TRIBUNNEWS.COM - Ribuan warga Turki menggelar aksi demo selama 3 hari beruturut-turut untuk menuntut pembebasan wali kota Istanbul, Ekrem Imamoglu.
Sekitar 300.000 orang turun ke jalan menggelar pawai di Istanbul pada Jumat (21/3/2025), untuk hari ke-3.
Hal tersebut dikonfirmasi oleh pemimpin oposisi Ozgur Ozel.
"Kami berjumlah 300.000 orang," kata pemimpin CHP kepada khalayak ramai di depan Balai Kota, dikutip dari Al Jazeera.
Dari jumlah tersebut, banyak di antaranya adalah mahasiswa.
Para mahasiswa ini menggelar aksi penolakan universitasnya yang mencabut ijazah sang wali kota.
“Mereka mengatakan mereka memprotes penangkapan Imamoglu dan keputusan Universitas Istanbul untuk mencabut ijazah Imamoglu,” kata jurnalis Al Jazeera, Aksel Zaimovic.
Ribuan demonstran ini mengatakan, tujuan demo ini adalah menuntut keadilan, bukan karena motif sepihak.
"Gerakan ini dimaksudkan untuk mengirim pesan tentang 'ketidakadilan sistemik' di masyarakat Turki, bukan untuk mendukung satu partai politik," kata Zaimovic.
Beberapa pengunjuk rasa juga meminta semua orang untuk tidak hanya diam.
"Jangan diam! Kalau tidak, mereka akan mendatangi kalian," teriak para pengunjuk rasa.
Mereka juga banyak yang membawa tulisan slogan-slogan seperti "Jangan takut, rakyat ada di sini" dan "Hak, hukum, keadilan".
Aksi protes ini awalnya hanya digelar di Istanbul.
Namun sejak hari pertama yaitu tepatnya pada Rabu (18/3/2025), 32 provinsi di Turki ikut menggelar aksi demo.
Sayangnya, beberapa aksi protes diwarnai bentrok antara para demonstran dan polisi.
Situasi yang mulai tak terkendali membuat polisi Turki menembakkan peluru karet hingga gas air mata ke arah demonstran agar mereka bubar.
"Saat segelintir demonstran berusaha menuju Lapangan Taksim pusat, bentrokan terjadi dengan polisi, yang menembakkan peluru karet, kata seorang koresponden yang melihat senjata tersebut, dikutip dari Al-Arabiya.
Media Turki melaporkan bahwa sejak demo digelar, 88 pengunjuk rasa telah ditangkap.
Sementara 54 orang lainnya ditangkap lantaran unggahan daring yang diklaim sebagai 'ujaran kebencian'.
Erdogan pada hari Jumat mengatakan pemerintah tidak akan menoleransi protes jalanan.
Tidak hanya itu, ia juga meuduh partai Partai Rakyat Republik (CHP) pimpinan Imamoglu sama seperti wali kota Istanbul.
"Operasi antikorupsi di Istanbul digunakan sebagai alasan untuk menimbulkan kerusuhan di jalan-jalan kita. Saya ingin diketahui bahwa kita tidak akan membiarkan segelintir oportunis menimbulkan kerusuhan di Turki hanya untuk melindungi rencana penjarahan mereka," kata Erdogan.
Wali kota Istanbul, Ekrem Imamogl ditangkap oleh polisi Turki atas tuduhan korupsi dan mendukung teror pada hari Rabu (20/3/2025).
Dalam penyelidikan terpisah, jaksa juga menuduhnya membantu Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang, dengan diduga membentuk aliansi dengan kelompok Kurdi untuk pemilihan kota Istanbul, dikutip dari Euro News.
Imamoglu adalah saingan politik utama Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Penahanannya terjadi beberapa hari sebelum ia dinobatkan sebagai kandidat partai oposisi utama CHP dalam pemilihan presiden 2028.
Penahanan İmamoglu telah memperdalam kekhawatiran atas demokrasi dan memicu protes di Istanbul dan tempat lain di negara itu, meskipun ada larangan demonstrasi.
Hal ini juga menyebabkan gelombang kejut di pasar keuangan, yang memicu penghentian sementara perdagangan pada hari Rabu.
(Farrah)