Ada lima teori masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia. Dari perdagangan hingga penaklukkan. Semoga bermanfaat untuk para pembaca sekalian.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Setidaknya ada lima teori masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia. Dari perdagangan hingga penaklukkan, mana yang paling kaut?
Mari kita bahas satu per satu!
Teori Waisya
Mengutip Kompas.com, Teori Waisya dikemukakan oleh NJ Krom. Menurut teori ini, agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang dari India (kasta Waisya). Dalam berdagang, para pedagang dari India bukan hanya membawa barang-barang dagangan, tetapi juga adat atau kebiasaan dari negaranya, termasuk ajaran agama.
Selain disebarkan melalui hubungan dagang, agama Hindu-Buddha dapat disebarkan melalui pernikahan, atau interaksi dengan penduduk setempat saat mereka bermukim untuk sementara waktu di Nusantara. Pasalnya, para pedagang yang sampai di Indonesia biasanya harus menunggu datangnya angin monsun selama enam bulan.
Selama masa penantian itulah, dapat terjadi perkawinan, pembentukan perkampungan, yang membantu menyebarkan agama Hindu-Buddha.
Salah satu bukti sejarah Teori Waisya adalah keberadaan Kampung Keling atau perkampungan para pedagang India di beberapa wilayah Indonesia. Perdagangan merupakan aspek penting dalam kehidupan masyarakat
Salah satu kelebihan Teori Waisya adalah perdagangan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat, sehingga sangat mungkin agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia melalui cara ini.
Dalam melakukan transaksi jual beli, para pedagang asal India, yang juga membawa budayanya, melakukan interaksi dengan masyarakat lokal. Interaksi yang berjalan dengan baik ini kemudian membuat lancar urusan bisnisnya.
Dari situlah, masyarakat mulai banyak yang tahu tentang ajaran agama Hindu dan kebudayaan-kebudayaannya. Secara perlahan, banyak masyarakat yang paham dan mulai mempelajari Hindu hingga kemudian menjadi pemeluk agama Hindu.
Sumber daya alam Indonesia diminati pedagang Sumber daya alam Indonesia yang berlimpah membuat para pedagang atau golongan Waisya tertarik untuk melakukan perdagangan. Para pedagang, yang mayoritas berasal dari India, mulai mendatangi Indonesia untuk melakukan perdagangan.
Seiring berjalannya waktu, para pedagang tersebut kemudian mulai menetap di beberapa wilayah Indonesia dan mulai menyebarkan agama dan kebudayaannya. Adanya Kampung Keling Seperti disinggung sebelumnya, salah satu bukti dari Teori Waisya adalah keberadaan Kampung Keling.
Para pedagang India yang menetap di Indonesia kemudian mendirikan kampung, yang dinamakan Kampung Keling. Kampung Keling terletak di beberapa wilayah di Indonesia, ada yang di Jepara, Medan, Malaka, dan Aceh.
Dengan adanya kampung ini, bukti penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dilakukan oleh pedagang India semakin kuat.
Adanya perkawinan dengan warga lokal Para pedagang India yang menetap maupun tidak, banyak yang menikahi warga lokal di Indonesia. Dari pernikahan itulah ajaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha mulai tersebar ke dalam keluarga, hingga mereka dikaruniai keturunan. Keturunannya itulah yang kemudian meneruskan ajaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha.
Kasta Waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa Ajaran agama Hindu-Buddha ditulis dalam bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa, sehingga membutuhkan keahlian khusus untuk membacanya. Orang yang mampu menulis aksara Pallawa dan membaca bahasa Sansekerta setidaknya berada pada Kasta Brahmana.
Maka dari itu, pedagang India atau kasta Waisya umumnya akan kesulitan untuk mempelajari ajaran agama Hindu-Buddha. Hal ini berlawanan dengan Teori Waisya, yang berpendapat bahwa para pedagang (Waisya) mampu menguasai bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa, kemudian menyebarkan ajaran agamanya.
