TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Kerja (Panja) DPR dan pemerintah melakukan rapat pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), secara diam-diam dan tertutup selama dua hari di Hotel Fairmont Jakarta.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Prof Dr Ali Safa'at mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) seharusnya dilakukan secara terbuka. Sebab, publik memiliki hak untuk mengetahui dan berpartisipasi terhadap revisi UU TNI itu sendiri.
Apalagi, saat ini sejumlah poin dalam revisi UU TNI sendiri sedang menjadi sorotan publik.
Oleh karena itu, ia meyakini bahwa tujuan rapat seperti itu agar Rancangan UU TNI yang baru tidak diketahui dan mendapat penolakan dari masyarakat.
Dengan begitu, hasrat pemerintah dibantu DPR untuk menggolkan revisi UU TNI semakin cepat diparipurnakan alias ketuk palu.
"Pembahasan tertutup pasti bertujuan agar masyarakat tidak tahu dan tidak menimbulkan gejolak atau penolakan sehingga dapat cepat selesai dan disahkan," kata Ali saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (16/3/2025).
"Jika sudah disahkan peluang partisipasi masyarakat sudah hilang," lanjut dia.
Diberitakan, Panja DPR dan pemerintah melakukan rapat pembahasan revisi UU TNI di Hotel Fairmont Jakarta selama dua hari akhir pekan lalu, menuai kritik publik.
Pembahasan RUU TNI ini memang tengah menjadi perhatian besar, karena di dalamnya terdapat perubahan penting, seperti penambahan usia dinas prajurit, perluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga, hingga keterlibatan TNI dalam aktivitas bisnis.
Rapat Panitia Kerja (Panja) DPR bersama pemerintah yang membahas revisi Undang-Undang TNI yang digelar secara tertutup dan diam-diam di Hotel Fairmont Jakarta pada Sabtu (15/3/2025) sempat diwarnai aksi protes dari masyarakat sipil. Rapat yang berlangsung selama dua hari itu akhirnya selesai pada tengah malam, namun bukan tanpa drama.
Tiga orang anggota masyarakat sipil nekat menggeruduk lokasi rapat dengan membentangkan spanduk yang menolak RUU TNI.
Mereka pun membuka pintu ruang rapat dan langsung meneriakkan protes lantang. Aksi tersebut membuat rapat sempat terhenti sejenak.
Pihak pengamanan terlibat insiden fisik saat memaksa para demonstran keluar dari ruangan.
Meski rapat RUU TNI selesai sekitar pukul 22.30 WIB, suasana di luar ruang rapat tetap tegang. Tidak ada seorang anggota Panja DPR maupun perwakilan pemerintah mau memberikan keterangan mengenai hasil rapat, termasuk Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PDIP, Utut Adianto, dan Wakil Menteri Sekretaris Negara, Bambang Eko Suhariyanto.
Mereka tampak meninggalkan lokasi tanpa memberikan penjelasan kepada media.
Utut, yang keluar melalui pintu depan, coba dikejar wartawan untuk meminta keterangan terkait kesimpulan rapat Panja tersebut. Namun, ia hanya menghindar dan terus berjalan tanpa menggubris pertanyaan wartawan.
"Yang lain saja, jangan saya terus," ujar Utut, sambil melanjutkan langkahnya.
Keputusan rapat yang berlangsung dua hari penuh ini tetap menjadi misteri, sementara ketegangan yang terjadi di Hotel Fairmont semakin memperuncing kontroversi terkait revisi UU TNI yang tengah digulirkan.
Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menjelaskan pembahasan dalam rapat tersebut mencakup operasi militer selain perang (OMSP).
"Jadi, dari 14 (kategori) berubah menjadi 17. Tadi panjang lebar dan sebagainya, dan kemudian disepakati 17 itu dengan narasi-narasi yang diubah," kata TB Hasanuddin kepada wartawan.
Dari ke-17 operasi militer selain perang tersebut, TB Hasanuddin mengatakan TNI di antaranya punya kewajiban di antaranya untuk membantu di dalam urusan pertahanan siber yang ada di pemerintah.
Selain itu, TNI juga wajib membantu mengatasi masalah narkoba.
Saat ditanya soal kewenangan TNI mengatasi narkoba, politisi PDIP itu mengatakan hal tersebut bakal diatur dalam Perpres.
"Yang mana perbantuannya yang dilakukan oleh TNI, perbantuan kepada pemerintah, dan kemudian di mana ranah hukumnya dan lain sebagainya. Tapi yang jelas TNI tidak ikut dalam penegakan hukumnya," ungkap dia.
Soal implementasinya pun, TB belum mau menjelaskan secara detail
"Implementasinya nanti saja, karena saya bukan pemerintah. Saya hanya membentuk undang-undang dengan yang lain," ungkapnya..
Selain itu, berdasarkan revisi yang diusulkan, ada 16 kementerian dan lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit aktif TNI.
Sedangkan pada Pasal 47 ayat 2 dalam UU TNI yang masih berlaku, hanya terdapat 10 kementerian/lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit aktif.
Enam institusi baru yang diusulkan dalam revisi UU TNI adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, Bakamla, dan Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI.
"Tadi juga didiskusikan itu ada penambahan. Yang pertama itu Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004, itu kan 10 (institusi). Kemudian, muncul dalam provisi itu adalah lima (tambahan). Mungkin sudah tahu ya teman-teman," kata TB Hasanuddin.
"Sekarang ada ditambah satu yaitu Badan (Nasional) Pengelola Perbatasan," sambung Sekretaris Militer Presiden era Presiden Megawati Soekarnoputri tersebut.
TB menyatakan, penambahan institusi tersebut karena daerah perbatasan yang rawan, dan selama ini telah dijabat prajurit TNI.
"Karena dalam Perpres itu dan dalam pernyataannya badan pengelola perbatasan yang rawan, berbatasan itu memang ada penempatan anggota TNI," terangnya.
Dalam rapat, ungkapnya, juga dibahas soal penempatan prajurit TNI di tempat lain di luar yang 16 institusi itu.
Ia menegaskan, prajurit TNI harus pensiun atau mengundurkan diri dari dinas militer jika menempati jabatan di luar 16 institusi yang telah disepakati.
"Kemudian pertanyaan tadi soal penempatan prajurit TNI di tempat lain di luar yang 16 itu tetap harus mengundurkan diri. Jadi kalau itu sudah final," kata TB Hasanuddin.