TRIBUNNEWS.COM - Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena mengatakan, pembahasan revisi UU TNI hingga kini masih menyisakan ketidakpastian.
Meski ada kemajuan dalam dialog saat audiensi dengan Komisi I DPR RI beberapa hari yang lalu, menurutnya masih belum ada titik temu yang jelas terkait RUU TNI.
Wirya mengatakan, hingga kini bahkan belum ada draf resmi RUU TNI yang dibuka ke publik.
"Nah ini titik temu ini yang masih harus kita pastikan pada saat ketok palu nanti," kata Wirya dalam Program Talkshow Overview Tribunnews, Kamis (19/3/2025).
"Draft resmi belum uncul-muncul juga sampai sekarang," tandasnya.
Wirya memastikan pihaknya tetap mengawasi perkembangan pengesahan RUU tersebut dengan penuh kewaspadaan.
"Jadi kami tidak berani mengatakan bahwa sudah ada titik temu, yang masih kami lakukan hari ini mengawasi sambil was-was," katanya.
Meski begitu, Wirya mengakui bahwa audiensi yang dilakukan bersama Komisi I DPR RI sebelumnya berjalan dengan cukup tertib dan beradab.
Namun, ia menegaskan pentingnya tetap berhati-hati, mengingat banyak hal yang masih belum jelas mengenai isi final dari RUU TNI ini.
"Karena tidak ada pernah ada 100 persen bahwa yang kami harapkan atau yang dikatakan DPR akan terwujud karena mekanismenya sungguh sukar dibuka mereka," tegasnya.
Diketahui, revisi UU TNI dijadwalkan untuk disahkan sebagai Undang-Undang (UU) pada hari ini, Kamis (20/3/2025), melalui rapat paripurna DPR.
Rapat paripurna dikabarkan dimulai pukul 09.30 WIB pagi ini.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono mengatakan, pengesahan paripurna akan digelar setelah dalam pembahasan tingkat I seluruh fraksi menyatakan setuju.
"Jadi RUU TNI sudah rampung tinggal dibawa di tahap II yaitu akan dibacakan di paripurna yang InsyaAllah dijadwalkan besok ya," kata Dave di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Proses RUU ini dirasa secepat kilat, bahkan sebagian pihak menilai ada kesan pembahasannya tertutup untuk publik.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengklaim bahwa sudah ada titik temu yang dihasilkan dari audiensi bersama masyarakat sipil.
"Tadi kita sudah lakukan audiensi dengan teman-teman dari Koalisi Masyarakat Sipil. Pertemuan tadi berjalan dengan hangat, lancar, diskusi, dan dialog yang membangun, dan ada kesepahaman dengan kedua belah pihak. Insya Allah saya pikir ada titik temu," ujar Dasco di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
"Dan kita akan lakukan ini tidak cuma kali ini, untuk kemudian setiap pembahasan-pembahasan revisi UU," sambungnya.
Dasco mengklaim telah mengakomodasi masukan-masukan dari para aktivis.
"Kami memberikan penjelasan sekaligus juga mengakomodasi. Karena dari kemarin sebenarnya ini diskusi-diskusinya sudah intens," imbuh Dasco.
Diketahui, sejumlah aktivis dari unsur sipil menyambangi Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025) siang.
Sejumlah perwakilan LSM yang hadir adalah Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid, pihak Transparency International Natalia Soebagyo, dan peneliti Imparsial Al Araf.
Mereka menyerahkan petisi penolakan Revisi UU (RUU) TNI yang saat ini sedang dalam pembahasan.
Sejumlah pokok masalah yang termuat dalam petisi tersebut antara lain agenda reformasi peradilan militer yang seharusnya didorong pemerintah dan DPR, kekhawatiran kembalinya dwifungsi ABRI melalui penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil, desakan untuk menertibkan pelanggaran terhadap UU TNI terkait penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil yang telah terjadi selama ini, usulan TNI membantu penanganan masalah narkoba dalam DIM pemerintah, selain itu juga soal revisi klausul pelibatan militer dalam operasi militer selain perang (OMSP) tanpa perlu persetujuan DPR.
Selain itu, mereka juga mendesak kepada pemerintah dan DPR untuk memodernisasi alutsista, memastikan TNI adaptif terhadap ancaman eksternal, meningkatkan kesejahteraan prajurit, memperhatikan keseimbangan gender dalam organisasi TNI hingga jaminan linkungan kerja yangbaman dan bebas dari diskriminasi.
(Milani/Reza Deni) (Kompas.com/Adhyasta Dirgantara)