Bukan Cuma Israel, Otoritas Palestina Juga Gerah Hamas Negosiasi Langsung dengan AS
TRIBUNNEWS.COM - Pengakuan pihak Amerika Serikat (AS) kalau mereka sudah melakukan kontak langsung dengan gerakan Hamas rupanya tidak hanya membuat geram pihak Israel, namun juga pihak Otoritas Palestina (PA).
Sebagai catatan, PA merupakan unsur utama dari Kepresidenan Palestina.
Pada Selasa (11/3/2025), Kepresidenan Palestina mengatakan pihaknya mengutuk kontak Hamas dengan pihak asing tanpa mandat nasional.
Pihak asing yang dimaksud adalah utusan AS untuk urusan sandera, Adam Boehler.
Presidensi Palestina menilai, kontak Hamas dengan AS, tanpa koordinasi, merupakan bentuk pengabaian terhadap otoritas.
"Presidensi Palestina menambahkan dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa: "Kami menganggap kontak-kontak ini sebagai pengalih perhatian dari posisi Palestina"," kata laporan Khaberni, dikutip Rabu (12/3/2025).
Presidensi Palestina bahkan menilai komunikasi yang dilakukan Hamas dengan AS ini melanggar hukum Palestina.
"Hukum Palestina mengkriminalisasi komunikasi dengan entitas asing," kata pernyataan itu.
Otoritas Palestina (PA) , badan pemerintahan daerah otonomi Palestina di Tepi Barat.
Didirikan pada tahun 1994 sebagai bagian dari Perjanjian perdamaian Oslo Agreement (Perjanjian Oslo) antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), PA juga memiliki kewenangan pemerintahan de jure atas keseluruhan Jalur Gaza, tetapi tidak menjalankan kontrol de facto di sana sejak 2007, ketika Hamas mengambil alih kendali wilayah tersebut dengan paksa.
"Meskipun PA, hingga saat itu, demokratis, Presiden Mahmoud Abbas sejak itu memerintah dengan dekrit dan menunda pemilihan umum tanpa batas waktu. Pada tahun 2011, PA telah membangun lembaga-lembaga untuk negara yang berfungsi, tetapi kemudian mengalami krisis keuangan berulang kali di bawah tekanan dari Israel dan negara-negara lain," tulis ulasan britannica.
PA didirikan setelah bertahun-tahun permusuhan dengan pendudukan Israel.
Pertemuan rahasia yang diadakan di Norwegia pada tahun 1993 antara PLO dan Israel menyebabkan penandatanganan Deklarasi Prinsip bersejarah (Kesepakatan Oslo), di mana kedua belah pihak sepakat untuk saling pengakuan dan persyaratan di mana fungsi pemerintahan di Tepi Barat dan Jalur Gaza—yang diduduki oleh Israel sejak Perang Enam Hari tahun 1967—akan secara progresif diserahkan kepada dewan Palestina.
Selama waktu itu—dalam apa yang secara umum dikenal sebagai proses Oslo—Israel dan Palestina harus merundingkan perjanjian damai permanen untuk menyelesaikan status akhir wilayah ini.
Perjanjian antara kedua belah pihak menyerukan Otoritas Palestina (PA) untuk mengambil kendali atas sebagian besar wilayah berpenduduk di wilayah yang diduduki.
Keamanan untuk wilayah tersebut akan berada di tangan polisi Palestina, meskipun warga Israel akan dijamin kebebasan bergerak.
Beberapa kelompok militan Palestina, khususnya Hamas , mengecam perjanjian damai tersebut.
PA diatur oleh konstitusi sementara yang dikenal sebagaiUndang-Undang Dasar, yang dapat diubah oleh badan legislatif dengan mayoritas dua pertiga.
Presiden dipilih secara langsung untuk masa jabatan empat tahun, dengan batas dua masa jabatan.
Presiden adalah panglima tertinggi pasukan keamanan, mengelola hubungan luar negeri , memiliki kewenangan untuk memveto undang-undang, dan dapat mengeluarkan dekrit ketika badan legislatif sedang tidak bersidang. Perdana menteri , yang ditunjuk oleh presiden, dan dewan menteri memegang otoritas eksekutif utama, dengan kepercayaan dari Dewan Legislatif Palestina (PLC).
PLC terdiri dari 132 anggota yang dipilih untuk masa jabatan empat tahun. Menurut amandemen Undang-Undang Dasar tahun 2005, pemilihan umum tahun 2006 menggunakan sistem perwakilan mayoritas campuran dan proporsional .
Hal ini mengakibatkan hasil yang kontroversial, yaitu Hamas memenangkan 74 kursi meskipun memperoleh 44 persen suara (melawan 41 persen suara Fatah, unsur utama PA ).
Pada tahun 2007 Undang-Undang Dasar diamandemen untuk menjadikan sistem tersebut sepenuhnya proporsional.