Motif golongan Waisya hanya berdagang, bukan menyebarkan agama Para pedagang yang datang ke Indonesia tujuannya hanya untuk berdagang, sehingga sedikit kemungkinan untuk menyebarkan ajaran agama Hindu-Buddha.
Mereka hanya fokus untuk berdagang guna mendapatkan penghasilan supaya bisa bertahan hidup. Keberadaan kerajaan Hindu-Buddha Sejak dulu, hubungan dagang memang mengawali hubungan antara India dan Indonesia.
Namun, sebagian besar kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia terletak di pedalaman, bukan di daerah pesisir yang dekat dengan jalur pelayaran dan perdagangan.
Kedudukan Kampung Keling, meskipun ada perkampungan pedagang India, kedudukan mereka tidak berbeda dari rakyat biasa. Hal itu berlawanan dengan pendapat bahwa para pedagang India menetap dan menyebarkan kebudayaannya melalui hubungan dengan penguasa di Indonesia.
Teori Bhramana
Teori Brahmana dikemukakan oleh JC van Leur. Isi teori ini menyatakan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana, yakni golongan yang menguasai ajaran, adat, pengetahuan, dan keagamaan Hindu.
Para pendukung teori masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia ini meyakini bahwa golongan Brahmana yang berperan menyebarkan agama Hindu, karena mereka memang memiliki pengetahuan yang dalam mengenai kitab suci Weda.
Diperkirakan, para Brahmana di India mendapat undangan dari penguasa di Indonesia untuk memimpin upacara keagamaan, mengajarkan ilmu pengetahuan dan agama, serta menobatkannya sebagai raja.
Dari situlah, para penguasa menjadi raja dan memeluk agama Hindu, agar memperoleh penetapan sebagai kasta Ksatria melalui upacara yang harus diselenggarakan oleh seorang Brahmana. Salah satu bukti dari Teori Brahmana adalah prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Indonesia yang ditulis dalam bahasa Sanskerta.
Sebagaimana teori-teori lain, terdapat kelebihan dan kelemahan Teori Brahmana. Salah satu kelebihan dari Teori Brahmana adalah, kaum Brahmana merupakan golongan yang paling tahu dan paham terkait ajaran agama Hindu.
Penyebaran ajaran Hindu dapat dikatakan sebagai tugasnya. Kekuatan Teori Brahmana juga berdasarkan temuan prasasti di Indonesia, yang ditulis menggunakan bahasa Sanskerta dan sama dengan bahasa yang digunakan di India.
Bahasa Sansekerta merupakan bahasa kelas tinggi dalam kebudayaan Hindu dan tidak semua orang mampu membaca atau menuliskannya. Karena hanya golongan Brahmana yang menguasai bahasa Sanskerta, sehingga golongan inilah yang kemungkinan besar menyebarkan agama Hindu di Indonesia.
Selain bukti keakuratannya, ada juga yang membantah bahwa teori Brahmana tidak pas jika direlevansikan dengan penyebaran agama Hindu di Indonesia.
Hal itu berkaitan dengan ajaran Hindu kuno yang menyebut bahwa kaum Brahmana dilarang untuk menyeberangi lautan dan meninggalkan tanah airnya. Apabila hal itu terjadi, maka mereka akan kehilangan hak atas kastanya sebagai seorang Brahmana.
Teori Ksatria
Teori Ksatria dikemukakan oleh FDK Bosch. Selain itu, terdapat beberapa tokoh pendukung Teori Ksatria, yakni RC Majundar, CC Berg, Mookerji, dan JL Moens.
Tokoh dari Teori Ksatria meyakini bahwa agama Hindu-Buddha dibawa ke Indonesia oleh golongan ksatria (bangsawan dan prajurit). Di dalam agama Hindu, ksatria merupakan kasta kedua yang kedudukannya di bawah kasta Brahmana.
Menurut para ahli, persebaran Hindu di Indonesia terjadi akibat pergolakan politik yang terjadi di India yang menyebabkan runtuhnya kerajaan-kerajaan di India. Penguasa yang kalah kemudian melarikan diri ke berbagai wilayah, salah satu tujuan pelariannya adalah Indonesia.
