Profil dan sosok Feby Paramita mencuat setelah sang ayah, Muhammad Haniv, terjerat kasus gratifikasi.
Muhammad Haniv alias MH ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima gratifikasi dari beberapa pihak termasuk Wajib Pajak (WP).
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers di kantornya Jakarta, Selasa (25/2/2025), mengatakan dugaan gratifikasi dilakukan oleh Mohammad Haniv saat menjabat sebagai Kakanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus periode 20152018.
"KPK menetapkan tersangka HNV selaku PNS pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," jelasnya.
Adapun hasil menarik pajak tersebut salah satunya digunakan untuk modal usaha Feby Paramita.
Usaha Feby Paramita diketahui bergerak di bidang industri fashion.
Adapun terseretnya Feby Paramita dalam kasus sang ayah telah dibeberkan oleh penyidik KPK.
Pada 2015, usaha fashion yang dikembangkan Feby bernama FH Pour Homme by Feby Haniv.
Usaha Feby berlokasi di Victoria Residence Karawaci, Tangerang, Banten.
Feby kala itu berkonsentrasi membangun usaha fashion brand untuk pakaian pria.
Sementara, penelusuran Tribunnews pada Rabu (26/2/2025), akun Instagram FH Pour Homme by Feby Haniv sudah tidak aktif.
Dalam penelusuran via Google, akun tersebut tidak aktif sementara alias istirahat sejenak (short break).
Akun Instagram FH Pour Homme by Feby Haniv tutup sementaraLanjut kepada kasus dugaan gratifikasi, pada 2016, tercatat Haniv meminta dicarikan sponsorship untuk fashion show usaha Feby Paramita.
Haniv mengirimkan email kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3, Yul Dirga.
Email tersebut berisi permintaan untuk dicarikan sponsorship untuk fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv yang akan dilaksanakan anaknya pada 13 Desember 2016.
Permintaan melalui proposal ditujukan kepada dua atau tiga perusahaan yang ia kenal dekat.
Namun, pada budget proposal tertera nomor rekening BRI dan nomor handphone atas nama Feby Paramita dengan permintaan sejumlah Rp150 juta.
"Atas email permintaan tersebut terdapat transfer masuk ke rekening BRI 486301003762502 milik Feby Paramita yang diidentifikasi terkait dengan pemberian gratifikasi yang berasal dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3 sebesar Rp300 juta," ujar Asep.
Asep mengungkapkan, periode 20162017, keseluruhan dana masuk ke rekening BRI 486301003762502 milik Feby Paramita terkait dengan pelaksanaan seluruh fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang menjadi wajib pajak (WP) dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus adalah sebesar Rp387 juta.
Sementara, yang berasal dari bukan wajib pajak sebesar Rp417 juta.
Dalam waktu singkat, sejumlah dana yang totalnya mencapai Rp804 juta berhasil dikumpulkan, dari perusahaan yang merupakan wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus, serta pihakpihak lain yang tidak memiliki keterkaitan dengan pajak.
Selain itu, lanjut Asep, pada periode 20142022, Haniv diduga beberapa kali menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dollar Amerika Serikat (AS) dari beberapa pihak terkait melalui Budi Satria Atmadi.
KPK belum mengungkap identitas Budi Satria Atmadi.
Selanjutnya, Budi melakukan penempatan deposito pada BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah yang sudah diketahui sebesar Rp10.347.010.000, dan pada akhirnya melakukan pencairan seluruh deposito ke rekening Haniv sejumlah Rp14.088.834.634.
Kemudian, pada periode 20132018, Haniv melakukan transaksi keuangan pada rekeningrekening miliknya melalui perusahaan valuta asing dan pihakpihak yang bekerja pada perusahaan valuta asing, keseluruhan sejumlah Rp6.665.006.000.
"Bahwa HNV telah diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show Rp804 juta, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR Rp14.088.834.634," ucap Asep.
ASEP GUNTUR RAHAYU Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu ketika memaparkan penetapan mantan Kakanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Mohamad Haniv alias Muhamad Haniv alias Muhammad Haniv, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/2/2025). Haniv diduga menerima gratifikasi sejumlah Rp21,5 miliar, yang di antaranya digunakan untuk acara fashion show anaknya. . (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)Total penerimaan gratifikasi yang diduga diterima Haniv dari berbagai sumber mencapai Rp21.560.840.634 (sekitar Rp21 miliar), yang berasal dari uang sponsorship fashion show, transaksi valas, dan deposito BPR.
Atas perbuatannya, Haniv diduga melanggar Pasal 12 B UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3 Nama BesarKPK sedang mengusut kasus dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Keuangan).
Perkara tersebut sudah naik ke tahap penyidikan dan KPK pun telah menetapkan tersangka.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) pada Rabu, 12 Februari 2025.
Sprindik diteken pejabat KPK pada hari yang sama.
Komisi antikorupsi menetapkan tersangka tunggal dalam kasus ini, yaitu MH.
Dia diketahui sempat menjabat Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus.
Dalam perkara ini, MH dikabarkan dijerat dengan Pasal 12 B UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
MH pun telah dicegah bepergian ke luar negeri oleh Imigrasi untuk enam bulan ke depan sejak 19 Februari 2025.
Pencegahan ke luar negeri itu atas permintaan KPK.
Terkait peningkatan pengusutan kasus itu ke tahap penyidikan mengemuka dari dipanggilnya sejumlah saksi pada hari ini, Senin (24/2/2025).
Ada tiga saksi yang dipanggil penyidik KPK ke Gedung Merah Putih, yaitu Direktur PT Panasia Synthetic Abadi, Agnes Novella; Direktur PT Midas XChange Valasia periode 20122016, Arief Deny Patria; dan agen asuransi, Bagus Jalu Shakti.
"Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam pernyataannya, Senin (24/2/2025).
Tessa mengatakan saksi Arief Deny Patria dan Bagus Jalu Shakti memenuhi panggilan penyidik.
Sementara saksi Agnes Novella tidak memenuhi panggilan penyidik.
Sosok MH diketahui sempat terseret dalam pusaran kasus suap restitusi pajak mobil mewah PT Wahana Auto Ekamarga (WAE) tahun 2015 dan 2016 yang salah satunya menjerat mantan Kepala Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) 3 DKI Jakarta, Yul Dirga.
MH juga pernah dihadirkan jaksa KPK dalam persidangan Yul Dirga pada Senin (18/5/2020). Kala itu MH tak membantah pernah meminta dan menerima uang Rp150 juta dari Yul Dirga.
Uang itu diklaim sebagai bantuan dana sponsor untuk acara fashion show anak dari MH.
MH juga sempat disebut menerima bagian dari total Rp6 miliar yang diterima mantan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kemenkeu, Handang Soekarno.
Adapun uang tersebut dari terpidana Country Director PT EK Prima (EKP) Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan Nair alias Mohan.
Dalam perkara itu, Handang sebelumnya didakwa menerima uang 148.500 dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp1,9 miliar terkait pengurusan pajak PT EK Prima (EKP) Ekspor Indonesia.