TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan desa, sebuah transformasi inspiratif terjadi di Desa Klaseman, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo. Perpustakaan desa yang awalnya hanya berupa pojok baca sederhana kini menjelma menjadi pusat pemberdayaan masyarakat.
Inisiatif ini bermula dari keprihatinan Kepala Desa Klaseman, Supriyono, terhadap kebiasaan ibu-ibu yang sering ngerumpi saat menunggu anak-anak mereka pulang dari TK.
Melihat hal ini, ia mulai menyediakan sejumlah buku sebagai alternatif aktivitas yang lebih bermanfaat.
"Saya prihatin melihat ibu-ibu yang hanya bergosip. Akhirnya, saya mencoba memberikan sejumlah buku untuk mengalihkan kebiasaan itu," ujar Supriyono, Sabtu (29/3/2025).
Perubahan ini mendapat dukungan dari ketua PKK Desa Klaseman, Wiwik Priyono. Ia menambahkan, bahwa perpustakaan desa yang bernama Delarasati ini bermula dari sebuah pojok baca sederhana.
"Awalnya, kami hanya memiliki pojok baca. Respon positif datang dari Dinas Perpustakaan Kabupaten, yang kemudian mengadakan lomba pemanfaatan perpustakaan," kata Wiwik.
Seiring waktu, pojok baca tersebut berkembang menjadi perpustakaan desa yang lebih besar.
"Di salah satu Dasawisma, ada ibu-ibu yang senang membaca. Mereka kemudian mengajak kelompok Dasawisma lainnya untuk datang ke perpustakaan," ujarnya.
Wiwik menjelaskan, PKK Desa Klaseman turut berperan aktif dalam menggerakkan warga, terutama ibu-ibu, untuk memanfaatkan perpustakaan.
Untuk menarik minat warga, perpustakaan ini menyediakan berbagai fasilitas, termasuk kompor dan alat masak.
Tak sekadar membaca, perpustakaan ini juga menjadi tempat warga untuk belajar dan berpraktik. Salah satu contohnya adalah pembuatan minuman kunyit asam, yang dipraktikkan oleh warga sejak 2010.
"Mereka membaca buku tentang kunyit asam, lalu mempraktikkannya. Hasilnya, mereka bisa memperoleh uang dari produk tersebut," jelas Wiwik.
Menurut Wiwik, dengan adanya fasilitas ini, warga bisa langsung mempraktikkan apa yang mereka baca di perpustakaan. Seperti cara membuat keripik, susu kedelai, atau donat.
Berkat adopsi program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), perpustakaan ini berkembang menjadi pusat pembelajaran berbasis praktik.
Inovasi lain yang dikembangkan adalah program "Bunda Jadi Buku untuk Ananda". Program ini memanfaatkan bantuan buku bacaan anak dari pemerintah provinsi.
"Kami mendistribusikan buku-buku ini ke lima posyandu di desa. Setiap bulan, buku-buku ini diganti agar anak-anak selalu mendapat bacaan baru," lanjut Wiwik.
Transformasi ini membuahkan hasil. Perpustakaan Desa Klaseman telah meraih berbagai penghargaan, termasuk juara lomba edukasi tingkat kabupaten pada 2015 dan sertifikat penghargaan dari Perpustakaan Nasional pada 2024.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) Kabupaten Probolinggo, Abdul Ghofur, mengatakan saat berkunjung ke perpusdes ini pada Selasa (25/3/25), bahwa perpustakaan desa harus berperan lebih dari sekadar tempat membaca.
Konsep inklusi sosial yang diterapkan, memungkinkan warga mengolah informasi dari buku dan sumber digital menjadi keterampilan yang bermanfaat secara ekonomi.
“Kami memastikan bahwa perpustakaan desa tidak hanya memberikan akses informasi, tetapi juga membantu masyarakat mengolah informasi menjadi keterampilan nyata. Misalnya, warga di sini belajar menanam sayuran seperti tomat dan kangkung serta mengembangkan literasi keuangan, membaca, menulis, dan digital,” ujarnya.
Menurut Ghofur, program transformasi perpustakaan desa berbasis inklusi sosial ini telah memberikan dampak positif di berbagai desa di Kabupaten Probolinggo.
“Ke depan, perpustakaan desa di Kabupaten Probolinggo diharapkan tidak hanya menjadi tempat membaca, tetapi juga pusat inovasi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan,” pungkasnya. (*)