TRIBUN-MEDAN.com - Kisah pilu yang dialami Ihwan Sahab (28), warga Kelurahan Kebalen, Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tewas di Kamboja pada Senin (14/4/2025) pagi.
Ihwan bekerja di perusahaan scamming atau kejahatan penipuan siber asal Indonesia tewas disiksa oleh sesama pekerja karena tak mencapai target.
Sebelum meninggal pada Senin (14/4/2025), Ihwan ditemukan di jalanan dalam kondisi terluka parah akibat disiksa oleh sekitar 15 orang, termasuk warga negara Indonesia dan China.
Ihwan Sahab ditemukan oleh polisi setempat saat berpatroli dan sempat dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Namun, nyawanya tidak tertolong.
Sementara, pihak keluarga menerima kabar korban meninggal setelah dihubungi oleh salah satu staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh, Kamboja.
"Tanggal 14 April 2025 pagi dikabarin oleh staf KBRI, namanya Pak Dadang," kata adik korban, Subiyantoro (23) saat ditemui di kediamannya, Perumahan Villa Gading Harapan, RT 2/RW 22, Kebalen, Babelan, Kamis (17/4/2025).
Subiyantoro mengungkapkan, sebelum meninggal, korban sempat dirawat di rumah sakit setempat sejak 28 Maret 2025.
Selama perawatan, korban beberapa kali melakukan panggilan video dengan sang adik.
Dalam percakapan tersebut, korban mengaku disiksa selama dua hari oleh 15 pekerja asal China dan Indonesia di sebuah ruangan khusus karena tak memenuhi target yang ditentukan perusahaan.
Sekujur tubuhnya disetrum hingga menimbulkan bekas luka berwarna hitam di bagian badan, kaki, bokong, dan tangan. Kedua kelopak matanya juga mengalami luka lebam.
Selain itu, kepala Ihwan turut menjadi sasaran penyiksaan hingga mengalami pendarahan otak karena dihantam benda tumpul oleh para pelaku.
Tak kuat menahan siksaan, korban pun pingsan. Para pelaku kemudian membuang korban ke jalan raya tanpa mengenakan sehelai pakaian.
Polisi setempat yang menemukan korban dalam keadaan sekarat kemudian mengevakuasi ke rumah sakit.
Setelah beberapa hari mendapat penanganan medis, kondisi korban mulai membaik. Korban pun mulai bisa berkomunikasi.
Akan tetapi, setelah itu kondisi kesehatan korban perlahan menurun hingga akhirnya pihak rumah sakit menyatakan korban meninggal pada Senin pagi.
"Dia meninggal karena disiksa, enggak sesuai target," jelas Subiyantoro.
Tergiur Iming-iming Gaji
Subiyantoro menuturkan, korban berangkat ke Kamboja bersama rekan-rekannya pada Februari 2024.
Di Kamboja, Ihwan dijanjikan dipekerjakan sebagai admin situs perusahaan judi online (judol) dengan upah fantastis, yakni Rp 30-Rp 40 juta per bulan.
Tergiur dengan tawaran tersebut, korban lantas meminta restu ke kedua orangtuanya dengan dalih dimutasi oleh perusahaan lamanya ke Kamboja.
"Itu bilangnya ke orangtua izinnya dimutasi dari perusahaan lamanya. Tetapi saya juga sudah curiga, enggak mungkin gitu kan tiba-tiba pindah ke sana," ujar Subiyantoro.
Setibanya di Kamboja, korban ternyata tak dipekerjakan sebagai admin situs judol, melainkan sebagai scamming atau penipuan dengan sasaran warga Indonesia.
Di perusahaan ini, korban bertahan hampir setahun lamanya. Selama itu pula, korban masih sering menghubungi keluarganya di Bekasi.
Kecurigaan keluarga mulai muncul ketika tiba-tiba dihubungi oleh pimpinan perusahaan tempat korban bekerja yang meminta uang sebesar Rp 60 juta.
Uang tersebut katanya akan digunakan untuk biaya pemulangan korban. Namun, pihak keluarga memutuskan tak memenuhi permintaan tersebut.
"Saya curiga, saya bilang ke mama saya jangan ditransfer. Apalagi transfernya ke rekening kakak saya. Enggak ditransfer sama orangtua saya," ungkapnya.
Seiring berjalannya waktu, Subiyantoro bilang, sang kakak tiba-tiba dipindahkan ke perusahaan lain yang juga bergerak di dunia kejahatan siber. Di perusahaan inilah korban mulai jarang menghubungi keluarganya di Bekasi.
"Ya mungkin dijual atau dikemanain gitu. Itu selama awal tahun bulan Januari itu sudah enggak bener, sudah enggak beres. Pokoknya dia jarang video call. Itu cuma telepon-telepon doang, video call jarang," jelasnya.
Dimakamkan di Kamboja
Keluarga pun memutuskan jenazah Ihwan dimakamkan di Kamboja. Pasalnya, keluarga tak mampu membayar biaya pemulangan jenazah ke Tanah Air yang mencapai ratusan juta rupiah.
"Saya sepakat dimakamkan di sana saja karena prosesnya cukup lama, dua minggu. Biaya juga besar sekitar ratusan juta, total habis sekitar Rp 200 juta," kata Subiyantoro.
Saat ini, jenazah korban masih berada di rumah sakit Kamboja. Keluarga masih menunggu kabar jadwal pemakaman korban.
Subiyantoro menekankan bahwa pihaknya meminta KBRI memakamkan jenazah secara Islam.
Keluarga juga meminta KBRI Phnom Penh mendokumentasikan proses pemakaman.
"Harus ada bukti, foto, video proses pemandian, pengafanan, shalat jenazah dan pemakaman secara komplet untuk memastikan bahwa itu jenazah kakak saya," jelasnya.
Apabila tak didokumentasikan, keluarga akan menempuh jalur hukum.
"Kalau tidak saya minta tanggung jawabnya ke KBRI. Bakal saya proses hukum kalau memang itu tidak ada," kata dia.
(*/ Tribun-medan.com)