klender ini meninggal di Jakarta pada 13 Juni 1981. Ia dimakamkan di Pemakaman Wakaf Ar-Rahman Jalan Tanah Koja II, Jatinegara Kaum, Pulogadung Jakarta Timur.

Untuk menghormati jasanya, pemerintah mengabadikan nama Haji Darip sebagai nama jalan di Jakarta timur.Jalan Haji Darip menggantikan nama jalan yang sebelumnya Jalan Bekasi Timur Raya. Letak persisnya di sekitar kelurahan Klender dan Cipinang, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.