TRIBUNNEWS.COM - Acara perpisahan siswa di SMK swasta di Purwokerto, Kabupaten Banyumas menjadi sorotan publik lantaran digelar mewah bak wisuda perguruan tinggi.
Perpisahan siswa yang digelar pada 8 Mei 2025 itu viral di tengah larangan acara kelulusan rentan diwarnai aksi pungutan liar (pungli).
Imbasnya, acara tersebut menuai kritikan karena dianggap pihak sekolah tidak memahami makna dalam simbol-simbol yang digunakan pada wisuda perguruan tinggi.
Sebab, semua siswa mengenakan busana kebesaran toga wisuda dilengkapi dengan sleber, samir, dan topi bertali.
Sesampainya di podium seorang guru menyilangkan tali toga dari kiri ke kanan layaknya upacara wisuda.
Bahkan, para guru juga memakai toga bak profesor yang dilengkapi dengan gordon atau kalung medali wisuda.
Acara juga tampak meriah dengan diiringi hiburan tarian tradisional yang profesional.
Yang menjadi sorotan publik yakni pembawa acara yang membuka perpisahan tersebut dengan sidang senat terbuka.
Sementara, makna sidang senat terbuka merupakan pertemuan formal yang dilakukan anggota senat dan pihak terkait, untuk kegiatan formal seperti wisuda atau promosi doktor secara terbuka bersama masyarakat umum.
Tak hanya kritikan tentang komponen acara, Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Citra Bangsa Mandiri Purwokerto, Prisillia Mutiara Sari turut menjadi korban sasaran kritikan publik.
Ia mengaku menjadi korban pengungkapan informasi pribadi tanpa seizinnya atau dikenal dengan istilah doxing.
Banyak pihak yang memburu informasi Prisillia dan menyebarkannya di media sosial.
Mulai dari kehidupan pribadi hingga catatan akademis Prisillia.
Catatan akademis yang disorot dari Kepsek yang bersangkutan yakni terkait gelar sarjana yang bukan lulusan jurusan pendidikan.
Sebagai informasi, satu di antara syarat menjadi kepala sekolah yakni memiliki sertifikat pendidik yang didapat dari program Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Namun, syarat tersebut akan berbeda ketentuan bergantung pada status sekolah negeri atau swasta.
Menanggapi hal itu, Prisillia membenarkan soal latar belakang pendidikannya sebagai sarjana sains, bukan sarjana pendidikan.
Meski demikian, dia melanjutkan, berniat untuk mengembangkan kompetensi dengan program PPG.
"Saya memang lulusan sarjana sains. Tapi, karena saya ingin mengembangkan kompetensi di bidang pendidikan, saya melanjutkan belajar pedagogik melalui PPG," ujarnya, saat ditemui di sekolah, Selasa (13/5/2025).
Terkait jabatan kepala sekolah, Prisilla lulus dalam pretest yang digelar yayasan.
"Alhamdulillah, saya lulus pretest dan terus didukung yayasan meningkatkan kompetensi manajerial sebagai kepala sekolah," katanya.
Lebih lanjut, menyoal wisuda mewah di sekolah yang dia pimpin, Prisillia mengatakan acara itu sudah menjadi tradisi.
Bahkan konsep itu sudah dilakukan sejak 2013 silam dan dipublikasikan secara terbuka.
Kegiatan ini pun diketahui oleh pihak yayasan yang menaungi.
"Acara wisuda ini sudah kami laksanakan sejak tahun 2013. Jadi, ini bukan kegiatan dadakan, melainkan sudah menjadi budaya sekolah kami dan masuk dalam agenda tahunan yang diketahui siswa dan orangtua sejak awal," terang Prisillia.
Menurutnya, perayaan kelulusan lewat wisuda merupakan bentuk penghargaan sekolah terhadap para siswa.
"Ini adalah bentuk penghargaan kami kepada siswa, guru, dan orangtua. Kami ingin memberikan pengalaman yang berkesan dalam momen kelulusan mereka," ujar Prisillia.
(Isti Prasetya, TribunBanyumas.com/Permata Putra Sejati)