TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami adanya dugaan keterlibatan pejabat di Pemerintahan Kabupaten Lampung Tengah dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatra Selatan, tahun anggaran 2024–2025.
Dugaan itu sedang didalami penyidik melalui penggeledahan di kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Lampung Tengah.
"Sepanjang yang saya ketahui ada pihak-pihak atau oknum yang terlibat dimana oknum ini memang bukan bagian dari pegawai Pemkab OKU," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (24/4/2025).
Tessa mengatakan, dugaan keterlibatan pejabat di Lampung Tengah berawal dari keterangan saksi.
"Itu merupakan tindakan yang dilakukan setelah melihat baik keterangan saksi maupun alat bukti yang ada sehingga dilakukan hal tersebut," imbuhnya.
Namun belum dirincikan kaitannya dari oknum tersebut dalam perkara ini.
Tessa hanya memastikan bahwa oknum itu terlibat dalam proses pengadaan di perkara OKU.
"Kaitannya bagaimana pasti ada kaitannya cuma seperti apa masih belum bisa dibuka saat ini, tentu apa yang dilakukan oleh oknum tersebut masih ada kaitan dengan proses pengadaan ya proses pengadaan yang terjadi di Pemkab OKU," kata Tessa.
Kantor Dinas Perkim Kabupaten Lampung Tengah digeledah penyidik KPK pada Selasa (22/4/2025).
Dari sana tim penyidik mengamankan sejumlah alat bukti, seperti dokumen dan barang bukti elektronik (BBE).
Dalam jumpa pers Minggu (16/3/2025), KPK mengumumkan 6 dari 8 orang yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) sebagai tersangka.
Empat tersangka selaku penerima suap yaitu Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU Nopriansyah (NOP), Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR), Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ) dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).
Sedangkan dua tersangka dari pihak swasta yaitu M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).
Dua orang lainnya yakni A dan S dipulangkan karena tidak ada bukti mengenai keterlibatan mereka dalam kasus tersebut berdasarkan pemeriksaan selama 1x24 jam (KUHAP).
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, menjelang lebaran, pihak DPRD OKU yang diwakili FJ, MFR dan UH menagih jatah fee proyek kepada NOP sesuai dengan komitmen.
NOP kemudian menjanjikan akan memberikan itu sebelum Hari Raya Idulfitri melalui pencairan uang muka 9 proyek yang sudah direncanakan sebelumnya.
"Pada kegiatan ini, patut diduga bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh, pertemuan dilakukan antara anggota dewan, kemudian Kepala Dinas PUPR juga dihadiri oleh pejabat bupati dan Kepala BPKD," kata Setyo.
Fee proyek tersebut merupakan opsi lainnya dari permintaan awal anggota DPRD OKU mengenai uang pokok pikiran atau pokir.
Dalam sesi tanya jawab, Setyo menegaskan pihaknya akan menginvestigasi lebih dalam tentang peran Bupati OKU Teddy Meilwansyah.
"Memang kami sedang melakukan investigasi lebih mendalam lagi dari penanganan perkara yang saat ini terhadap enam orang tersangka. Itu nanti kami lakukan investigasi lebih mendalam terhadap pihak-pihak yang terindikasi terlibat," ucap Setyo menjawab pertanyaan mengenai peran bupati dan wakil bupati OKU.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Tribunnews, Teddy Meilwansyah tidak diketahui keberadaannya saat hendak dimintai keterangan tim penyelidik KPK setelah melaksanakan OTT.
Sementara itu, fee sebagaimana tersebut di atas berdasarkan sembilan proyek yang ada di Dinas PUPR Kabupaten OKU, yakni:
Para tersangka sudah dilakukan penahanan 20 hari pertama di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK cabang C1 dan K4.
FJ, FMR, dan UH ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK cabang C1.
Sedangkan NOP, MFZ dan ASS ditahan di Rutan KPK cabang K4.