Begitu tiba di Indonesia, golongan ksatria mendirikan sebuah komunitas kecil yang perlahan berkembang menjadi kerajaan atau pemerintahan baru. Mereka kemudian menyebarkan pengaruh dan budaya Hindu kepada masyarakat setempat.
Pendapat lain mengatakan bahwa golongan ksatria melakukan penaklukan atau kolonialisasi di Indonesia, sebelum akhirnya menyebarkan agama kepada para penduduk koloni. Salah satu bukti yang menguatkan Teori Ksatria adalah keberadaan kerajaan bercorak Hindu-Buddha pada awal Masehi, yang didirikan oleh tokoh keturunan India.
Teori Ksatria diperkuat dengan cerita panji yang berkembang dalam masyarakat Indonesia, yang mengindikasikan adanya proses penaklukan daerah-daerah Indonesia oleh para ksatria India. Pernyataan tersebut merupakan inti dari hipotesis yang dikembangkan oleh CC Berg.
Menurut CC Berg, kepala suku di wilayah Indonesia banyak yang menjanjikan hadiah yang besar apabila para ksatria asal India mampu menyelesaikan masalah kekuasaan antarsuku.
Selain itu, ilmuwan JL Moens mengatakan bahwa golongan ksatria dari India kebanyakan berasal dari keluarga kerajaan. Karena pergolakan politik, mereka kemudian melarikan diri hingga ke Indonesia dan mendirikan sebuah pemerintahan baru yang masih melakukan hubungan dengan India.
Golongan ksatria tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa, yang menjadi induk bahasa bagi kitab suci agama Hindu. Selain itu, tidak ditemukan prasasti atau kurangnya sumber sejarah yang menggambarkan penaklukan Nusantara oleh kerajaan India.
Juga, pelarian ksatria dari India tidak mungkin mendapat kedudukan mulia sebagai raja di Indonesia.
Teori Arus Balik
Teori Arus Balik dikemukakan oleh FDK Bosch, JC van Leur, dan George Coedes. Dibanding teori masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia lainnya, yang menonjolkan peran orang-orang India, isi dari Teori Arus Balik lebih menekankan pada peranan bangsa Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu-Buddha di Nusantara.
Dalam teori ini dijelaskan bahwa masyarakat Indonesia tidak hanya menerima pengetahuan agama Hindu dari orang-orang yang datang. Akan tetapi, mereka juga aktif mengejar pengetahuan di tanah asal agama Hindu, yakni ke India.
Pendukung Teori Arus Balik meyakini bahwa sangat mungkin orang-orang Indonesia yang belajar agama Hindu ke India, sekembalinya ke tanah air akan menyebarkan apa yang dipelajarinya kepada masyarakat sekitar.
Salah satu kelebihan Teori Arus Balik adalah ditemukannya Prasasti Nalanda di India. Bukti sejarah Teori Arus Balik itu menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa dari Kerajaan Sriwijaya meminta raja India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat bagi para penimba ilmu dari Sriwijaya.
Prasasti Nalanda mendukung Teori Arus Balik bahwa pada masa Sriwijaya telah banyak pelajar dari Nusantara yang belajar ilmu agama Hindu-Buddha secara langsung ke India. Bukti dari Teori Arus Balik lainnya ditemukan oleh FDK Bosch, yang menyoroti elemen-elemen kebudayaan India yang ada dalam budaya Indonesia.
Sesuai pendapatnya, pada era masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia, golongan cendekiawan dipanggil dengan sebutan "Clerk". Di sisi lain, juga terdapat kelemahan Teori Arus Balik, yaitu para sejarawan berpendapat bahwa saat itu masyarakat Nusantara masih bersifat pasif.
Maka, kemungkinan bangsa Indonesia untuk belajar agama Hindu-Buddha langsung ke India dan menyebarkannya, tidak banyak.
Begitulahlima teori masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia. Dari perdagangan hingga penaklukkan. Semoga bermanfaat untuk para pembaca sekalian.