Pimpinan Komisi VII DPR Soroti Kasus Toko Mama Khas Banjar, Evita: Negara Harus Hadir Membina UMKM
Wahyu Aji May 05, 2025 09:38 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Dr Evita Nursanty menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus yang menimpa Toko Mama Khas Banjar yang pemiliknya dipidanakan akibat tidak mencantumkan label produk dan tanggal expired, sehingga berdampak pada hancurnya bisnis UMKM dan kesulitan yang dihadapi keluarga pemilik usaha ini.

“Saya selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR RI prihatin atas kasus yang menimpa Toko Mama Khas Banjar yang terkesan lebih memilih pendekatan represif daripada membuka ruang dialog dan pembinaan bagi UMKM. Pelaku UMKM dipenjara, dan usahanya akhirnya tutup,” kata Evita melalui pesan singkatnya, Senin (5/5/2025).

Menurut Evita, negara seharusnya melindungi dan mendampingi pelaku usaha kecil agar tumbuh dalam kepatuhan terhadap regulasi, bukan justru memberangus upaya ekonomi rakyat. 

Kita sering bicara ekonomi Pancasila ekonomi kerakyatan yang berkeadilan artinya ekonomi harus juga bisa dinikmati pelaku ekonomi kecil, hal itu harus benar-benar ditunjukkan.

Dalam konteks penegakan hukum, Evita mengingatkan bahwa aparat penegak hukum selama ini berkomitmen untuk membantu UMKM dalam penyelesaian masalah yang terjadi di lapangan dengan pendekatan yang mengedepankan keadilan restoratif atau restorative justice dan proporsionalitas, atau menekankan pembinaan daripada penangkapan, misalnya terkait pemenuhan beberapa perizinan produk UMKM seperti izin edar, PIRT, label, domisili, dan lainnya.

“Kalau tidak salah sudah ada kesepahaman (MoU) beberapa waktu lalu tentang pendekatan pembinaan ini. Sebab UMKM adalah pilar utama ekonomi nasional, sekaligus sumber mata pencaharian bagi jutaan rakyat Indonesia. Dalam konteks ini, penting bagi negara untuk hadir secara adil dan bijaksana dalam menangani persoalan yang melibatkan pelaku UMKM. Penegakan hukum tetap harus dilakukan, namun dengan pendekatan yang mengedepankan restorative justice dan proporsionalitas,” tuturnya.

“Saya sampaikan ini sebagai bentuk tanggung jawab moral dan konstitusional terhadap rakyat dan pelaku UMKM Indonesia,” tambah Evita.

Pendekatan tersebut, bukan berarti meremehkan urusan label produk dan tanggal expired. Namun perlu dipahami ternyata tidak semua pelaku UMKM yang  tahu regulasi dan seringkali melakukan kesalahan  administratif, sehingga perlu bimbingan.

Dalam konteks Toko Mama Khas Banjar, pemiliknya mengaku tidak tahu adanya aturan ini dan kaget ketika petugas mendatangi menggeledah dan  menyita barang-barang melanggar pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (1) huruf g dan atau huruf i UU RI Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Bahkan dari pengakuan Firly Norachim, pemilik Mama Khas Banjar selama ini tidak pernah ada teguran ataupun peringatan dari Dinas Perikanan Dinas Koperasi dan UMKM karena selama ini Firly selalu  berkomunikasi dengan kedua dinas tersebut untuk mengurus izin usaha.

“Kalau langsung diproses hukum itu sungguh tidak adil bagi UMKM, saya kuatir, jika tidak ditangani dengan baik, kasus ini berpotensi menciptakan preseden buruk dan mengganggu psikologi pengusaha kecil untuk memulai usaha, sebab sudah takut-takuti dengan sanksi, dipenjara dan keluarganya ketakutan untuk kembali berusaha,” ujarnya.

Evita meminta untuk tidak melihat pasal 8 UU Perlindungan Konsumen secara terpisah karena ayat itu satu kesatuan dengan asas yang membangun UU Perlindungan Konsumen yakni Asas Manfaat, Keadilan, Keseimbangan, Keamanan dan Keselamatan Konsumen, serta Asas Kepastian Hukum. Bahwa perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen tapi juga bagi pelaku usaha secara keseluruhan.

Kemudian dalam  PP Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan yang merupakan aturan turunan dari UU Perdagangan yang direvisi oleh UU Cipta Kerja di pasal 20-31.

Yang menarik di Pasal 20 ayat (6) Pelaku Usaha yang melanggar kewajiban soal label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif. UU ini juga menitikberatkan pada pembinaan kepada pelaku usaha dan konsumen dalam bentuk pelayanan dan penyebarluasan informasi, edukasi, dan/atau konsultasi.

Begitu juga jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan karena produk yang dijual Mama Khas Banjar merupakan pangan olahan, disana pendekatannya pun pembinaan terhadap pelaku usaha, bukan pidana.

Kemudian sebelum melangkah ke pidana dilihat terlebih dulu dampak atau kerugian konsumen akibat produk itu, dengan sanksi administratif.

Evita menyebut, semua pihak berkewajiban menjaga keberlangsungan UMKM sebagai fondasi ekonomi nasional, serta memastikan perlindungan hukum yang berkeadilan dan berperikemanusiaan. Disini pihak-pihak yang terlibat dalam mengeluarkan izin atau sertifikat untuk proaktif melakukan sosialisasi dan edukasi bagi UMKM.

Seperti dikutip dari Banjarmasin Post, UMKM Mama Khas Banjar yang berada di Kota Banjarbaru, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) akhirnya resmi tutup per Kamis (1/5/2025).

Toko Mama Khas Banjar adalah UMKM yang tengah bermasalah dengan hukum. Sang pemilik, Firly Norachim sempat ditahan Polda Kalsel.

Tutupnya UMKM Toko Mama Khas Banjar Banjarbaru diketahui dari unggahan di akun Instagram mereka.

Ani, istri Firly Norachim, menyampaikan hal tersebut dari sebuah unggahan video.

Dalam unggahan video tersebut, Ani mengatakan UMKM Toko Mama Khas Banjar terpaksa tutup karena tak sanggup menghadapi permasalahan yang terjadi.

"Kami terpukul secara mental dan finansial," ujarnya.

Kasus yang menjerat Firly berawal dari produk yang dijual di Toko Mama Khas Banjar, yang diduga tidak mencantumkan label kedaluwarsa.

Firly pun kemudian ditahan oleh petugas dari Ditreskrimsus Polda Kalsel. Perkara ini pun sempat menjadi perhatian publik, bahkan sempat ada aksi unjuk rasa di Kejari Banjarbaru.

Terdakwa Firly Norachim pun didakwa melanggar Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf g dan i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.