Juru bicara Hamas Abdel-Latif al-Qanoua Tewas Dibom Israel di Jabalia, Jumlah Korban Jiwa Melonjak di Gaza
TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara Hamas Abdel-Latif al-Qanoua dilaporkan tewas pada Kamis (27/3/2025) dalam serangan udara Israel yang menargetkan kota Jabalia di Jalur Gaza utara.
“Al-Qanoua menjadi martir ketika tentara pendudukan Israel menyerang tendanya di daerah Jabalia al-Balad,” kata TV Al-Aqsa yang berafiliasi dengan Hamas, dikutip Kamis.
Gerakan Perlawanan Rakyat Palestina itu mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Israel membunuh Al-Qanoua dalam “pengeboman barbar.”
“Darah para martir adalah kepercayaan bahwa kita tidak akan berkompromi dan akan menjadi kutukan pada penjajah,” kata pernyataan itu.
Sejak melanjutkan genosida di Gaza pada 18 Maret, Israel telah membunuh 830 warga Palestina dan melukai 1.787 lainnya, kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza.
Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan kalau rumah sakit di daerah kantong itu menerima 25 korban jiwa dan 82 orang terluka selama 24 jam terakhir akibat serangan terus-menerus pendudukan Israel di wilayah itu.
Menurut kementerian, jumlah korban tewas sejak 18 Maret telah meningkat menjadi 855, dengan 1.869 terluka, karena pemboman dan serangan terhadap daerah pemukiman dan infrastruktur vital terus berlanjut.
Kementerian tersebut selanjutnya melaporkan jumlah korban tewas akibat agresi Israel di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 50.208, dan jumlah korban luka menjadi 113.910 sejak 7 Oktober 2023, menurut Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza.
"Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan pada hari Kamis bahwa jumlah korban tewas termasuk 855 martir dan 1.869 orang terluka sejak 18 Maret. Dua puluh lima martir dan 82 orang terluka dirawat di rumah sakit Jalur Gaza dalam 24 jam terakhir," tulis laporan Khaberni.
Pernyataan itu menjelaskan bahwa sejumlah martir masih berada di bawah reruntuhan rumah dan fasilitas yang hancur, serta di jalan, dan bahwa kru ambulans dan kru khusus tidak dapat menjangkau mereka, karena kurangnya sumber daya.