Tak Percaya Niat Damai Putin, Eropa Desak Sanksi Lebih Keras ke Rusia Soal Minyak dan Gas
Hasiolan Eko P Gultom May 20, 2025 09:37 PM

Tak Percaya Niat Damai Putin, Eropa Desak Sanksi Lebih Keras untuk Rusia

TRIBUNNEWS.COM, BRUSSELS - Menteri Pertahanan Jerman, Boris Pistorius, dengan tegas mengatakan bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin tidak menunjukkan niat serius untuk berdamai dengan Ukraina.

Menurut Pistorius, Putin hanya mengulur waktu melalui negosiasi gencatan senjatanya dengan Amerika Serikat.

Pistorius menambahkan bahwa Eropa perlu memberikan tekanan yang lebih besar kepada Rusia, yaitu dengan cara memberlakukan lebih banyak sanksi.

Sanksi ini merujuk pada sanksi ekonomi, terutama, kata Pistorius, adalah pada penjualan energi (seperti minyak dan gas) Rusia.

 


Dengan menghentikan impor energi dari Rusia, Eropa akan memangkas pendapatan Rusia secara signifikan, yang pada gilirannya akan membatasi kemampuan Rusia untuk mendanai perang di Ukraina.

“Kami telah melihat serangan besar-besaran (Rusia) lagi dalam beberapa hari terakhir. Ini merupakan basa-basi (untuk proses perdamaian) yang telah kita dengar selama ini,” ujar Pistorius sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) bersama para Menteri Pertahanan dan Luar Negeri Uni Eropa di Brussels berlangsung, Selasa (20/5/2025).

“Putin jelas sedang mengulur-ulur waktu, sayangnya kita harus mengatakan bahwa Putin tidak benar-benar tertarik pada perdamaian,” lanjutnya.

Pernyataan Pistorius ini muncul di tengah klaim mengejutkan dari Presiden Amerika, Donald Trump yang mengatakan kalau akan ada negosiasi gencatan senjata segera antara Rusia dan Ukraina.

Klaim itu Trump sampaikan usai ia berdiskusi dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, melalui panggilan telepon yang katanya berlangsung lebih dari dua jam.

Seperti dikutip dari Reuters, setelah Trump memberikan penjelasan kepada publik mengenai panggilan teleponnya, para pemimpin Eropa sepakat untuk meningkatkan tekanan kepada Rusia melalui sanksi-sanksi baru.

Sebelum KTT pada Selasa hari ini, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noël Barrot secara terang-terangan menuding bahwa Putin munafik. 

Barrot menegaskan kalau publik telah paham Putin akan terus melanjutkan "perang kolonialnya" jika tidak dihentikan. 

Ia mendesak Uni Eropa untuk memberikan sanksi yang benar-benar memberikan efek jera guna menghentikan "fantasi imperialis" Putin.

“Saya percaya bahwa ketika Vladimir Putin terus menjunjung tinggi bahasa munafiknya, semua orang telah memahami bahwa ia akan melanjutkan perang kolonialnya sampai akhir jika kita tidak menghentikannya,” ujar Jean-Noël Barrot.

“Mari kita dorong Vladimir Putin untuk mengakhiri fantasi imperialisnya dengan mengadopsi sanksi (Uni Eropa) yang benar-benar berdampak besar,” lanjutnya.

Senada dengan Barrot, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menekankan pentingnya partisipasi Amerika Serikat dalam memberikan tekanan terhadap Rusia. 

“Kami semua setuju dan mengatakan bahwa jika mereka tidak setuju dengan gencatan senjata tanpa syarat, seperti yang telah disepakati Ukraina lebih dari 60 hari yang lalu, akan ada tindakan tegas,” ujar Kallas.

Sebelumnya, pada Senin (19/5/2025) lalu Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan negosiasi gencatan senjata Rusia dan Ukraina akan segera dimulai.

Pernyataan tersebut Trump sampaikan usai ia berdiskusi dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin melalui panggilan telepon yang berlangsung lebih dari dua jam.   

Usai pembicaraan itu, Putin mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Donald Trump karena telah mendukung dialog langsung antara Moskow dan Kiev, setelah kedua pihak bertemu di Turki pekan lalu untuk perundingan tatap muka pertama.

Putin menyatakan kalau upaya untuk mengakhiri konflik tampaknya ‘’berada di jalur yang benar’’ dan Rusia siap bekerja sama dengan Ukraina dalam menyusun memorandum perjanjian damai di masa mendatang.

“Kami telah sepakat dengan presiden Amerika Serikat bahwa Rusia akan mengusulkan dan siap untuk bekerja sama dengan pihak Ukraina dalam sebuah memorandum tentang kemungkinan perjanjian damai di masa mendatang, yang mendefinisikan sejumlah posisi, seperti, misalnya, prinsip-prinsip penyelesaian, (dan) jadwal dari kemungkinan kesepakatan damai,” kata Putin kepada wartawan di dekat resor Laut Hitam, Sochi pada Senin (19/5/2025), seperti dikutip dari Al-Jazeera.

Putin menambahkan bahwa jika kesepakatan yang ‘’tepat’’ dengan Ukraina tercapai, gencatan senjata mungkin akan terwujud.

"Saya ingin mencatat bahwa, secara keseluruhan, posisi Rusia jelas. Hal utama bagi kami adalah menghilangkan akar penyebab krisis ini," ujarnya. 

"Kami hanya perlu menentukan cara yang paling efektif untuk bergerak menuju perdamaian," lanjutnya.

Pemandangan menunjukkan kilang minyak Moskow milik produsen minyak Rusia Gazprom Neft di pinggiran tenggara Moskow pada 28 April 2022.
Pemandangan menunjukkan kilang minyak Moskow milik produsen minyak Rusia Gazprom Neft di pinggiran tenggara Moskow pada 28 April 2022. (Natalia KOLESNIKOVA / AFP)

Belum Ada Jadwal Negosiasi Perdamaian

Asisten Kremlin, Yuri Ushakov, mengungkapkan bahwa dalam pembicaraan telepon antara Trump dan Putin, tidak ada pembahasan mengenai jadwal atau tenggat waktu untuk gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.

Hal lain yang dibahas justru soal pertukaran tahanan, di mana sembilan warga negara Rusia akan ditukar dengan sembilan warga negara AS. 

Ushakov juga menambahkan bahwa Trump melihat prospek hubungan antara Washington dan Moskow sebagai sesuatu yang "mengesankan".

Ushakov juga menambahkan bahwa Trump mengakui bahwa perkembangan hubungan antara Washington dan Moskow sebagai sesuatu yang "mengesankan".

"Tidak ada tenggat waktu dan tidak akan ada. Jelas bahwa semua orang ingin melakukan ini secepat mungkin, tetapi tentu saja, inti persoalan ada pada detailnya," ujar Peskov.

(Grace Sanny Vania/Tribunnews/*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.