TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Sadarestuwati, meminta agar pengelolaan dana investasi negara tidak boleh dilakukan tanpa perhitungan matang.
Sadarestuwati mengingatkan agar aset negara tidak diperlakukan seperti eksperimen ekonomi yang bisa gagal begitu saja tanpa konsekuensi serius.
"Danantara ini bukan sejenis hedge fund, bukan venture, bukan aset yang siap menghadapi risiko tinggi. Itu kami ingatkan, bahwa sovereignty fund itu tidak boleh berjalan seperti tikus percobaan laboratorium yang kalau gagal dan mati, kita tinggal bilang ya sudah, tidak boleh," kata Sadarestuwati kepada Tribunnews.com, Kamis (27/3/2025).
Dia menegaskan, dana yang dikelola oleh Danantara berasal dari aset negara, sehingga kebijakan investasi harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
"Tolong diingat, aset BUMN yang diinvestasikan itu adalah buah kerja keras seluruh anak bangsa yang terlibat. Jadi ya asalnya adalah aset negara, aset rakyat Republik Indonesia," ujar Sadarestuwati.
Sadarestuwati juga menyoroti sosok investor global yang terlibat dalam Danantara, seperti Ray Dalio, Jeffrey Sachs, dan Thaksin Shinawatra.
Dia menekankan bahwa Indonesia tidak bisa serta-merta mengikuti pola pikir para investor besar tersebut.
"Kalau Ray Dalio menyatakan bahwa dia tidak butuh uang, ya jangan ditiru, beliau kan Dewa-nya. Indonesia sebagai Republik berdaulat penuh ya jelas butuh uang dan hasil investasinya untuk ditingkatkan dan diputar kembali guna kepentingan rakyat, kan begitu logikanya," ucap Sadarestuwati.
Selain itu, Sadarestuwati menyoroti reaksi pasar yang muncul setelah pengumuman susunan pengurus Danantara.
Menurutnya, hanya dalam hitungan jam setelah mereka memberikan pernyataan ke publik, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami tekanan, menandai penurunan kedua dalam sepekan.
Dia menuturkan bahwa reaksi pasar ini adalah sinyal yang harus diperhatikan oleh para pemangku kebijakan.
"Bagi kami, ini tidak terlalu mengejutkan karena para pemain di pasar juga punya analisis tersendiri pasca-Danantara dibentuk dan respons itu sudah ditunjukkan oleh mereka sebagai pertanda. Kita sebagai pemangku kebijakan harus tahu rambu lalu lintas di jalan kan, apakah itu lampu merah, lampu kuning atau lampu hijau?" tanya Sadarestuwati.
Sadarestuwati menegaskan bahwa DPR akan terus memberikan kritik dan saran secara konstruktif mengenai pengelolaan Danantara.
Namun, dia juga mengingatkan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah.
"Suara-suara ini diambil sebagai saran atau bahkan tidak dihiraukan itu menjadi kewenangan dan kemampuan mereka," ungkapnya.
Sadarestuwati berharap, Presiden Prabowo Subianto tetap mendengarkan berbagai masukan terkait kebijakan ini, meskipun mengaku ragu terhadap pihak-pihak di sekitarnya yang berperan dalam pengambilan keputusan.
"Kalau saya pribadi masih yakin Presiden Prabowo masih berwenang penuh dan mampu mendengarkan suara-suara ini. Nah, kami kurang yakin pada sekitarnya itu, sehingga diambil keputusan seperti ini," tegasnya.
Diketahui, pengumuman pengurus Daya Anagata Nusantara atau Danantara pada Senin (24/3/2025), mendapatkan beragam reaksi dari masyarakat.
Hal tersebut terutama mengenai penunjukan Thaksin Shinawatra, mantan Perdana Menteri Thailand, sebagai salah satu anggota Dewan Penasihat Danantara.
Sebab, Thaksin memiliki catatan buruk dengan sederet kasus, mulai dari kasus kepemilikan saham, ketidakjujuran pengungkapan harta pejabat publik, korupsi, penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan.
Kemudian, extrajudicial killing pada siapapun yang dituduh terlibat perdagangan narkoba, hingga penghinaan kepada Raja Thailand.
Thaksin menjabat sebagai Perdana Menteri Thailand pada 2001-2006 sebelum dikudeta oleh militer pada September 2006.