Sejumlah kursi, yang ditetapkan oleh keputusan presiden, dialokasikan untuk orang Kristen, dan partai politik harus memasukkan sejumlah perempuan dalam daftar mereka, termasuk satu dari tiga posisi teratas.
Di tengah gesekan faksional Fatah-Hamas pada tahun 2007, Presiden Mahmoud Abbas membubarkan pemerintahan dan mengumumkan keadaan darurat, dan setelah itu ia memerintah dengan dekrit.
Terkait hasil pertemuan Hamas dan AS, gerakan Hamas dilaporkan mengusulkan gencatan senjata selama lima hingga sepuluh tahun dengan Israel.
Usul Hamas itu disampaikan saat Hamas melakukan pembicaraan langsung dengan Adam Boehler.
Ketika diawancarai media penyiaran Israel bernama Kan, Boehler menyebut usul itu akan membuat Hamas dilucuti senjatanya dan tidak terlibat dalam politik pemerintahan.
Saat ditanya mengenai kemajuan perihal gencatan senjata, dia mengatakan hanya ada kemajuan kecil.
Menurut Boehler, Hamas menyarankan hal yang “relatif masuk akal dan bisa dilakukan”.
“Mereka menyarankan pertukaran semua tahanan. Jadi, semua sandera kita saat ini ditukar dengan beberapa tahanan. Kami tidak tertarik dengan hal itu,” ujar Boehler dikutip dari All Israel News.
Kemudian, dia mengungkapkan keinginan Hamas untuk melakukan gencatan senjata jangka panjang.
“Dan mereka menyarankan gencatan senjata lima hingga sepuluh tahun, dan Hamas akan meletakkan semua senjata, dan AS akan membantu, serta negara-negara lain, memastikan tidak ada terowongan,” ujarnya.
Di samping itu, dia mengklaim Hamas tidak akan terlibat dalam urusan politik.
“Dan saya pikir itu bukan tawaran awal yang buruk,” kata Boehler.
Bantahan Hamas
Meski demikian, Al Aarbi Al Jadeed pada hari Senin melaporkan bahwa Hamas membantah bakal dilucuti senjatanya.
Laporan itu didasarkan pada pernyataan juru bicara Hamas.
Jubir itu mengatakan para pejabat Hamas sudah berkata kepada Boehler bahwa mereka tak akan bersedia meletakkan senjata, bahkan saat pembentukan negara Palestina.
Mengenai pembicaraan AS-Hamas, Boehler membantah bahwa hal itu tidak diketahui oleh Israel.
“Tindakan saya dikoordinasikan dengan Israel, bahkan meski mungkin ada beberapa yang tidak. Tindakan itu terkoordinasi.”
Menurut Boehler, tujuan tindakannya bukan untuk “meminggirkan” Israel.
Meski demikian, dia mengakui bahwa ada beberapa pihak di Israel yang meragukan ketulusan tindakannya. Mereka takut bahwa tindakannya hanya ditujukan untuk mengamankan warga AS yang disandera Hamas.
Dia berkata keluarga sandera Israel khawatir pembebasan warga AS akan diutamakan, bukan warga Israel.
“Jadi, Presiden AS sudah sangat jelas, sangat jelas di akun [media sosial] Truth Social bahwa yang dibebaskan semua sandera,” ucap dia.
Dia mengaku berupaya memulangkan semua sandera yang masih ada di Gaza.
“Dia (Donald Trump) pria yang bisa dipegang kata-katanya. Itu salah satu alasan saya bekerja pada Presiden.”
Boehler juga mengaku diperintahkan Trump untuk terus bekerja hingga semua sandera bisa pulang.
Lalu, dia mengatakan AS berencana menghadiri negosisasi di Qatar.
“Akan di sana. Rekan saya, Steve Witkoff, adalah negosiator yang luar biasa, dan kami bekerja dengan erat bersama-sama, dia akan pergi ke sana.”
Sementara itu, Israel mengonfirmasi bahwa pihaknya akan mengirimkan delegasi ke Qatar guna membahas perpanjangan gencatan senjata.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Sabtu mengatakan delegasi itu dikirim untuk memajukan perkembangan negosiasi.
Sebelumnya, Hamas telah bertemu dengan pejabat Mesir di Qatar untuk membahas tahap kedua gencatan senjata dengan Israel.
Juru bicara Hamas, Abdel Latif Al Qanoua, mengatakan ada sinyal-sinyal positif mengenai negosiasi tahap kedua.
Dikutip dari Al Jazeera, gencatan tahap pertama berakhir 1 Maret. Selama enam minggu gencatan, ada pertukaran 25 sandera Israel dengan 1.800 warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.
Israel mengaku ingin tahap pertama diperpanjang hingga pertengahan April.
Israel menolak beralih ke tahap dua. Jika tahap dua terwujud, perang akan diakhiri dan semua pasukan Israel ditarik mundur dari Gaza.
(*)