Grid.ID-Hari Kartini diperingati setiap 21 April, yang akan jatuh pada hari ini, Senin (21/4/2025). Salah satu bentuk peringatan Hari Kartini adalah para perempuan mengenakan kebaya, busana tradisional Indonesia yang kental akan nilai sejarah dan budaya.
Tradisi memakai kebaya pada perayaan Hari Kartini bukanlah hal baru. Sebab, kebaya kerap menjadi busana yang dikenakan oleh Raden Ajeng (R.A.)
Kartini, tokoh pahlawan emansipasi perempuan yang menjadikan pakaian ini sebagai simbol identitas dirinya. Bahkan, model kebaya yang dikenakan Kartini menjadi inspirasi bagi generasi setelahnya dalam rangka merayakan semangat perjuangannya.
Dalam buku digital Evolusi Kebaya (2022), disebutkan bahwa RA Kartini mengenakan kebaya dengan aplikasi bordir di dekat kerah model V. Kartini juga menambahkan bros sebagai aksen di bagian kerah V tersebut.
Dokumentasi foto-foto Kartini menunjukkan bahwa ia hampir selalu mengenakan kebaya dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut Kompas.com (10/4/2023), model kebaya Kartini berbeda dengan kebaya-kebaya terdahulu yang masih mengandalkan kemben di bagian dada.
Kebaya Kartini lebih menyerupai tunik, dengan potongan badan serta tangan yang lebih longgar dan elegan. Inilah yang kemudian membuat kebaya menjadi begitu erat dikaitkan dengan Hari Kartini.
Asal-Usul Kebaya
Jauh sebelum kebaya dikenal luas seperti saat ini, perempuan Nusantara mengenakan kemben yakni kain yang dililit di dada dan dipadukan dengan kain bawahan. Gaya berpakaian ini berlangsung berabad-abad lamanya.
Hinggasaat peradaban Islam masuk ke Indonesia, muncul dorongan untuk membuat busana yang lebih tertutup. Perempuan mulai melapisi kemben dengan selendangsebagai penutup bagian pundak, lengan, dan punggung.
Dari sinilah bentuk awal kebaya mulai muncul dan berkembang menjadi busana utuh."Awalnya dari hanya menggunakan kemben itu, diberilah selendang untuk menutupi pundak dan lengan. Lama-kelamaan, selendang ini menjelma menjadi sebuah busana yang kita kenal sekarang sebagai kebaya," tuturKetua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Bogor, Sitawati Ken Utami, dikutip dari Kompas.com.
Mengutip Tribunnews.com, kata “kebaya” sendiri berasal dari bahasa Arab Abaya, yang berarti jubah atau pakaian longgar. Dalam catatan bangsa Portugis pada abad ke-15 hingga 16, kebaya disebut sebagai pakaian kaum bangsawan perempuan di Nusantara.
Statusnya semula eksklusif, namun perlahan-lahan menjadi busana umum bagi semua kalangan.
Pengaruh Budaya Tionghoa dan Belanda
Kebaya tidak hanya dipengaruhi oleh budaya lokal, tetapi juga mengalami alkuturasi dengan budaya Tionghoa dan Belanda. Perempuan keturunan Tionghoa melihat bahwa perempuan pribumi memakai kebaya setiap hari, sehingga mereka pun ikut mengenakannya.
Inilah yang melahirkan Kebaya Encim, yang memiliki warna cerah dan hiasan bordir yang ramai.
"Mereka sukanya warna-warna yang cerah dengan bordir. Jadi, pengaruh Tionghoa, dan dulu disebutnya pribumi ya. Nah, kekhasannya adalah ramai bordir-bordir warna-warni seperti ini," jelas Sita.
Selain itu, perempuan keturunan Belanda, atau noni-noni, juga tertarik memakai kebaya. Namun, karena masih ada sistem kasta yang membedakan pribumi dan orang Belanda, mereka menciptakan Kebaya Noni, yang biasanya berwarna putih dengan hiasan renda mewah.
"Kalau dulu, rendanya itu mewah, bahan dasarnya pun mewah ya. Jadi, orang-orang Belanda kan pasti pengin berkebaya juga, dan kelasnya mereka pengin tinggilah ya," tambahnya.
Perkembangan Kebaya
Seiring berjalannya waktu, berbagai jenis kebaya tetap bertahan, mulai dari Kebaya Kartini, Kebaya Encim, Kebaya Kutubaru, hingga Kebaya Noni. Tidak hanya itu, kini muncul modifikasi kebaya, yang menggabungkan beberapa jenis kebaya dengan potongan yang lebih modern.
"Sebenarnya kebaya itu dulunya fit body atau ngepres badan, tapi sekarang dimodifikasi menjadi lebih lebar di lengan dan melebar ke samping," pungkas Sita.
Menariknya, tren kebaya kembali berkembang di kalangan anak muda. Saat ini, kebaya tidak hanya dikenakan dalam acara formal atau kenegaraan, tetapi juga untuk ke kampus, mall, hingga sekadar nongkrong.
Meskipun demikian, pelestarian kebaya sebagai identitas bangsa tetap perlu dilakukan, terutama oleh generasi muda.
"Sederhana sebetulnya, kalau dari kita sendiri bangga dan mengajak anak ataupun lingkungan terdekat untuk bangga menggunakan kebaya setiap hari, maka itu jadi langkah untuk melestarikannya," tandasnya.
Kini, kebaya bukan sekadar busana tradisional, tetapi juga menjadi bagian dari fashion modern yang semakin digemari. Mengenakan kebaya bukan hanya melestarikan budaya, tetapi juga menghidupkan kembali semangat Kartini, perempuan yang menginspirasi banyak generasi untuk bangga dengan identitasnya.